Sukses

Fadli Zon Prihatin DPR Selalu Disalahkan

Seharusnya, kata Fadli Zon, DPR dan pemerintah fokus kepada permasalahan pelanggaran Undang-Undang Minerba oleh Menteri ESDM.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, semenjak pelaporan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden oleh Menteri ESDM Sudirman Said kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), lembaga DPR saat ini seolah-olah menjadi pihak yang selalu disalahkan.

"Dari sisi teknis prosedural saja kita sudah dizalimi karena ada yang sengaja merekam. Padahal di pembicaraan itu tidak ada substansi yang berarti. Kan isinya orang ngobrol-ngobrol biasa gitu," ujar Fadli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (20/11/2015).

Fadli menyarankan, seharusnya pihak kepolisian bisa bertindak pro aktif untuk menyelidiki kenapa rekaman percakapan yang diduga dilakukan Ketua DPR Setya Novanto dan Direktur Freeport itu bisa sampai tersebar luas.

"Tolong polisi juga jangan berpihak, tapi juga melihat ini secara jernih. Kalau nanti berpihak akan menjadi masalah baru," tegas Fadli.

Dia memandang banyak pihak yang meragukan independensi MKD. "Kasus ini jadi permainan elit politik. Ini yang harus disadarkan, ini bukan upaya mau menegakkan hukum maupun yang lain," tandas Fadli.

Politisi Gerindra ini juga menanyakan, kenapa pada 8 Juni (pertemuan Ketua DPR dan Direktur Freeport), ini tidak pernah dilaporkan. Malah pertemuan lain yang dilaporkan.

"Padahal sejak 8 Juni 2015 sampai hari ini tidak ada follow up dari pertemuan itu. Jadi saya kira, janganlah kita dibodohi oleh permainan-permainan politik dari elit politik yang ada sekarang ini," tandas Fadli.

Dia juga menyarankan, seharusnya DPR dan pemerintah fokus kepada permasalahan yang sudah jelas yaitu masalah pelanggaran Undang-Undang Minerba.

"Pelanggaran yang dilakukan oleh Menteri ESDM jelas melanggar Undang-Undang karena sudah terdapat data-data yang cukup, faktual dan tidak perlu interpretasi," kata dia.

Fadli menegaskan, pihaknya hanya berusaha mencari kebenaran dengan pikiran yang jernih, jika melihat dari transkrip yang beredar, tidak ada kalimat yang menyatakan Ketua DPR meminta saham.

"Tidak ada di situ kita lihat, saya minta saham 20 persen, 11 persen untuk Presiden, 9 persen untuk JK, itu omongan siapa? Dan juga itu obrolan-obrolan omong-kosong semua yang tidak pernah menjadi kejadian," pungkas Fadli. (Dms/Sun)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.