Sukses

Intelijen Negara Kecolongan Insiden Aceh Singkil?

Arteria yakin insiden tersebut bukanlah aksi spontanitas warga.

Liputan6.com, Jakarta - Pembakaran tempat ibadah di Desa Sukamakmur, Gunung Meriah, Aceh Singkil, Provinsi Aceh, Selasa 13 Oktober 2015, disebut sebagai titik lemah intelijen negara, salah satunya Badan Intelejen Negara (BIN). Politikus PDIP Arteria Dahlan mempertanyakan kinerja intelijen negara yang luput memprediksi insiden tersebut.

"Saya melihat justru titik lemah berada di intelijen negara. Saya heran kok aksi ribuan massa, luput dari pantauan intel. Negara punya banyak intel, tidak hanya BIN, pemda, polisi, jaksa, TNI punya kekuatan intelejen. Tapi untuk Singkil, terkesan negara tidak hadir," ujar Arteria kepada Liputan6.com, Jumat (16/10/2015).

Dia yakin insiden tersebut bukanlah aksi spontanitas warga.

"Itu bukan aksi spontanitas warga, melainkan gerakan sistematis yang terencana. Analisisnya kan mudah saja. Pasti ada pemufakatan jahat sebelumnya. Kok ini tidak terendus," tanya Arteria.

Oleh karena itu, dia meminta semua pihak untuk menahan diri. Dia menyebut ada desain besar di balik peristiwa itu. Dia juga meminta pemerintah untuk serius menangani masalah tersebut dan harus memahami manajemen krisisnya. Hal ini, lanjut dia agar publik percaya negara bisa melindungi.

"Pemerintah harus bisa meyakinkan publik bahwa bisa melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Manajemen krisisnya harus mudah dipahami dan terukur serta efektif," tukas Arteria.

Sebelumnya, Kepala BIN Sutiyoso, enggan disalahkan atas insiden itu. Menurut dia, kapasitas BIN adalah hanya sebatas memberikan informasi, tidak terlibat dalam ranah eksekusi.

"Kalian tahulah pelaku itu kan mencari lengahnya, itu kesempatan yang paling tepat. Aparat tuh enggak mungkin melototi 24 jam, apalagi sudah ada keputusan dan untuk dilakukan tindakan oleh aparat," ujar Sutiyoso.

Dia juga menegaskan pihaknya telah mengumpulkan informasi‎, di daerah tersebut akan dibangun rumah ibadah. Pada 12 Oktober lalu, telah dibuat keputusan akan ada penertiban bangunan, karena ada beberapa masyarakat membangun rumah ib‎adah ilegal.

"‎Secara diam-diam mereka menambah lagi, gereja kecil sebanyak 10 ditambah 14 jadi 24. Nah yang 10 mau ditertibkan, sementara 1 gereja besar dan 14 gereja kecil ini pun belum selesai proses perizinannya. Inilah kejadiannya kenapa kemudian terjadi aksi seperti itu," terang Sutiyoso. (Bob/Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.