Sukses

‎KPK: Ada Penyelundupan Hukum pada Praperadilan Hadi Poernomo

KPK menilai ada sejumlah putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang melampaui wewenang dalam sidang praperadilan 26 Mei 2015.

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas putusan praperadilan mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo. KPK menilai ada yang salah dalam putusan praperadilan tersebut.

Kali ini, KPK menyerahkan berkas replik atau jawaban atas tanggapan yang disampaikan Hadi Poernomo pada ‎persidangan PK sebelumnya. Replik yang diserahkan memuat dasar-dasar diajukannya PK atas putusan praperadilan yang membebaskan Hadi dari status tersangka pada perkara penerimaan permohonan keberatan wajib pajak PT Bank Central Asia (BCA) Tbk pada tahun 1999.

"Jadi isinya kami kembali kepada permohonan yang pernah diajukan. Di mana terjadi apa yang disebut dengan penyelundupan hukum," ujar salah satu Penasihat Hukum KPK Yudi Kristiana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (16/9/2015).

KPK menilai ada sejumlah putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang melampaui wewenang dalam sidang praperadilan 26 Mei 2015. Salah satu putusan hakim yang dianggap melampaui wewenang praperadilan adalah permintaan kepada KPK untuk menghentikan proses penyidikan dalam perkara yang menjerat mantan Ketua Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) itu.

Lembaga pimpinan Taufiequrachman Ruki itu juga yakin akan memenangi perkara ini melalui upaya PK. "Meskipun kami saat di praperadilan kalah, tapi kami tetap optimistis sampai detik terakhir," tandas Yudi.

Jika PK dikabulkan, maka putusan praperadilan yang membatalkan status Hadi sebagai tersangka menjadi tidak sah. KPK juga mempunyai kewenangan untuk melanjutkan penyidikan perkara tersebut.

Selasa 26 Mei 2015, hakim tunggal Haswandi mengabulkan sebagian gugatan praperadilan yang diajukan mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo. Pada putusannya, Haswandi menilai penyidikan KPK terhadap perkara Hadi  tidak sah.

Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan hakim dalam perkara ini. Salah satunya penetapan tersangka Hadi bersamaan dengan terbitnya surat perintah penyidikan pada 21 April 2014.

Menurut hakim, sesuai Pasal 46 dan Pasal 38 Undang-Undang KPK, penetapan tersangka dilakukan setelah proses penyidikan. Pada proses penyidikan, penyidik telah memeriksa saksi dan barang bukti.

Sementara dalam kasus Hadi, KPK dianggap tak melakukan 2 proses tersebut. Mengacu pada Undang-Undang itu, hakim menegaskan penetapan tersangka yang dilakukan KPK pada Hadi tidak sah dan bertentangan dengan UU.

Atas putusan tersebut, KPK kemudian mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK). KPK menilai ada ‎salah satu dalil dalam putusan praperadilan yang melebihi permintaan bahwa KPK harus menghentikan proses penyidikan kasus HP. Putusan itu bertentangan dengan Undang-Undang KPK, bahwa lembaga antikorupsi itu tidak memiliki kewenangan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). (Mvi/Bob)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini