Sukses

Imparsial: Penguatan TNI, Panglima Harusnya dari AU

Berdasarkan Pasal 13 ayat 4 Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI, jabatan Panglima TNI dipilih dengan memperhatikan rotasi.

Liputan6.com, Jakarta - Penunjukkan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, sebagai calon tunggal Panglima TNI oleh Presiden Joko Widodo mendapat respon dari Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti.

Menurut Poengky, penunjukan Gatot akan membuat pertahanan menjadi jomplang. Pasalnya, TNI AD sejauh ini sudah kuat, sehingga akan "mubazir" jika tampuk pimpinan TNI kembali diemban petinggi dari TNI AD.

"Dilihat dari figur, Jendral Gatot baik-baik saja. Tapi dilihat dari sisi pertahanan jadi jomplang," kata Poengky kepada Liputan6.com, Minggu 28 Juni 2015.

Menurut Poengky, akan lebih baik jika posisi Panglima TNI dirotasi guna penguatan secara merata kepada 2 matra lainnya, yakni TNI Angkatan Udara (AU) dan TNI Angkatan Laut (AL).

"AD sudah terlalu kuat. Seharusnya penguatan merata juga ke AU dan AL," ujar Poengky.

Karena itu, dia menyayangkan penunju‎kkan Gatot tersebut. Sebab, dengan begitu Presiden tidak melakukan rotasi untuk posisi Panglima TNI. Padahal, berdasarkan Pasal 13 ayat 4 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, jabatan Panglima TNI dipilih dengan memperhatikan rotasi.

"Setelah Panglima TNI saat ini berasal dari AD dan sebelumnya dari AL, maka giliran sekarang ini seyogyanya adalah dari AU," ujar Poengky.

Dia juga membeberkan sisi histori ‎sistem rotasi Panglima TNI dalam Pasal 13 ayat 4 UU TNI yang dibuat pada masa reformasi. Sistem rotasi dalam pasal itu dibuat dengan harapan tidak mengulang kesalahan masa Orde Baru yang menumpukkan kekuatan pada TNI AD semata, sehingga berpotensi menjadi alat kekuasaan politik Presiden pada waktu itu, yakni Soeharto.

"Rotasi ini tidak hanya memberikan keadilan, tapi juga memberikan penghargaan kepada masing-masing angkatan, agar tidak terjadi penumpukan kekuatan di satu angkatan seperti yang terjadi pada masa Orde Baru, di mana pada waktu itu kekuatan TNI bertumpu pada AD," ujar dia.

Poengky menilai, saat ini TNI AU dan AL kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Padahal Indonesia adalah negara dengan wilayah laut dan udara yang lebih luas dari daratan. Tetapi kekuatan TNI matra laut dan udara justru lebih kecil dari darat.

"Ini menunjukkan paradigma pemerintah masih kuno. Padahal ancaman terbesar terhadap negara kita justru di laut dan udara. Kalau fokus Jokowi menjadikan Indonesia poros maritim dunia, maka kekuatan yang harus dimajukan adalah TNI AU dan AL," ujar dia.

Poengky mengatakan, jika pemerintah tetap memilih petinggi TNI AD sebagai panglima, hal ini akan menyebabkan reformasi TNI bakal mundur. "Saya tidak yakin tuntutan reformasi TNI antara lain penghapusan komando teritorial dan revisi UU Peradilan Militer bakal digarap," tandas Poengky. (Sun/Rmn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini