Sukses

Denny Indrayana Temui JK Minta Perlindungan?

Jauh sebelum ditetapkan jadi tersangka, Denny Indrayana disebut sempat meminta perlindungan dari Wapres JK.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana telah jadi tersangka dalam kasus Payment Gateway oleh Bareskrim Polri. Namun jauh sebelum ditetapkan jadi tersangka, Denny disebut sempat meminta perlindungan dari Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK.

‎"Dia (Denny Indrayana sempat) hadap Pak JK. Dia minta buat tidak diperiksa. Dia bilang, 'Pak saya jangan diperiksa, kan saya aktivis antikorupsi'," beber Juru Bicara Wapres JK, Husain Abdullah di Jakarta, Jumat (27/3/2015).

Mendengar permintaan Denny itu, JK kaget. Ia langsung membentak Guru Besar Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut.

"Bah‎, bagaimana kau ini? Kalau sejuta orang ngaku aktivis antikorupsi apa tidak bisa diperiksa? Kau hadapi proses hukum saja. Yang fair, hadapi saja," ujar Husain menirukan bentakan JK.

Mendengar bentakan itu, Denny langsung lemas. Ia pun angkat kaki dari rumah sang wapres. Setelah pertemuan itu, JK menelepon Kabareskrim Komisaris Jenderal Pol Budi Waseso.

Mantan Ketua Umum Golkar itu ingin mengetahui duduk masalah. "‎Polisi bilang, itu dia ada indikasi korupsinya untuk kasus Denny," ungkap Husain.

JK sendiri tidak membantah pertemuan itu. Namun, ia tidak terang-terangan menyebut Denny meminta perlindungan padanya.

"Dia datang tapi hanya menjelaskan masalahnya saja," pungkas JK.

Payment gateway merupakan layanan jasa elektronik penerbitan paspor yang mulai diluncurkan Juli 2014. Belum lama diluncurkan, Kementerian Keuangan merespons layanan tersebut belum berizin. Layanan itu ada saat Denny Indrayana menjabat sebagai Wamenkumham.

Denny Indrayana dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Andi Syamsul Bahri, Selasa 10 Januari 2015, yang tertuang dalam LP/166/2015/Bareskrim. Namun Denny membantah tudingan tersebut. Dia mengatakan, tidak ada kerugian negara dalam proyek tersebut.

Sebab, berdasarkan hasil audit BPK yang dikeluarkan pada 31 Desember 2014, nilai pengeluaran dan pemasukan sama dengan total Rp 32,4 miliar. "Sudah ada laporan BPK Desember lalu yang mengatakan negara menerima uang Rp 32,4 miliar. Itu bukan kerugian negara," ucap Denny Indrayana pada Kamis 12 Maret 2015. (Ans/Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.