Sukses

Denny Indrayana: Jadi Tersangka, Risiko Perjuangan Lawan Korupsi

Denny Indrayana pun menilai penetapan tersangka kepadanya sebagai bentuk kriminalisasi karena aktif mendukung pemberantasan korupsi.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Bareskrim Mabes Polri telah menetapkan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana menjadi tersangka terkait kasus dugaan korupsi Proyek Payment Gateway di Kemenkumham tahun anggaran 2014.

Mendengar kabar tersebut, Denny menyatakan siap diperiksa. Ia juga mengatakan, penetapan tersangka kepadanya merupakan bentuk kriminalisasi karena aktif mendukung pemberantasan korupsi.

"Saya dan keluarga sudah siap, karena kami paham inilah risiko perjuangan untuk cita-cita kita bagi Indonesia yang lebih bersih, lebih antikorupsi," ujar Denny melalui pesan singkatnya kepada Liputan6.com, Selasa (24/3/2015) malam.

Atas status tersangka yang kini menyemat pada dirinya, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) itu tetap akan terus berjuang melawan korupsi.

"Bismillah, perjuangan melawan korupsi memang tidak mudah, tapi kita tidak akan, tidak akan pernah menyerah," pungkas mantan Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum tersebut.

>>Sudah Lama Dibidik>>

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sudah Lama Dibidik

Sudah Lama Dibidik

Nama Denny Indrayana memang sudah dibidik penyidik sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Proyek Payment Gateway. Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Pol Anton Charliyan bahkan telah mengatakan penggiat anti-korupsi itu merupakan salah satu calon tersangka.

"Pak Denny sebagai calon tersangka," ujar Anton di Mabes Polri, Kamis 19 Maret 2015.

Payment gateway merupakan layanan jasa elektronik penerbitan paspor yang mulai diluncurkan Juli 2014. Belum lama diluncurkan, Kementerian Keuangan merespons layanan tersebut belum berizin. Layanan itu ada saat Denny Indrayana menjabat sebagai Wamenkumham.

Mantan Wamenkumham Denny Indrayana dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Andi Syamsul Bahri, Selasa 10 Januari 2015, yang tertuang dalam LP/166/2015/Bareskrim.

Namun Denny membantah tudingan tersebut. Mantan Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum tersebut mengatakan, tidak ada kerugian negara dalam proyek tersebut. Sebab, berdasarkan hasil audit BPK yang dikeluarkan pada 31 Desember 2014, nilai pengeluaran dan pemasukan sama dengan total Rp 32,4 miliar.

"Sudah ada laporan BPK Desember lalu yang mengatakan negara menerima uang Rp 32,4 miliar. Itu bukan kerugian negara," ucap Denny Indrayana pada Kamis 12 Maret 2015.

>>Guru Besar Sekaligus Penggiat Anti-korupsi>>

3 dari 3 halaman

Guru Besar Sekaligus Penggiat Anti-korupsi

Guru Besar Sekaligus Penggiat Anti-korupsi

Denny Indrayana selama ini dikenal sebagai aktivis anti-korupsi. Pria kelahiran Kotabaru, Kalimantan Selatan, 11 Desember 1972 itu termasuk pendiri Indonesian Court Monitoring dan Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

Selanjutnya pada September 2008, Guru Besar Hukum Tata Negara UGM itu diangkat menjadi Staf Khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY dalam bidang Hukum, HAM dan Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme.

Dan pada 30 Desember 2009, Denny menduduki posisi Sekretaris Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. Dua tahun kemudian, tepatnya 19 Oktober 2011, ia pun menjabat Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atau Wamenkumham dalam Kabinet Indonesia Bersatu jilid II atau masa pemerintahan SBY.

Denny pun terkenal kritis terhadap masalah korupsi dan mafia hukum. Ia bahkan telah menulis 4 buku terkait isu hukum tata negara dan korupsi. Yakni, Amandemen UUD 1945 antara Mitos dan Pembongkaran, Indonesian Constitutional Reform 1999-2002, Negara Antara Ada dan Tiada, dan Negeri Para Mafioso.

Denny Indrayana menyelesaikan studi sarjana hukumnya di UGM. Ia kemudian menyelesaikan program master dari Universitas Minnesotta, Amerika Serikat, dan program doktor dari Universitas Melbourne, Australia. (Ans)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini