Sukses

'Aura Mistis' Borobudur Memikat Ajang Miss Universe

‘The Chronicle of Borobudur’ yang dibawakan Elvira Devinamira memenangkan gelar Best National Costume Miss Universe 2014.

Liputan6.com, Jakarta - Miss Canada, Chanel Beckenlehner mencoba mencuri perhatian juri ajang Miss Universe 2014. Dia mengenakan pakaian aneh, bagian sayap yang dikomposisi dari 10 stik hockey. Tak ketinggalan papan skor yang menyala di bagian atas kepalanya yang ditutupi wig putih.

Tapi, bukan dia pemenangnya. Alih-alih memukau, kostum itu malah menuai kritik pedas dan jadi bahan olok-olok masyarakat.

Dan juara Best National Costume Miss Universe 2014 adalah…Indonesia!

Elvira Devinamira tampil spektakuler dengan kostumnya. Hiasan kepala berbentuk jejeran stupa yang menjulang ke atas, menimbulkan kesan megah. Dengan busana two pieces-nya, gadis Jawa Timur itu bak Srikandi yang kuat nan memikat. Apalagi saat bagian sayap ia bentangkan. Menakjubkan!

Dengan kostum bertema ‘The Chronicle of Borobudur’, Elvira mengantar Indonesia memenangkan kategori kostum nasional terbaik. Untuk kali pertamanya, sejak Nusantara mengikuti ajang Miss Universe pada tahun 1995.

Hebatnya, busana tersebut melewati 2 kali penyaringan. Pertama, oleh dewan juri. Indonesia bersama 5 negara lainnya yakni, Argentina, India, Jerman -- bahkan busana Kanada yang aneh masuk jajaran Top 5. Seleksi kedua dilakukan lewat voting warga dunia melalui internet.

Sosok di balik kemegahan ‘The Chronicle of Borobudur’ yang merepresentasikan keagungan budaya Indonesia adalah Dynand Fariz. Ia adalah perancang kostum seberat 20 kilogram itu.

Pria asal Jember itu punya alasan memilih tema Borobudur. “Borubudur merupakan keajaiban dunia yang merepresentasikan Indonesia. Borobudur adalah hal yang menakjubkan,” kata dia dalam wawancara khusus dengan Liputan6.com.

“Saya merasa perlu mengangkat roh Borobudur dalam bentuk kostum yang juga dapat membuat orang takjub,” jelas Dynand tentang alasannya mengangkat candi warisan Wangsa Sailendra yang berkisah tentang pencapaian Nirwana itu sebagai tema kostum kontestan Indonesia di ajang Miss Universe 2014.

Dynan berhasil. Spirit Borobudur dalam karyanya memukau dunia.

Pesona kostum rancangan Dynand semakin terpancar kala Elvira mengembangkan sayap kain berhias royal motif dan gambar stupa Borobudur warna emas.

Busana two-pieces yang terbilang mini dan dengan detil batu-batu cantik itu menghadirkan karakter yang kuat sekaligus eksotis. Satu elemen dekoratif yang memegang peran penting dari kostum tersebut adalah deretan stupa Borobudur yang menjulang ke atas. Dari elemen inilah nafas spiritual kostum ini meradiasi. Roh kemegahan dan keanggungan Borobudur, sang keajaiban dunia yang ada di Indonesia, meresapi tiap jengkal kostum dan menyirap mata-mata yang melihatnya.

Kamis 29 Januari 2015 sekitar pukul 16.00 di lantai 14 SCTV Tower, mata Dynand berbinar dan suaranya penuh semangat saat bercerita kepada Liputan6.com tentang kemenangan rancangannya di kontes kecantikan yang tahun ini diikuti oleh peserta dari 88 negara.

Desainer berambut dicat biru yang kala itu hadir mengenakan jas mengaku bahwa meski mantap merasa rancangannya hebat, ia sempat cemas saat melihat kostum kontestan-kontestan negara lain yang juga bagus.

Salah satu yang disebutnya adalah kostum kontestan Argentina. Busana leotard bertabur batu-batu indah dengan sayap putih ekstra besar yang dikenakan Valentina Ferrer memang boleh disebut sebagai pesaing berat. Kostum itu merupakan representasi dari air terjun cantik Iguazu yang terdapat di negara Eva Peron itu. Bulu-bulu putih dalam busana itu membangkitkan imajinasi: pusaran air atau sayap sang dewi.

Video: Desainer Dynand Fariz: Dari Jember Carnaval Naik ke Miss Universe

Selanjutnya: 3 Kostum, 3 Juara Dunia...

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

3 Kostum, 3 Juara Dunia

3 Kostum, 3 Juara Dunia

Bukan pertama kali Dynand Fariz merancang untuk Yayasan Puteri Indonesia. Sebelum merancang `The Chronicle of Borobudur` yang dikenakan oleh Elvira Devinamira di Miss Universe 2014, Dynand juga membuat kostum untuk wakil Indonesia di Miss International 2014 dan Miss Supranational 2014.

Kostum bertema `Tale of Siger Crown` yang dikenakan oleh Elfin Pertiwi di Miss International 2014 dan kostum `The Warrior Princess of Borneo` yang dipakai oleh Estelita Liana di Miss Supranational 2014. Keduanya juga berhasil menyabet predikat Best National Costume.

Saat bertamu ke Liputan6.com, Dynand membawa 2 kostum yang memenangkan predikat Best National Cotume di Miss International 2014 dan Miss Supranational 2014. Dengan desain yang sangat menarik dan ukuran yang besar, kostum yang diperagakan oleh 2 model sontak menyedot perhatian.

Sayang, Elvira dan kostum Borobudurnya saat itu belum pulang ke Indonesia sehingga tak bisa tampil bersama.

Dynand mengaku, inspirasi `The Chronicle of Borobudur` diambil dari salah satu sub-tema Jember Fashion Carnaval (JFC) ke-13 yang berlangsung pada 20-24 Agustus 2014. Tema besar dari event itu adalah `Triangle Dynamic in Harmony`, dan dari sub-tema `Wonderful Artchipelago Carnival`itulah inspirasi Borobudur didapat.

Meski inspirasinya diambil dari JFC di tahun 2014, kostum yang dikenakan oleh Elvira di ajang Miss Universe merupakan kostum baru. Pembuatannya makan waktu 2 bulan, termasuk proses riset tema, pencarian material, dan segala macam hal lain termasuk produksi.

Rampung pada bulan Desember 2014, kostum ini dibuat dengan melibatkan tim beranggotakan 10 orang. Kesepuluh orang tersebut merupakan anggota Jember Fashion Carnaval yang sudah berpengalaman dan piawai dalam membuat busana megah.

Keseluruhan kostum `The Chronicle of Borobudur` tersebut dibuat secara hand-made. Semua buatan tangan. Karena ini bukan pertama kalinya, Dyanan mengaku tak menjumpai kesulitan khusus.

Dijelaskan Dynand bahwa material yang digunakan untuk kostum Borobudur tersebut tak jauh berbeda dengan material yang digunakan untuk membuat kostum-kostum lain. “Ada tembaga, besi, baja, batu-batuan, kain, dan lain-lain yang mendukung dekorasi kostum,” ucap desainer yang merupakan pendiri JFC itu.

Untuk warna-warna yang digunakan pada kostum, Dynand memilih warna-warna  yang sesuai dengan warna Borobudur itu sendiri, yakni abu-abu dan hitam. Guna memberi variasi pada kostum itu, Dynan juga membubuhkan warna-warna lain seperti warna emas dan cokelat.

“Saat Elvira melihat hasil rancangan kostum ini, dia takjub, sangat senang, sangat mengapresiasi, serta bangga untuk bisa mengenakannya. Saya berpesan pada Elvira bahwa ia harus siap menjadi duta Indonesia melalui kostum yang sudah dibuat dan ia harus tampil percaya diri serta melakukan yang terbaik untuk membawa nama Indonesia,” kisah Dynand.

Menurutnya, satu hal yang tak bisa diabaikan dari diraihnya predikat Best National Costume di Miss Universe 2014 adalah cara Elvira membawakan kostum itu. Dan untuk itu, gadis dengan paras menawan itu telah berlatih keras mengenai cara berjalan membawakan kostum itu dengan baik.

Kata Dynand, “Elvira belajar berjalan sambil mengenakan kostum tanpa terkesan terbebani”.

Baginya, `The Chronicle of Borobudur` hanya salah satu inspirasi dari sekian banyak kekayaan budaya Indonesia yang menakjubkan.  

Lulusan ESMOD itu bercerita bahwa ada beberapa usulan dari pihak Yayasan Puteri Indonesia terkait proses pemilihan tema kostum untuk dikenakan di kontes Miss Universe 2014. Akan tetapi ia bersikukuh untuk bisa menggarap tema Borobudur.

“Di samping kemegahan Borobudur akan menarik perhatian juri serta masyarakat luas, dengan memakai kostum bertema Borobudur, Elvira sekaligus mempromosikan Borobudur sehingga diharapkan masyarakat internasional berkeinginan untuk melihat langsung candi tersebut,” demikianlah Dynand memberikan argumentasinya kepada Yayasan Puteri Indonesia.

Selanjutnya: Dari Jember ke Pentas Dunia...

 

3 dari 3 halaman

Dari Jember ke Pentas Dunia

Dari Jember ke Pentas Dunia

Sejauh ini memang belum ada nama desainer Indonesia yang namanya melambung tinggi di dunia internasional seperti Giorgio Armani ataupun Alexander Wang. Akan tetapi bisa dilihat rintisan yang dibuat desainer-desainer Indonesia yang membawa nama fesyen nusantara ke kancah global.

Karya-karya Biyan sudah bisa didapat di berbagai negara, salah satunya di department store eksklusif Saks Fifth Avenue Dubai. Busana-busana Sebastian Gunawan sudah tampil di berbagai media ternama internasional dari Vogue hingga New York Times. Tex Saverio sudah 2 kali memamerkan rancangan-rancangannya di Paris Fashion Week. Hasil karya Peggy Hartanto sudah dipakai oleh selebriti-selebriti Hollywood seperti yang terbaru adalah Kaley Cuoco yang mengenakan karyanya di People’s Choice Awards pada awal Januari 2015.

Masih banyak sederet nama lain yang membawa nama fesyen Indonesia ke mancanegara. Masing-masing dengan jalan yang berbeda-beda. Tujuannya satu, yakni mengharumkan nama bangsa.

Pun demikian dengan Dynand Fariz yang berkecimpung di dunia kostum dan karnaval. Pada 25 Februari-3 Maret 2015 Dynand bersama Jember Fashion Carnaval akan memenuhi undangan untuk tampil di sebuah parade di Singapura.

“Indonesia seharusnya ikut ambil bagian dalam berbagai event karnaval dunia, seperti karnaval di Pasadena atau di Rio de Janeiro. Negara harus memfasilitasi hal itu. Tampilnya karnaval Indonesia di mancanegara akan menimbulkan ketertarikan masyarakat luar negeri untuk datang ke Indonesia,” ucap Dynand mengutarakan visinya menjadikan Indonesia sebagai satu negara dengan event karnaval bertaraf internasional.

Bicara tentang perkembangan dunia karnaval di Indonesia, Dynand menjelaskan bahwa kini di Indonesia sudah ada Asosiasi Karnaval Indonesia (AKARI) yang berdiri pada 29 Agustus 2013. Didukung oleh Kementerian Pariwisata, AKARI bertugas membimbing peserta di berbagai daerah dalam menyelenggarakan karnaval lokal dengan management moderen. Setiap satu tahun sekali, anggota organisasi itu mengikuti show di Jember.

Kepada karnaval-karnaval lokal yang muncul, Dynand selaku ketua Dewan Pimpinan Pusat AKARI berpesan agar dalam karnaval-karnaval yang diselenggarakan, identitas lokal diangkat.

Dynand juga merupakan pendiri Jember Fashion Carnaval (JFC). Memutar kembali kenangannya mendirikan JFC, Dynand menyebut bahwa cikal bakal karnaval fesyen itu adalah pawai keluarga yang dulu dilakukan saat kerabatnya berkumpul pada libur lebaran. Singkat cerita, parade kostum yang tadinya dilakukan hanya di gang-gang kemudian berkembang dan diselenggarakan di alun-alun kota Jember.

Ini kemudian menjadi Jember Fashion Carnaval pada tahun 2002 dan sejak saat itu Dynand secara serius mengukuhkan diri sebagai desainer kostum.

“Untuk menjaring anggota JFC, kami mendatangi SMP dan SMA untuk mempresentasikan konsep hingga mencontohkan karnaval dengan menari dan lain sebagainya. Dari usaha di depan ribuan murid di satu sekolah belum tentu ada 1 orang yang mau mendaftar. Bahkan ada sekolah yang menolak kami untuk presentasi di sekolahnya,” kenang Dynand akan perjuangannya mengembangkan JFC.

Kini, untuk menjadi anggota JFC seseorang harus mengikuti audisi. Di audisi tersebut seseorang akan ditanya apa alasan mengikuti JFC, visi dan misinya di JFC, dites cara berjalan, kemampuan teater, dan lain sebagainya. Namun sesungguhnnya menurut Dynand, yang sangat dinilai dari peserta audisi adalah kesungguhan untuk mengikuti event tersebut.

Jika lulus, peserta akan dilatih berbagai hal. Para anggota JFC dilatih mulai dari cara berjalan di parade hingga mendesain kostum. Awalnya pelatihan dilakukan hanya seminggu sekali kemudian jadi seminggu dua kali dan seminggu tiga kali sampai kini akhirnya menjadi setiap hari saat menjelang parade.

Peserta JFC yang memperoleh penghargaan terbaik di karnaval mendapat beasiswa short course di ESMOD Jakarta. Setelah mendapat pelajaran di sekolah mode itu, orang tersebut akan melatih para peserta JFC lainnya. JFC merupakan sebuah karnaval yang mengangkat budaya-budaya lokal di Indonesia, seperti budaya Bali, Jawa, Kalimantan, serta alam Indonesia, dan berbagai isu-isu nasional maupun global.

Hingga kini, JFC sudah melahirkan anak-anak karnaval lokal lain seperti Solo Batik Carnival dan menjadi inspirasi karnaval-karnaval di berbagai daerah. Demikianlah kisah perjalanan Dynand membuahkan JFC.

Sebelum berkecimpung di dunia kostum dan karnaval pria itu mencoba membangun karir sebagai desainer busana ready-to-wear hingga pada satu titik ia berkeinginan untuk menjadi seorang perancang yang berbeda dari yang lainnya, seniman fesyen yang karyanya dapat membawa nama Indonesia ke mancanegara dan dikenal secara sangat luas di dunia.

Dynand merupakan lulusan jurusan Seni Rupa IKIP Surabaya yang kemudian mendapat beasiswa untuk bersekolah di ESMOD Jakarta. Lulus dari 3 tahun studi di sekolah mode itu, Dynand mendapat beasiswa ke ESMOD Paris untuk dilatih menjadi pengajar di ESMOD Jakarta. (Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.