Sukses

Usai Buron, Bendahara Golkar Kampar Riau Dicokok

Bendahara Golkar di Kampar Riau ini sudah menjadi tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan baju koko.

Liputan6.com, Pekanbaru - Bendahara Partai Golkar Kabupaten Kampar, Firdaus ditangkap Tim Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Bangkinang, Riau. Dia dicokok setelah beberapa bulan buron lantaran diduga terlibat kasus korupsi pengadaan baju koko.

"Penangkapan dilakukan sekitar pukul 18.00 WIB oleh tim dari Kejari Bangkinang," kata Kasi Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi Riau Mukhzan saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (14/1/2015) malam.

Mukhzan menjelaskan, tim kejaksaan menangkap tersangka sewaktu berada di mobil Honda CRV di Desa Sei Silam, perbatasan Kecamatan XIII Koto Kampar dengan Kecamatan Kuok.

"Dan saat ini, Firdaus telah diamankan di Kejari Bangkinang. Bagaimana proses selanjutnya, kita lihat perkembangan," pungkas Mukhzan.

Kejati Riau sebelumnya menetapkan Firdaus sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan baju koko di Kabupaten Kampar sejak Juli 2013. Sementara tersangka lainnya, Asril Jasda selaku kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Kampar sudah ditahan beberapa waktu lalu.

Kejati Riau pada Oktober 2014 menyatakan Firdaus telah tiga kali mangkir dari panggilan jaksa dan keberadaanya tidak bisa diketahui, sehingga dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang atau buronan.

Firdaus merupakan tersangka dari pihak swasta, yakni CV Mulya Raya Mandiri, yang diduga terlibat dalam korupsi baju koko atau pakaian khas yang biasa digunakan oleh kaum muslim.

Kasus dugaan korupsi ini berawal setelah penyidik Kejati Riau mulai menyelidiki proyek pengadaan baju koko di Kabupaten Kampar yang menelan anggaran sebesar Rp 2,4 miliar. Dana itu bersumber dari APBD Kampar tahun 2012.

Untuk menghindari tender, proyek itu dipecah ke setiap kecamatan dengan penunjukan langsung. Setiap camat mendapat alokasi yang berbeda-beda, rata-rata berkisar Rp 80 juta hingga Rp 200 juta.

Pengadaannya menuai masalah karena diduga terjadi penggelembungan harga baju koko dari nilai aslinya, dan jumlah yang diadakan tidak sesuai kontrak. Kejaksaan menaksir kerugian negara dalam kasus ini sekitar Rp 800 juta. (Ali)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini