Sukses

Anak Buah Nazaruddin Jadi Saksi Korupsi di Universitas Udayana

Marisi Matondang, anak buah Nazaruddin jadi tersangka lantaran diduga melakukan penggelembungan proyek yang mengunakan APBN tahun 2009.

Liputan6.com, Jakarta - Anak buah mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin kembali diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), setelah kerap menjalani pemeriksaan terkait kasus wisma atlet SEA Games Palembang dan pembangunan sarana olahraga Hambalang.

Kali ini, 2 orang yang pernah bekerja di Grup Permai atau perusahaan milik Nazaruddin yaitu, Oktarina Furi dan Clara Maureen akan diperiksa sebagai saksi untuk perkara dugaan korupsi proyek pengadaan alat kesehatan di Rumah Sakit Khusus Pendidikan Penyakit Infeksi dan Pariwisata di Universitas Udayana tahun anggaran 2009.

"Keduanya akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MM (Marisi Matondang)," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di kantornya, Jakarta, Senin (8/12/2014).

Selain keduanya, penyidik juga menjadwalkan memeriksa saksi lainnya untuk saksi Marisi, yakni Direktur Institusi PT Fondaco Mitratama, Tjandra Mihardja.

Namun, hingga pukul 12.30 WIB, Oktarina yang pernah menjabat sebagai staf keuangan dan Clara Maureen yang merupakan Manajer Marketing di Grup Permai belum tampak kehadirannya di Gedung KPK. Pada perkara ini, Marisi Matondang selaku Direktur PT Mahkota Negara atau anak perusahaan Grup Permai ini ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga melakukan penggelembungan proyek yang mengunakan APBN tahun 2009.

Dari nilai proyek sebesar Rp 16 miliar, Marisi yang dikenal sebagai orang kepercayaan Nazaruddin ini diduga melakukan rekayasa sehingga merugikan negara hingga Rp 7 miliar.

Selain Marisi, KPK juga menetapkan Kepala Biro Administrasi Umum dan Keuangan Universitas Udayana, Made Meregawa. Made merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek ini.

Marisi Matondang dan Made Meregawa pun disangkakan telah melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. (Mvi/Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini