Sukses

FSGI: Seleksi Anggota Dewan Pendidikan Nasional Patut Dicurigai

Retno menduga, keberadaan PP No 17 Tahun 2010 juga membuat independensi DPN tersandera.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tengah menyeleksi anggota Dewan Pendidikan Nasional (DPN). Keberadaan DPN seharusnya sebagai lembaga independen yang mengawasi pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Tapi, independensi itu dinilai rusak akibat PP No 17 Tahun 2010, membuat DPN di bawah Kemendikbud dan ditentukan menteri.

Sekjen Forum Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Lisyarti menilai, proses seleksi anggota DPN sangat janggal sejak awal. Mulai dari waktu pendaftaran yang singkat (15-22 September) sampai syarat yang sangat umum dan tidak mencantumkan hal apa yang sudah dilakukan di dunia pendidikan. Yang paling membahayakan adalah pelantikan dilakukan sehari sebelum presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dilantik.

"Mengambil kebijakan strategis di ujung pemerintahan tanpa sosialisasi dan dilakukan dalam waktu singkat, merupakan keputusan yang patut dicurigai. FSGI menengarai proses seleksi anggota DPN hanya akan menjadikan lembaga DPN sebagai lembaga stempel Kemendikbud," kata Retno dalam konferensi pers di YLBHI, Jakarta, Rabu (17/9/2014).

Retno menduga, keberadaan PP No 17 Tahun 2010 juga membuat independensi DPN tersandera. Sebab, bisa saja menteri memilih anggota yang pro terhadap kebijakan semasa pemerintahannya. Padahal, yang akan diawasi nantinya adalah pemerintahan baru.

Sementara Ketua Yayasan Cahaya Guru (YCG) Henny Supolo mengatakan, DPN sejatinya lembaga mandiri yang dibentuk dan berperan meningkatkan mutu pelayanan pendidikan. Juga memberikan pertimbangan, arahan, dukungan tenaga, sarana dan prasarana, termasuk mengawasi sistem pendidikan tingkat nasional. Tapi, peran itu terancam PP No 17 Tahun 2010.

"Fungsi DPN sangat strategis sebagai pengawas kebijakan pendidikan nasional. Jelas tidak dapat dilakukan dengan tergesa-gesa. Kalau memang serius menjalankan UU Sisdiknas 2003 dengan pembentukan DPN, seharusnya sudah sejak dulu dilakukan bukan di ujung masa pemerintahan," kata Henny.

Hal itu, kata Henny, jelas menimbulkan kekhawatiran di kalangan guru. Kebijakan ujian nasional dan penerapan Kurikulum 2013 yang sampai saat ini terus menimbulkan masalah, justru akan jadi senjata untuk DPN bentukan pemerintah, guna menjegal pemerintahan baru yang mungkin memiliki kebijakan berbeda.

"Bisa saja menteri nanti memilih orang-orang yang pro terhadap Kurikulum 2013, yang jelas sangat tidak siap dan harus dibatalkan. Saat pemerintahan baru tidak melakukan itu, DPN bisa saja menjegal karena fungsinya, salah satunya adalah mengawasi," tegas Henny. (Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.