Sukses

Soal Penyitaan Kasus Eks Hakim Syarifuddin, KPK Sesuai Prosedur

Selama ini KPK beranggapan apa yang dilakukan sudah sesuai prosedur.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberi tanggapan, terkait gugatan kasasi eks hakim Syarifuddin yang dikabulkan Mahkamah Agung (MA). Dengan dikabulkannya gugatan terkait penyitaan itu, KPK diharuskan membayar ganti-rugi sebesar materil Rp 60 juta dan imateriil senilai Rp 5 miliar.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, penyitaan yang dilakukan KPK terhadap aset-aset milik tersangka korupsi, sudah dilakukan dengan benar dan sesuai prosedur.

"Selama ini KPK beranggapan apa yang dilakukan sudah sesuai prosedur. Kalau memang ada putusan yang berbeda mengenai itu kita akan mempelajarinya," ujar pria yang akrab disapa BW itu di Cisarua, Bogor, Jawa Barat, Jumat (13/6/2014).

BW melihat, perkara gugatan ini tentunya berbeda dengan perkara tindak pidana korupsi. Karenanya, perkara gugatan ini memiliki penafsiran yang masih bisa diperdebatkan kembali.

"Ini agak bedaya ya. Ini gugatan ya, bukan tindak pidana korupsi. Nah, dalam gugatan memang tafsir mengenai sesuatunya sangat debatable (mudah menjadi perdebatan)," ujarnya.

BW memastikan, gugatan Syarifuddin itu tidak akan memengaruhi sejumlah penyitaan terhadap tersangka kasus korupsi lain. Namun, gugatan ini juga akan menjadi bahan evaluasi bagi KPK, jika memang masih ada yang perlu diperbaiki dalam proses dan mekanisme penyitaan aset.

"Nanti kita akan periksa putusan itu ke MA seperti apa. Sehingga kemudian kita akan melakukan refleksi, evaluasi untuk memperbaiki kalau memang ada yang harus diperbaiki. Jadi dibikin tim follow up saja," jelas BW.

BW pun tidak takut jika tersangka-tersangka lain melakukan langkah serupa, seperti Syarifuddin melakukan gugatan terkait penyitaan aset. Sebab, semua tindakan KPK memang sudah pasti mengandung resiko.

"Di semua tindakan pasti ada risiko, dan KPK harus berani menghadapi risiko itu. Kalau kita sih hormati putusan itu, kita pelajari dan ambil langkah hukum selanjutnya nanti," kata BW.

MA dalam amar putusan kasasinya mengabulkan gugatan mantan hakim Syarifuddin terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Syarifuddin menggugat KPK dengan tuntutan membayar ganti-rugi materil sebesar Rp 60 juta dan imateriil senilai Rp 5 miliar.

Perkara ini diputuskan majelis yang diketuai Valerine JL Kriekhoff  dengan anggota Syamsul Ma'arif dan Hamdan pada 13 Maret 2014. "Permohonan Pemohon dikabulkan," demikian amar putusan bernomor 2580 K/PDT/2013 yang dilansir dari website MA, Jumat 13 Juni 2014.

Perkara ini berawal saat KPK menangkap Syarifuddin sebagai tersangka kasus penyuapan hakim di rumahnya, di Jalan Sunter Agung Tengah 5 C No 26, Jakarta Utara, 1 Juni 2011. KPK menyita uang tunai Rp 392 juta dan USD 116.128, SGD 245 ribu, 20.000 yen, serta 12.600 riel Kamboja.

Dalam kasus itu, KPK juga mencokok kurator PT Skycamping Indonesia (SCI), Puguh Wirawan. Puguh diduga menyuap Syarifuddin agar dapat izin menjual aset PT SCI berupa sebidang tanah di Bekasi, Jawa Barat, yang diperkirakan bernilai Rp 16 miliar dan Rp 19 miliar. Padahal PT SCI itu dinyatakan pailit.

Syarifuddin divonis 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp 150 juta subsider 4 bulan penjara. Ia terbukti secara sah menerima suap sengketa tanah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dia terbukti melanggar pada dakwaan keempat yakni Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-undang no 20 tahun 2001. Dengan menerima suap berupa uang senilai Rp 250 juta dari kurator PT Skycamping Indonesia Puguh Wirawan

Dia kemudian mempraperadilankan KPK atas penangkapan itu. Syarifuddin menganggap KPK semena-mena.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan lalu memenangkan gugatan Syarifuddin. Dalam putusan tersebut, majelis hakim menyatakan, penyitaan yang dilakukan KPK dalam penangkapan Syarifuddin tidak sah karena tanpa surat penggeledahan.

Syarifudin dalam gugatannya mengajukan permohonan ganti rugi sebesar Rp 60 juta dan kerugian immateriil sebesar Rp 5 miliar. Menurut hakim ketua sidang praperadilan, Matheus Samiaji, pada 19 April 2012, kerugian Rp 60 juta itu tidak terinci serta berdasarkan perkiraan dan asumsi semata, sehingga tidak dapat dikabulkan atau ditolak.

Sedangkan kerugian immateril, kata Samiadji dapat dikabulkan tapi tidak sebesar Rp 5 miliar. Itu karena KPK tidak memiliki harta kekayaan sendiri, melainkan bergantung dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini