Sukses

KTT Iklim COP27 Ditutup dengan Kesepakatan Dana Kompensasi untuk Negara Miskin

Kesepakatan COP27 dengan memberikan dana kompensasi, akan membantu negara-negara miskin yang mengalami peristiwa cuaca ekstrem akibat emisi karbon negara kaya.

Liputan6.com, Jakarta - Para negosiator berhasil menyepakati apa yang disebut dana kompensasi kerugian dan kerusakan  sebagai hasil akhir KTT Iklim COP27 yang berlangsung di Mesir pada 6--18 November 2022. Dana tersebut akan memberi kompensasi kepada negara-negara miskin yang mengalami peristiwa cuaca ekstrem seperti kekeringan, banjir, dan gelombang panas yang diperparah oleh emisi karbon negara-negara kaya.

Dikutip dari Euronews, Senin (21/11/2022), hasil tersebut merupakan kemenangan yang pantas untuk keadilan iklim yang akan menguntungkan negara-negara yang telah berkontribusi sedikit terhadap polusi atas pemanasan global. Namun kesepakatan yang lebih besar dan penting untuk melangkah lebih jauh dalam pengurangan emisi terbukti lebih banyak dihasilkan di KTT iklim COP27 kali ini.

Setelah keputusan tentang dana disetujui, pembicaraan ditunda selama 30 menit agar delegasi dapat membaca teks tindakan lain yang akan mereka pilih. "Beginilah perjalanan kami selama 30 tahun akhirnya, kami harap membuahkan hasil hari ini," kata Menteri Iklim Pakistan Sherry Rehman, yang sering memimpin negara-negara termiskin di dunia.

Ia mengungkapkan, sepertiga negaranya terendam musim panas oleh banjir dahsyat. Ia serta pejabat lainnya menggunakan moto "Apa yang terjadi di Pakistan tidak akan bertahan di Pakistan".

"Dana kerugian dan kerusakan ini akan menjadi penyelamat bagi keluarga miskin yang rumahnya hancur, petani yang ladangnya rusak, dan penduduk pulau yang terpaksa meninggalkan rumah leluhur mereka,” kata Ani Dasgupta, presiden lembaga pemikir lingkungan World Resources Institute, beberapa menit setelah persetujuan dini hari. Ia menambahkan "Hasil positif dari COP27 ini merupakan langkah penting untuk membangun kembali kepercayaan dengan negara-negara yang rentan".

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bersatu Atasi Dampak

Hasil COP27 adalah cerminan dari apa yang bisa dilakukan ketika negara-negara termiskin tetap bersatu, menurut Alex Scott, pakar diplomasi iklim di think tank E3G. "Saya pikir ini sangat penting untuk membuat pemerintah bersatu untuk benar-benar menyelesaikan setidaknya langkah pertama ... bagaimana menangani masalah kerugian dan kerusakan," kata Scott.

Tapi seperti semua keuangan iklim, menciptakan dana adalah satu hal, membuat uang mengalir masuk dan keluar adalah hal lain, katanya. Negara maju masih belum menepati janjinya pada tahun 2009 untuk membelanjakan 100 miliar euro per tahun untuk bantuan iklim lainnya yang dirancang untuk membantu negara miskin mengembangkan energi hijau dan beradaptasi dengan pemanasan global di masa depan.

"Perjanjian tersebut menawarkan harapan kepada orang-orang yang rentan akan dampak perubahan iklim bahwa mereka akan mendapatkan bantuan untuk pulih dari bencana iklim dan membangun kembali kehidupan mereka," kata Harjeet Singh, kepala strategi politik global di Jaringan Aksi Iklim Internasional.

Sementara itu ilmuwan iklim Dartmouth, Justin Mankin mengatakan, kerugian dan kerusakan adalah cara untuk mengenali bahaya masa lalu dan mengkompensasi kerugian masa lalu. Ia menghitung jumlah dolar untuk pemanasan di setiap negara. "Bahaya ini dapat diidentifikasi secara ilmiah," ungkapnya.

Sementara profesor kesehatan lingkungan dan keadilan University of Maryland, Sacoby Wilson mengatakan dalam banyak hal, semua orang sedang berbicara tentang reparasi. "Istilah yang tepat untuk digunakan, karena negara-negara utara yang kaya mendapat manfaat dari bahan bakar fosil, sedangkan negara-negara selatan yang lebih miskin mengalami kerusakan akibat banjir, kekeringan, pengungsian iklim, dan kelaparan," ia menambahkan.

3 dari 4 halaman

Penggunaan Dana

Sementara itu, pemerintah Mesir yang telah dikritik oleh semua pihak, mengusulkan kesepakatan kerugian dan kerusakan baru, dan dalam beberapa jam kesepakatan tercapai. Tetapi negosiator Norwegia mengatakan bahwa bukan Mesir tetapi negara lain yang bekerja sama. 

Utusan iklim Jerman Jennifer Morgan dan Menteri Lingkungan Chili Maisa Rojas, yang menggiring kesepakatan itu ke dalam agenda dan ke garis finis, saling berpelukan setelah perjalanan, berpose untuk difoto dan berkata "ya, kami berhasil!". Menurut perjanjian tersebut, dana pada awalnya akan diambil dari kontribusi negara-negara maju dan sumber-sumber swasta dan publik lainnya seperti lembaga keuangan internasional.

Sementara negara-negara berkembang utama seperti China pada awalnya tidak diminta untuk berkontribusi, opsi itu tetap ada di atas meja dan akan dinegosiasikan selama beberapa tahun mendatang. Ini adalah permintaan utama dari Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Mereka berpendapat bahwa China dan pencemar besar lainnya yang saat ini diklasifikasikan sebagai negara berkembang memiliki kekuatan finansial dan tanggung jawab untuk membayarnya. Dana tersebut sebagian besar akan ditujukan untuk negara-negara yang paling rentan, meskipun akan ada ruang bagi negara-negara berpenghasilan menengah yang sangat terpukul oleh bencana iklim untuk mendapatkan bantuan.

4 dari 4 halaman

Kesepakatan Lain

Sementara memasuki sesi terakhir, garis pertempuran ditarik atas permintaan India untuk mengubah perjanjian tahun lalu yang menyerukan penurunan bertahap "batubara yang tidak berkurang" untuk memasukkan penurunan bertahap minyak dan gas alam, dua bahan bakar fosil lain yang menghasilkan panas dan menjebak gas. 

"Beberapa dari kita mencoba mengatakan bahwa sebenarnya harus menjaga pemanasan global di bawah 1,5 derajat dan itu membutuhkan tindakan. Kita harus mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, misalnya," kata kata menteri perubahan iklim Norwegia Espen Barth Eide kepada The Associated Press.

Ada pula kekhawatiran yang kuat di antara negara maju dan negara berkembang tentang proposal pengurangan emisi gas rumah kaca, yang dikenal sebagai mitigasi. Para pejabat mengatakan apa yang diajukan oleh Mesir mundur dari beberapa komitmen yang dibuat pada konferensi iklim PBB tahun lalu di Glasgow yang bertujuan mempertahankan target membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius.

Dunia telah menghangat 1,1 derajat Celcius sejak pertengahan abad ke-19. Beberapa istilah Mesir tentang mitigasi tampaknya dikembalikan ke perjanjian Paris 2015, yang terjadi sebelum para ilmuwan mengetahui betapa pentingnya ambang batas 1,5 derajat.

"Kita perlu mendapatkan kesepakatan tentang 1,5 derajat. Kami membutuhkan kata-kata yang kuat tentang mitigasi dan itulah yang akan kami dorong," sebut Menteri Lingkungan Hidup Irlandia Eamon Ryan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.