Sukses

Buntut Panjang 3 Artefak Kuno Senilai Rp1,2 Triliun Pecah di Museum Istana Nasional Taiwan

Profesionalitas pihak Museum Istana Nasional Taiwan dalam menangani artefak-artefak kuno peninggalan Dinasti Qing dan Ming dipertanyakan.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Museum Istana Nasional Taiwan dituntut untuk mundur setelah lembaga tersebut mengaku telah memecahkan tiga artefak berharga Dinasti Ming dan Qing, senilai total 2,5 miliar dolar Taiwan atau sekitar Rp1,2 triliun. Direktur museum Wu Mi-cha dinilai mencoba untuk menyembunyikan masalah itu selama lebih dari setahun.

Legislator oposisi KMT, Charles I-hsin Chen menuding Wu telah memerintahkan staf museum untuk tidak berbicara kepada siapa pun tentang kerusakan itu. Ia juga meminta agar kesalahan penanganan artefak itu tidak dicatat sampai barang-barang berharga itu sepenuhnya diperbaiki.

Dikutip dari South China Morning Post, Senin (7/11/2022), Chen menuduh semua dokumen terkait dirahasiakan. Pihak museum diketahui baru mengakui kerusakan artefak itu pada Jumat, 28 Oktober 2022. Chen menuntut Perdana Menteri Su Tseng-chang membuat gugus tugas untuk menginvestigasi masalah tersebut dan meminta Wu mundur atas tuduhan kelalaian dan menutup-nutupi.

Museum kemudian mengeluarkan pernyataan. Mereka tegas menolak tuduhan itu dan mengatakan Wu tidak pernah mencoba menyembunyikan kasus tersebut. Namun, pengamat menilai insiden tersebut mengungkap kekurangan museum dalam mengelola dan melestarikan artefak budaya.

Mereka juga meragukan apakah pemerintah Partai Progresif Demokratik yang condong pada kemerdekaan memprioritaskan untuk melestarikan 700.000 harta budaya Tiongkok yang disimpan di museum. Artefak-artefak itu sebagian besar berasal dari Museum Istana di Kota Terlarang Beijing. Pemimpin Kuomintang, Chiang Kai-shek melarikan diri dari daratan China pada 1949, setelah kalah perang saudara dengan pasukan komunis. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dinasti Ming dan Qing

Menurut museum, artefak yang pecah terdiri dari mangkuk, cangkir  teh, dan piring. Barang-barang dari abad ke-15 dan ke-17 itu ditemukan pecah dalam tiga insiden terpisah antara Februari 2021 hingga Mei 2022. 

Museum mengidentifikasi potongan-potongan itu sebagai mangkuk bermotif naga kuning dan hijau dari periode Hongzhi Dinasti Ming (1487-1505), rusak pada Februari tahun lalu dan mangkuk kuning yang menampilkan naga dan lapisan putih dari periode Kangxi Dinasti Qing (1654-1722), rusak pada bulan April tahun ini. Terakhir, piring porselen bunga biru-putih dari periode Qianlong Dinasti Qing (1711-99) yang rusak pada Mei 2022.

Pihak museum berdalih hanya kasus terakhir yang disebabkan oleh kesalahan manusia. Sementara, dua insiden pertama tidak ditemukan bukti kesalahan penanganan oleh pekerja museum dalam dua insiden pertama.

Dalam jumpa pers, Wu menyebut piring Qing mengalami kerusakan paling serius, setelah hancur menjadi tujuh bagian. Wu mengatakan seorang anggota staf senior telah meletakkannya di stasiun kerja setinggi 1 meter, yang secara tidak sengaja jatuh di lantai berkarpet. Tindakan disipliner kepada pegawai itu telah diberlakukan.

 

3 dari 4 halaman

Bantahan

Wu mengklaim artefak yang rusak tidak pernah dipajang di publik dan karena itu tidak diasuransikan. Ditanya soal harga tiga artefak yang rusak itu, Wu menyebut karena diklasifikan sebagai artefak biasa, nilai totalnya semestinya jauh lebih rendah dari 2,5 miliar dolar Taiwan.

Karena itu hanya "artefak biasa", dan bukan "artefak penting" atau "harta nasional", Wu juga menganggap tidak perlu terburu-buru mengumumkan kerusakan sebelum semuanya dikonfirmasi dan tanggung jawab diberikan. Pada 1 November 2022, museum mengeluarkan pernyataan dengan menyebut 395 buah kerusakan telah dipulihkan tanpa menyebut pihak yang bersalah.

Wu pun menyangkal telah memerintahkan pembungkaman, dan mengatakan semua penyelidikan internal dan prosedur pencarian fakta telah diikuti. Dia mengatakan mangkuk dan cangkir teh ditemukan pecah dalam paket mereka, dan museum belum dapat menentukan siapa yang bertanggung jawab.

Namun, alasan itu tidak bisa diterima pihak legislator KMT. Ma Wen-chune menyebut, sudah lebih dari setahun, artefak yang rusak belum juga bisa dipulihkan. "Jika Anda mengatakan ini bukan penyembunyian, lalu apa itu?" tanya Ma.

 

4 dari 4 halaman

Profesionalisme Dipertanyakan

Dia berpendapat museum istana adalah tempat utama, bukan ruang koleksi seni biasa, dan harus memiliki prosedur operasi standar yang sangat ketat untuk menangani artefak sejarah. "Ini menunjukkan bahwa ada kelemahan serius dalam tim manajemen. Bagaimana kita bisa mempercayai profesionalisme mereka?" kata perempuan itu.

Tuan Hsin-yi, sekretaris jenderal Asosiasi Promosi Pendidikan Bahasa Mandarin yang berbasis di Taipei, juga mempertanyakan profesionalisme manajemen museum, dengan mengatakan, "[Wu] adalah seorang sejarawan daripada ahli museum."

Lo Chih-chiang, mantan anggota dewan Kota Taipei, mengatakan Wu, yang ditunjuk oleh pemerintah DPP, tampaknya lebih peduli dengan pola pikir partai yang berkuasa yang “hanya peduli tentang Taiwan dan Taiwan, meskipun faktanya koleksi museum merupakan yang paling berharga. artefak budaya umat manusia”.

Chen Jiau-hua, ketua Partai Kekuatan Baru yang pro-kemerdekaan, mengatakan museum harus meningkatkan protokolnya tentang bagaimana artefak bersejarah dikelola dan dilestarikan. "Insiden tersebut mengungkap kekurangan dalam prosedur yang digunakan museum untuk melaporkan dan menangani artefak yang rusak," katanya.

Museum Istana Nasional di Taipei secara resmi dibuka pada 1965. Bangunan itu menampung salah satu koleksi artefak Tiongkok berharga terbesar di dunia, yang mencakup sejarah 5.000 tahun.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.