Sukses

Riset Ungkap Kebiasaan Mengupil Terkait dengan Risiko Alzheimer dan Demensia

Penelitian baru menunjukkan mengupil dapat meningkatkan risiko terkena penyakit Alzheimer dan demensia.

Liputan6.com, Jakarta - Penelitian baru menunjukkan bahwa mengupil dapat meningkatkan risiko terkena penyakit Alzheimer dan demensia. Bakteri yang menempel di jari bisa masuk ke saraf penciuman di rongga hidung dan berjalan hingga mencapai otak.

Proses tersebut menjadi penanda yang merupakan "tanda penyakit Alzheimer," menurut para ilmuwan dari Universitas Griffith Australia. Secara khusus, penelitian yang diterbitkan dalam Scientific Reports, mengamati bakteri Chlamydia pneumoniae, yaitu kuman penyebab infeksi pernapasan, termasuk pneumonia, yang menggunakan saraf penciuman sebagai 'jalur invasi untuk menyerang sistem saraf pusat'.

Sel-sel di otak kemudian merespons serangan tersebut dengan menyimpan protein beta amiloid, ciri khas Alzheimer. "Kami adalah orang pertama yang menunjukkan bahwa Chlamydia pneumoniae dapat langsung naik ke hidung dan ke otak di mana ia dapat memicu patologi yang terlihat seperti penyakit Alzheimer," ungkap Profesor James St. John, rekan penulis studi dan kepala Clem Jones Center for Neurobiology and Stem Cell Research, dikutip dari New York Post, Selasa, 1 November 2022.

Penelitian itu dilakukan pada tikus. Meski begitu, St. John menyebut risiko itu juga bisa menimpa manusia. Para peneliti menyatakan, saraf penciuman berfungsi sebagai jalur singkat bagi bakteri untuk mencapai otak saat melewati penghalang antara darah dan otak.

Penelitian itu akan terus berlanjut. Mereka berikutnya akan membuktikan hipotesis tersebut pada manusia. "Kita perlu melakukan penelitian ini pada manusia dan memastikan apakah jalur yang sama beroperasi dengan cara yang sama. Itu penelitian yang sudah diusulkan banyak orang, tapi belum selesai," kata St. John. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Hilangnya Indra Penciuman

St. John dan timnya mencatat bahwa hilangnya penciuman bisa menjadi tanda awal Alzheimer. Karena itu, ia menyarankan agar mereka yang berusia 60 tahun ke atas menjalani tes penciuman sebagai deteksi dini. Ia menambahkan, "Apa yang kami ketahui adalah bahwa bakteri yang sama ini ada pada manusia, tetapi kami belum mengetahui bagaimana mereka sampai di sana." 

"Begitu Anda berusia di atas 65 tahun, faktor risiko Anda naik. Tetapi, kami juga melihat penyebab lain, karena ini bukan hanya usia tapi juga paparan lingkungan. Kami berpikir bahwa bakteri dan virus sangat berperan penting," papar St John.

Dia juga menyampaikan beberapa panduan berharga tentang bagaimana melindungi diri dari tekanan neurologis saat mengupil. "Mengupil dan mencabut rambut hidung bukanlah ide yang baik... Kami tidak ingin Anda merusak bagian dalam hidung dengan mengupil atau mencabut rambutnya (karena akan merusak lapisan)."

"Jika Anda merusak lapisan hidung, Anda dapat meningkatkan jumlah bakteri yang bisa naik ke otak Anda."

3 dari 4 halaman

Tentang Alzheimer

Alzheimer merupakan salah satu kondisi yang memengaruhi kinerja otak. Menurut lembaga Alzheimer's Indonesia, di Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 1,2 juta orang dengan demensia pada 2016, yang akan meningkat menjadi 2 juta di 2030, bahkan 4 juta orang pada 2050.

Mengutip dari kanal Hot, Liputan6.com, 27 Januari 2022, penyakit ini sering ditemukan pada orang yang berusia 65 tahun ke atas. Tapi, alzheimer bukanlah bagian normal dari penuaan, melainkan penyakit neurologis progresif yang menyebabkan otak menyusut (atrofi) dan sel-sel otak mati.

Gejalanya bisa memburuk secara bertahap selama beberapa tahun. Salah satu gejala utama alzheimer yaitu kehilangan memori jangka pendek. Penyakit Alzheimer melibatkan bagian otak yang mengontrol pikiran, memori, dan bahasa. Penyakit tersebut dapat sangat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Melansir dari laman Healthline, penyakit Alzheimer adalah bentuk progresif dari demensia. Demensia adalah istilah yang lebih luas untuk kondisi yang secara negatif mempengaruhi memori, pemikiran, dan perilaku. Perubahan tersebut mengganggu kehidupan sehari-hari.

4 dari 4 halaman

Penyebab Alzheimer

Melansir dari Mayo Clinic, penyebab pasti alzheimer belum seluruhnya dapat dipahami. Menurut CDC, ilmuwan percaya tidak ada penyebab tunggal dari penyakit tersebut. Penyakit ini juga diyakini sebagai hasil dari beberapa faktor yang dapat memengaruhi setiap orang dengan cara berbeda.

Pada orang dengan Alzheimer, jaringan otak memiliki lebih sedikit sel saraf dan koneksi. Deposit kecil, yang dikenal sebagai plak dan kusut, menumpuk di jaringan saraf. Plak berkembang di antara sel-sel otak yang sekarat. Mereka terbuat dari protein yang dikenal sebagai beta-amiloid. Kekusutan, sementara itu, terjadi di dalam sel-sel saraf. Mereka terbuat dari protein lain yang disebut tau.

Para peneliti tidak sepenuhnya memahami mengapa perubahan ini terjadi. Beberapa faktor mungkin terlibat, seperti usia, riwayat keluarga, dan genetika.

Tidak ada obat untuk Alzheimer, tetapi ada perawatan yang dapat memperlambat perkembangan penyakit dan dapat meningkatkan kualitas hidup. Perjalanan setiap orang dengan penyakit Alzheimer berbeda.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.