Sukses

Mengenal Pola Asuh dan Karakteristik Anak Generasi Alfa

Anak generasi alfa adalah anak-anak yang lahir dari 2010 hingga saat ini.

Liputan6.com, Jakarta - Pengelompokan generasi merujuk dari jangkauan rentang usia tertentu. Menurut laman Generation Alpha, generasi alfa adalah anak-anak yang lahir dari 2010 hingga 2024.

Psikolog anak dan keluarga Samanta Elsener menyampaikan bahwa anak generasi alfa akan menjadi generasi yang maju. Mereka memiliki beberapa karakteristik yang penting diketahui oleh orangtua untuk mendampingi dan mengarahkan ke depannya.

"Dari karakteristik pasti mereka melek teknologi dan kecerdasannya sangat tinggi melampaui kecerdasan generasi sebelumnya," kata Samanta dalam peluncuran Biostime di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa, 20 September 2022.

Samanta menjelaskan bahwa pada 2010 banyak penelitian yang menyebut anak tidak boleh terpapar oleh gawai. Setelah 12 tahun berlalu dengan dilengkapi ragam penelitian baru, ternyata penggunaan gawai justru disarankan.

"Disarankan, tapi enggak boleh kebanyakan. Anak tidak boleh menggunakan gadget sendiri supaya tidak terjadi tantangan," demikian tambah Samanta.

Samanta menerangkan, risiko anak generasi alfa bila terpapar gawai tanpa pendampingan orangtua dapat membuat anak susah bicara, keterlambatan bicara, gangguan pemrosesan sensorik, dan tantangan interaksi sosial anak dengan beragam turunannya yang dapat memengaruhi tingkat konsentrasi belajar.

"Terpapar gadget saat anak sendiri itu hanya satu arah, (tidak ada) stimulasi. Beda kalau ada ibu yang lihat konteks video bukan hanya satu. Misal, satu cuplikan ada tokoh kartun, ada pohon-pohon dan pemandangan, dikasih stimulasi, seperti apa ceritanya jadi bikin anak mau ngomong," terangnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pendampingan Orangtua

Dalam mendampingi dan mengarahkan anak generasi alfa, ada beberapa hal yang juga perlu diketahui orangtua. Salah satunya soal regulasi emosi yang jadi poin utama yang harus dipersiapkan.

"Orangtua yang masih belajar regulasi emosi, supaya bisa mendampingi anak, kata kunci cuma satu, kita sabar. Pas anak mau bikin marah, putar balik dulu jangan sampai teriak dan bentak anak karena anak generasi alfa very sensitive person. Karena (mereka) mau menyelesaikan masalah, tingkat kecerdasan tinggi pasti daya ingat tinggi, dan siapkan jawaban ketika anak bertanya," ungkap Samanta.

Ia menegaskan, ketika anak generasi alfa bertanya, orangtua tidak bisa menjawab sekadarnya saja. Jika belum mendapat jawaban yang tepat, orangtua dapat menjelaskannya dengan mencari tahu bersama buah hati.

"Saat anak usia tiga tahun mulai tanya 'Itu apa?' 'Kenapa?' 'Kok gitu,' tapi diulang-ulang bisa bikin emosi. Kita kasih ekspresi tidak tahu atau kita bentak anak, dia akan ingat," jelas Samanta.

 

3 dari 4 halaman

Banyak Bertanya

Ia menjelaskan, orangtua juga dapat bertanya balik ke anak mengapa ia banyak bertanya. Ini dilakukan agar anak menjadi sadar dirinya bertanya dan ada hubungannya pada cara anak mengembangkan rasa ingin tahunya.

Orangtua, dikatakan Samanta, juga perlu mempersiapkan informasi penting tentang stimulasi anak. Hal tersebut agar setiap tahap yang signifikan dalam perkembangan anak dapat tercapai dengan optimal.

"Informasi lain seputar meningkatkan skill anak, punya interaksi sosial yang okay, pembahasan-pembahasan tentang emosional perlu dilatih. Mom mulai terbiasa tanya bagaimana perasaan anak hari ini," tuturnya.

Di sisi lain, sulit rasanya memisahkan anak generasi alfa dengan gawai. Samanta menjelaskan dalam penggunaan gawai, screen time anak berusia 0--2 tahun sebisa mungki berkaitan dengan video call.

"Kapan bisa kasih tayangan mereka, boleh bentuknya di televisi yang screen-nya besar dan jarak tidak dekat dengan mata anak, kasih lagu anak dan ada interaksi, ada pertanyaan prompting, jadi anak-anak merasa diajak terlibat di dalam tayangan tersebut," tambahnya.

4 dari 4 halaman

Screen Time

Samanta menambahkan, "Jangan nonton akuarium atau (tayangan) tidak ada suara sama sekali, kecuali kita menceritakannya ke anak. Kalau bisa ada gerakan dance yang menstimulasi motorik kasar dan halus."

Selanjutnya, dikatakan Samanta, adalah yang berkaitan dengan kecerdasan intelektual. "Ini adalah salah satu peran genetik, nutrisi, dan yang pasti stimulasi. Genetik tidak bisa diubah, tapi bisa ubah dari nutrisi yang tepat untuk anak," katanya.

"Dari stimulasi sesuai usia sambil lihat misal dari buku tumbuh kembang ada milestone anak. Cek anak kita sudah mencapai tumbuh kembang milestone tersebut atau belum. Kalau sudah, bisa stimulasi ke usia selanjutnya," tambah Samanta.

Bila ada tahapan yang belum sesuai, Samanta menyebut agar tidak risau. "Kadang bulan depannya melejit. Bagusnya bergabung dengan komunitas jadi lebih update sama informasi. Saat ajak anak ke dokter, konsultasi kembali supaya tidak kelewatan stimulasi dan bila ada isu tertentu, bisa dicari penanganan seperti apa," lanjutnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.