Sukses

Muncul Petisi Basmi Polusi Suara di Canggu Bali, Menparekraf: Kami Terima Laporan dari 1,5 Tahun Lalu

Menparekraf Sandiaga Uno mengaku menerima laporan bahwa musik bersuara keras dari sejumlah klub dan bar di Canggu, Bali, terdengar hingga pukul 4 pagi.

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah petisi berjudul "Basmi Polusi Suara di Canggu" beredar di laman Change.org sejak tiga minggu lalu. Petisi itu ditujukan di antaranya pada Presiden Joko Widodo alias Jokowi, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno.

Hingga Selasa (13/9/2022) pagi, 7.240 dari target 7.500 orang telah menandatangani petisi tersebut. Surat terbuka itu disampaikan menyusul keluhan atas suara musik keras yang dialami para penduduk dan tamu hotel di kawasan Canggu.

"Supaya Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu ketahui, di area Canggu, hampir setiap malam dalam seminggu, setiap minggu, setiap bulan, sebelum maupun kini setelah pandemi, TIDAK DIMUNGKINKAN manusia beristirahat tidur di malam hari, di jam-jam normal seperti di atas jam 10," tulis P. Dian, selaku pembuat petisi itu.

Ia menyebut suara musik menggelegar yang berasal dari bar-bar terbuka di Batu Bolong dan Berawa sampai membuat kaca-kaca jendela dan pintu bergetar. Gangguan suara itu berlangsung hampir setiap malam, bahkan terkadang sampai pukul 4 pagi. Padahal, lokasinya bersebelahan dengan pura-pura suci di Bali, seperti Pura Kahyangan Jagat.

Dian menyebut, sebenarnya ada aturan jam operasional bar yang berlaku. Para pelanggar bisa terkena penalti hingga pencabutan izin operasional. Namun, peringatan yang disampaikan Satpol PP setempat rupanya tidak diindahkan. "Setelah pandemi malah semakin parah," ia menyambung.

Ia menyebut, kebisingan itu menimbulkan penderitaan bagi ribuan orang, baik warga Bali, ekspatriat, maupun wisatawan mancanegara dan domestik. Banyak yang akhirnya angkat kaki meninggalkan Canggu karena tak tahan. Ia pun menyayangkan situasi yang disebutnya mengorbankan kesucian Bali demi "wisatawan murahan yang datang hanya untuk berhura-hura."

"Pendapatan pemerintah dari wisata murahan ini sambil nama Bali dirusak habis-habisan di dunia internasional, tentunya tidak sebanding dengan hilangnya pendapatan dari villa-villa hotel-hotel setempat karena ribuan yang sudah angkat kaki tidak lagi mau tinggal di area Canggu, bahkan tidak mau lagi datang ke Bali," ia menyatakan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Lingkungan Toksik

Dian berharap pemerintah setempat segera menertibkan oknum-oknum yang berkedok usaha restoran padahal diskotik yang buka hingga pagi hari. Tindakan tegas sangat mendesak karena, selain polusi suara, para pengunjung bar yang tepat bersebelahan dengan pura itu juga kerap berbuat onar.

"Dari mabuk-mabukan, seks, kencing di area pura, dan lain sebagainya yang mungkin lebih buruk lagi. Tidak jarang jam 3 pagi terjadi perkelahian dan juga kebut-kebutan pengendara sepeda motor yang sudah mabuk, yang berakhir dengan kecelakaan fatal. Selain itu, beberapa bar-bar yang berdiri di daerah pantai ini juga menimbulkan masalah lingkungan karena terlalu dekat dengan laut," sambung Dian.

Keluhan Dian didukung sejumlah warganet lain yang terganggu. Akun bernama Sara Beecroft mengungkap bahwa pihaknya telah berinvestasi membangun vila di Berawa, Bali, pada 2016, dengan keyakinan bahwa lingkungan di sana tenang dan jauh dari hiruk-pikuk seperti Kuta dan Legian. 

Tapi, keyakinan itu runtuh setelah sejumlah klub malam dibuka. Yang paling dikeluhkannya adalah musik dari Atlas Beach Club, nama baru Holywings Canggu yang sempat ditutup karena dugaan kasus penistaan agama.

"Atlas sangat agresif dan toksik. Tingkat kebisingan tidak dapat diterima dan berlanjut setelah tengah malam. Tentunya ini tidak bisa berlanjut karena lingkungan akan ditinggalkan dan satu-satunya turis di Berawa adalah pengunjung pesta Atlas. Jelas ini tidak berkelanjutan untuk komunitas lain dan bisnis di sekitarnya yang terdampak Atlas," imbuh Sara dalam Bahasa Inggris.

 

 

 

3 dari 4 halaman

Respons Menparekraf

Menparekraf Sandiaga Uno mengaku sudah menerima laporan tentang gangguan kebisingan itu dari sejumlah pemilik hotel di Canggu sejak 1,5 tahun lalu. Saat itu, pihaknya sudah menurunkan tim untuk mengatasi masalah tersebut dan bisa ditertibkan sementara karena kegiatan wisata belum terlalu padat dan kunjungan wisata belum banyak.

"Tapi sekarang, dengan kunjungan 10 ribu per hari, menimbulkan bukan hanya kepadatan, tapi kebisingan luar biasa sampai jam 4 pagi, saya diberi laporan," ujarnya dalam weekly press briefing, Senin, 12 September 2022.

Menurut Sandi, masalah itu, termasuk juga kemacetan, adalah imbas dari Canggu yang menjadi destinasi digital nomad, tapi belum tertata dengan baik. Ia kembali mengingatkan agar aparat setempat menegakkan seluruh peraturan dan memastikan kearifan lokal dan adat istiadat Bali dijaga.

Sementara, para pelaku usaha wajib mematuhi peraturan yang berlaku agar harmonisasi antara alam, manusia, dan budaya di Bali terus terjaga. "Kami akan melakukan kunjungan minggu ini ke Bali, spesifik berbicara kepada para pelaku, bagaimana mengatasi hal ini dan minta aparat setempat untuk turut membantu memastikan bahwa Canggu ini sudah menjadi (destinasi) digital nomad," ujarnya.

 

4 dari 4 halaman

Digital Nomad

Sandi menyebut dalam kurun waktu Januari hingga Agustus 2022, total 3.017 wisatawan digital nomad datang menggunakan visa wisata tujuan sosial budaya. Mayoritas berasal dari Rusia, Inggris, dan AS. 

"Canggu merupakan wilayah digital nomad terbesar di Bali, dan terjadi penyebaran di Jimbaran dan Uluwatu," kata dia.

Saat ini, kata Sandi, para wisatawan digital nomad sudah terfasilitasi dengan visa B211 yang berlaku untuk seluruh negara. Visa itu berlaku selama 60 hari atau dua bulan dan dapat diperpanjang selama 180 hari atau enam bulan.

Pemerintah juga menyiapkan sejumlah fasilitas pendukung, seperti coworking space, dan akan menambah fasilitas lainnya, seperti layanan imigrasi dan biro hukum; layanan makanan dan minuman; serta ruang kerja dan rapat. Tetapi seandainya bekerja, para turis itu harus mengurus Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) di kantor imigrasi setempat.

"Bapak presiden mengajak mengubah pola pikir kita semua. Tujuan kita bukan hanya mengatur dan mengontrol, tetapi harus melayani agar kunjungan semakin tinggi yang berkualitas, yang memiliki potensi investasi dan membuka lapangan kerja, juga membawa teknologi terkini dalam teknologi transfer," ujar Sandi.

Ia pun akan mempromosikan wisata digital nomad itu ke beberapa negara, seperti Singapura, Malaysia, dan wilayah Eropa dalam beberapa bulan ke depan. Ini termasuk menginformasikan soal visa wisata B211 dan second home visa untuk masa tinggal yang lebih panjang.

"Kita melihat digital ekonomi melandasi setiap lini pilar-pilar ekonomi kita. Saya memprediksi dengan terbukanya kita untuk mendapatkan investasi di digital ekonomi dan terbuka peluang usaha dan lapangan kerja untuk anak muda kita, dampak GDP kita akan naik 7,5 sampai 10 persen dalam waktu 5--10 tahun ke depan," Sandi menambahkan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.