Sukses

Cerita Akhir Pekan: Kisah Sukses Desa Wisata Nglanggeran

Sejumlah desa wisata membuktikan bahwa usaha tersebut mampu meningkatkan kesejahteraan warganya.

Liputan6.com, Jakarta - Nglanggeran di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menjadi salah satu bukti nyata kesuksesan program desa wisata. Banyak prestasi diraih, termasuk saat menyabet sebagai Desa Wisata Terbaik UNWTO 2021.

"Desa kami dulu sama seperti desa lain, konotasinya negatif tak jauh dari kemiskinan, urbanisasi, tak ada sesuatu yang membanggakan di desa sehingga masyarakatnya pergi ke kota mencari pekerjaan," kata Sugeng Handoko, pengelola wisata Gunung Api Purba Nglanggeran, Yogyakarta, saat dihubungi Liputan6.com, Kamis 1 September 2022. 

Sugeng mengungkapkan warga desa sebenarnya mulai aktif mengembangkan tempatnya sejak 1999. Hanya saja, tujuannya saat itu untuk mengkonservasi kawasan gunung api purba yang menjadi keunikan tempat itu.

Inisiatif untuk mengembangkan desa wisata mulai intens sejak 2007. Saat itu, warga desa dibantu dengan keberadaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM) di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sugeng yang merupakan pemuda asli desa itu ingin ikut membangun tanah kelahirannya. Ia pun aktif mengelola desa sejak duduk di semester III.

Hal pertama yang dilakukannya adalah mengidentifikasi potensi yang dimiliki desanya agar bisa menarik minat wisatawan. Ia melihat bahwa keindahan bentang alam dan gunung api purba mampu menjadi daya tarik Nglanggeran. Gunung tersebut berdasarkan sejarah geologinya, berumur tersier ( Oligo- Miosen) atau 0,6 – 70 juta tahun yang lalu.

Potensi unggulan ini dikembangkan sebagai spot wisata. Turis yang datang bisa memburu momen matahari terbit dengan treking ke puncak sekitar 50--60 menit.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Berbagai Atraksi

Di selatan gunung api purba itu terdapat air terjun musiman yang bisa dikunjungi turis. Lokasi air terjun berada di tengah terasering sawah dan berbentuk undakan bebatuan vulkanik. Turis bisa menikmati lokasi itu sambil melihat persawahan.

Selanjutnya, ada objek wisata Embung Kebun Buah Nglanggeran seluas 0,34 hektare yang digunakan untuk mengairi kebun buah durian dan kelengkeng. Jenis durian yang ditanam adalah jenis durian Montong dan kelengkengnya yaitu Kane.

Lokasi embung terletak sekitar 1,5 kilometer sebelah tenggara pintu masuk Kawasan Ekowisata Gunung Api Purba. Embung Nglanggeran merupakan embung pertama di DI.Yogyakarta, dibangun pada pertengahan 2012 dan diresmikan oleh Gubernur DIY pada 19 Februari 2013.

Wisatawan yang ingin ke Nglanggeran tak perlu khawatir mengenai tempat tinggal, sebab di sini sudah ada homestay. Total ada 80 homestay yang tersedia. Wisatawan bisa tinggal bersama penduduk lokal, merasakan suasana pedesaan dan bisa belajar banyak hal menjadi pengalaman yang tak pernah terlupakan. Opsi lainnya adalah glamping, agar bisa lebih dekat dengan alam.

Nglanggeran juga mengembangkan sistem e-ticketing untuk memudahkan reservasi. Nglanggeran bahkan menjadi pionir sistem e-ticketing di desa wisata. Terobosan itu dicetuskan pada 2015 dan mulai diterapkan oleh pengelola desa sejak 2016.

3 dari 5 halaman

Manfaat bagi Masyarakat dan Lingkungan

 

Sugeng mengatakan awalnya bukan hal mudah untuk meyakinkan masyarakat untuk bersama-sama mengembangkan desa wisata di tempatnya.  Namun, dukungan dari pemerintah, pihak swasta, dan kampus membantunya mengatasi tantangan itu.

Sembari diyakinkan, masyarakat juga diajari cara mengelola desa wisata dan memperoleh manfaat dari aktivitas pariwisata itu. Sugeng bersama warga juga membentuk kelembagaan untuk memudahkan pengelolaan desa wisata.

"Pariwisata tidak bisa dikerjakan sendiri. Akan lebih mudah melakukannya dengan kolaborasi dan membangun jejaring," ucap dia.

Warga yang disadarkan mulai melihat peluang meningkatkan kesejahteraan. Mereka masing-masing berbagi tugas menggarap potensi yang tersedia di desa. Ada yang menggarap bisnis oleh-oleh, membuka homestay, beternak, hingga mengolah produk cokelat, untuk mendapatkan pendapatan.

"Ekonomi, lapangan kerja terbuka, desa wisata telah memberi nilai tambah," kata Sugeng.

Setelah belasan tahun membangun, desa wisata yang dirintis bersama akhirnya memberi manfaat bersama. Yang paling terlihat, kata Sugeng, taraf hidup masyarakat meningkat. Warga Nglanggeran kini banyak yang bisa menyekolahkan anaknya hingga ke bangku kuliah. Mayoritas juga sudah memiliki kendaraan.

Desa wisata juga berefek positif pada keberlanjutan lingkungan di desa itu. Sugeng mengatakan tak ada lagi warga yang mengeksploitasi alam untuk mencari penghasilan. "Dulu masyarakat desa secara langsung mengambil gunung, pasir dan batu,"katanya. 

4 dari 5 halaman

Prestasi Nglanggeran

Tak sia-sia usaha belasan tahun untuk membangun Nglanggeran sebagai desa wisata yang maju. Satu per satu pengakuan diterima desa itu.

Pada 2013, Nglanggeran terpilih sebagai Juara II Desa Penerima PNPM Pariwisata Berprestasi Tingkat Nasional dari Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Kemudian pada 2017, mereka meraih gelar Desa Wisata Terbaik ASEAN dengan konsep CBT (Community Based Tourism). Pada 2018, Nglanggeran menjadi pemenang ASEAN Sustainable Tourism Award (ASTA).

Prestasi terbaik yang disabet Nglanggeran adalah menjadi Desa Wisata Terbaik Dunia 2021 versi UNWTO. Desa di Gunungkidul itu masuk menjadi satu dari 44 desa dari 32 negara yang diakui Organisasi Pariwisata Dunia PBB. Di antara 44 Desa Wisata Terbaik oleh UNWTO, sebanyak 20 desa lainnya akan mengikuti Program Peningkatan Inisiatif. 

Nglanggeran melalui proses panjang, terpilih dari 174 desa diusulkan oleh 75 negara anggota UNWTO. Setiap negara anggota dapat mengusulkan maksimal tiga desa untuk inisiatif percontohan 2021 yang saat itu, Indonesia juga mengajukan Tetebatu di Lombok Timur dan Wae Rebo di NTT. 

 

5 dari 5 halaman

Tantangan buat Desa Berkembang

Sementara, Tebat Lereh Meringang, di Dempo Selatan, Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan adalah satu yang masuk dalam kategori berkembang. Tebat Lereh memiliki potensi alam hutan lindung yang masih terjaga keasriannya. Desa yang terletak di kaki gunung Dempo itu juga memiliki banyak air terjun yang bisa dikunjungi wisatawan.

Meski belum semaju desa wisata Nglanggeran di Gunung Kidul Yogyakarta, Tebat Lereh Meringang yang baru tiga tahun jadi desa wisata terbilang sudah masuk kategori berkembang. Objek wisatanya meliputi Air Terjun Dua Tunggu dan Air Terjun Cuhup Anginan. 

Dari segi kebudayaan dan kuliner Tebat Lereh memiliki budaya lokal Pantau Sedekah. "Pantauan adalah ciri khas budaya kota Pagar Alam dilaksanakan pada saat menyambut pengantin baru atau tamu dari luar desa," ujar Yuanda, Ketua Desa Wisata dan pemuda penggerak desa Tebat Lereh Meringang. 

Ada kuliner tradisi yaitu Lemang yang memang merupakan makanan adat di desa Tebat Lereh Meringang. Keunikannya ada pada penyajiannya atau pembuatanya hanya diperuntungkan untuk acara sedekah atau selamatan saja, meski sekarang sudah banyak yang menjual lemang di pasar kota Pagar Alam.

Selain itu ada kuliner ikan masak kuning tempoyak, sebagai makanan khas dari kota pagar alam khususnya desa Tebat Lereh. Tempoyak sebagai fermentasi durian cukup banyak di desa ini karenakan warga desa menanam pohon durian yang usia pohonya sudah cukup lama.

Meski terbilang berkembang, menurut Yuanda masih banyak kesulitan yang kerap dihadapinya untuk membangun desa. "Menyatukan masyarakat, mengarahkan mereka, sebab budaya gotong royong saat ini sudah tidak sepenuhnya," ujarnya.

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.