Sukses

Pakai Kain Sebagai Busana Sehari-hari, Kenapa Tidak?

Pahami prinsip sederhana dalam berkain, serta cara merawat dan tips membelinya secara online.

Liputan6.com, Jakarta - Memakai kain sebagai busana sehari-hari, siapa takut? Prinsip sederhananya, Direktur Utama Swara Gembira, Rifan Rahman, mengatakan bahwa cukup perlahan-lahan dalam membiasakan berkain.

"Pikirkan kain sebagai alternatif busana sehari-hari," katanya saat ditemui di bilangan Jakarta Selatan, Selasa, 16 Agustus 2022. "Jadi, ini sama kayak pakai bawahan lain. Kadang celana, kadang rok, dan sekarang bisa ditambahkan kain. Esensinya bukan setiap hari (berkain), tapi jadi preferensi dulu."

Ia melanjutkan, ada beberapa dasar pemahaman tentang berkain. Pertama, berkain adalah seni ikat-mengikat. Artinya, berkain tidak melulu menggunakan kain batik bercorak penuh, tapi bisa juga yang minimalis.

"Itu pun sudah dicontohkan nenek moyang kita. Karena nenek moyang kita banyak sekali menggunakan kain yang justru serba hitam atau indigo, karena kebetulan daun tarum sebagai pewarna alami warga indigo dulu sangat banyak di hutan," Rifan menyambung.

Kemudian, seni berkain berarti kain sebagai bawahan tidak terjahit dan dikreasikan sedemikian rupa. Ia berkata, "Itulah yang membuat gaya berkain, misalnya di Bali, Yogyakarta, dan Sumatra, punya keunikan masing-masing yang harus kita kembangkan."

"Makanya kalau ditanya mengapa Swara Gembira enggak promosi saja kemeja batik, kalau dari kita, kita enggak mau menyoroti kain batik dari coraknya, tapi seni ikat-mengikatnya. Itu yang jadi kunci. Itu yang menurut kami membuat busana Indonesia hidup seperti akarnya," jelasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Seni Ikat-mengikat

Lebih lanjut Rifan mengatakan, kita juga harus belajar bahwa kunci seni ikat-mengikat adalah pengembangan dan padu-padan dengan budaya populer. Nenek moyang kita, ia bercerita, sudah melakukan akulturasi budaya dan padu-padan dengan budaya luar negeri.

"Contohnya, kalau kita lihat raja-raja di Jawa, mereka menggunakan beskap. Itu merupakan produk akulturasi dari Eropa (berupa) bespoke. Tentara di keraton pakai surjan, busana klasik tentara Inggris, sergeant jadi surjan. Atasan itu banyak akultutasinya," ia mengatakan.

"Kemudian sepatu, mereka pakai pantofel, dan itu dari Barat. Artinya, di tahun 2022, ketika yang tren sneaker, itu bisa dipakai, karena dulu mereka juga pakai fashion item yang populer saat itu," katanya. "Kalau zaman dulu sudah ada sneaker, dan populer, mereka mungkin akan pakai itu."

Ia menggarisbawahi, busana Indonesia tidak perlu sepenuhnya Indonesia, dari atas sampai bawah, tapi tetap bisa dipadu-padankan dengan barang fesyen populer. "Jadi, kalau kita mau pakai atasan oversized t-shirt, mau pakai sneaker atau boots karet karena itu lagi tren, silakan dipakai," ia menuturkan.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Tidak Menjahit Bawahan

Rifan menyambung, "Nenek moyang kita sudah mengajarkan bahwa dari semuanya, mereka enggak menjahit bawahan. Bahkan, mereka yang sudah memakai celana pun tetap melapisinya dengan kain. Mereka sadar mereka tetap harus membentuk identitasnya, dalam hal ini seni ikat-mengikat."

Ia juga mengatakan, penting membedakan kebutuhan berkain dalam kegiatan ritualistik dan keseharian. "Kalau ritulistik, misalnya datang ke pura atau acara kebudayan yang spesifik, jelas akan ada (aturan berkain)," katanya. "Hal yang sifatnya seragam itu tidak hanya di busana, tapi juga tutur kata dan doa. Ada aturannya."

Kendati demikian, untuk busana sehari-hari, berkain bisa lebih "cair." "Dasarnya, mereka (raja-raja zaman dulu) memerdekakan diri berkreasi dengan selembar kain tidak terjahit," ia berujar. "Dengan tidak terjahit, saat tubuh berubah, kita bisa tetap menggunakan kain yang sama. Jadi, masa pakai kain bisa sangat lama, dan itu sesuai konsep sustainable fashion yang sedang disuarakan."

4 dari 4 halaman

Jaga Kain Awet sampai Tips Membelinya Secara Online

Selaras dengan semangat itu, bagaimana merawat kain agar awet? Rifan mengatakan, seperti baju, Anda harus memahami bahan dari setiap kain yang dimiliki. "Secara general, (kain) harus dicuci dalam intensitas yang tepat," ucapnya.

Dengan mencuci, ia menyambung, berarti membantu memberi oksigen pada bahan kain tersebut. Ia menyambung, "Jadi kalau enggak pernah dicuci, justru (kain) jadi mudah robek. Idealnya untuk kain, itu sebaiknya gentle wash, kurangi deterjen terlalu banyak, dan memastikan itu bersih."

"Ada cara perawatan yang lebih spesifik, seperti pakai lerak, itu juga bisa digunakan," katanya. "Tapi, kami selalu komunikasikan, selama dicuci dengan baik, itu aman, karena kami enggak mau orang takut berkain karena berpikir mencucinya susah, padahal sebenarnya sama kayak bahan biasa."

Ke depan, ia tidak menampik mungkin saja akan ada label care pada kain, sebagaimana busana pada umumnya. Kemudian, bagaimana tips membeli kain secara online?

Rifan berkata, "Kalau di Pasar Wastra dan Kain Gembira (sub-unit Swara Gembira), kami memberikan deskripsi. Tapi, sebetulnya percaya saja bahwa kainnya bagus, karena ada proses kurasi. Kami enggak akan pernah menyediakan kain yang bahannya enggak nyaman dipakai, karena saat bikin Pasar Wastra dan Kain Gembira, kami sadar akan pertanyaan 'What's next?'"

Prinsip pertama dari berkain adalah kenyamanan, ia menuturkan. "Kalau tidak nyaman, mereka berhenti. (Di Pasar Wastra dan Kain Gembira) hampir enggak ada kain yang kaku dan enggak enak dipakai," katanya. Tidak ketinggalan, Anda diminta menilai visual dari masing-masing kain melalui foto yang dibagikan untuk disesuaikan dengan gaya personal.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.