Sukses

Profil Salman Rushdie, Penulis Ayat-Ayat Setan yang Ditusuk di Atas Panggung

Liputan6.com, Jakarta - Salman Rushdie, penulis novel Ayat-Ayat Setan, ditusuk di leher dan perut oleh seorang pria yang bergegas ke panggung saat penulis itu akan memberi ceramah di barat New York, Amerika Serikat (AS). Peristiwa itu tercatat terjadi pada Jumat, 12 September 2022, waktu setempat.

Dengan berlumuran darah, melansir AP, Sabtu (13/8/2022), pria berusia 75 tahun itu dilarikan ke rumah sakit dan menjalani operasi. Agennya, Andrew Wylie, mengatakan bahwa penulis itu menggunakan ventilator Jumat malam, dengan hati yang rusak, saraf putus di lengan dan mata yang kemungkinan besar akan hilang.

Dengan karya-karya sarat kontroversi, siapa sebenarnya Rushdie? Mengutip Britannica, pemilik nama lengkap Sir Ahmed Salman Rushdie ini lahir pada 19 Juni 1947 di Bombay (sekarang Mumbai]), India.

Novel-novel alegorisnya mengkaji isu-isu sejarah dan filosofis melalui "karakter-karakter surealis, humor, serta gaya prosa efusif dan melodramatis." Perlakuan terhadap subjek agama dan politik yang sensitif membuatnya jadi sosok kontroversial.

Rushdie adalah putra seorang pengusaha Muslim yang makmur di India. Ia telah mengenyam pendidikan di Rugby School dan University of Cambridge, tempatnya menerima gelar M.A. pada 1968. Sepanjang sebagian besar tahun 1970-an, ia bekerja di London sebagai copywriter periklanan.

Novel pertamanya yang diterbitkan, Grimus, muncul pada 1975. Novel Salman Rushdie berikutnya, Midnight's Children (1981), sebuah dongeng tentang India modern, adalah kesuksesan kritis dan populer tidak terduga yang membuatnya mendapatkan pengakuan internasional. Sebuah adaptasi film dari novel tersebut, yang mana ia menyusun skenarionya, dirilis pada 2012.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Menulis Novel Anak-Anak

Novel lain karya Salman Rushdie, Shame (1983), berdasarkan politik kontemporer di Pakistan, juga populer. Tapi, novel keempat Rushdie, The Satanic Verses alias Ayat-Ayat Setan, mendapat sambutan berbeda.

Beberapa petualangan dalam buku ini menggambarkan seorang tokoh yang dimodelkan pada Nabi Muhammad. Juga, menggambarkan, baik Rasulullah maupun transkripsi Al-Qur'an, dengan cara yang menuai kritik dari para pemimpin komunitas Muslim di Inggris, yang mengecam novel itu sebagai penistaan terhadap Islam.

Demonstrasi publik menentang buku tersebut menyebar ke Pakistan pada Januari 1989. Hingga pada 14 Februari 1989, pemimpin spiritual revolusioner Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini, secara terbuka mengutuk buku tersebut dan mengeluarkan fatwa terhadap Rushdie: hadiah ditawarkan pada siapa saja yang akan mengeksekusinya.

Karena itu, Rushdie bersembunyi di bawah perlindungan Scotland Yard. Walau terkadang muncul secara tidak terduga, dan beberapa kali di luar Inggris, penulis itu terpaksa membatasi pergerakannya.

Terlepas dari ancaman pembunuhan, Rushdie terus menulis. Ia salah satunya memproduksi Imaginary Homelands (1991), kumpulan esai dan kritik. Ia bahkan menulis novel anak-anak, Haroun and the Sea of ​​Stories (1990).

Juga, kumpulan cerpen East, West (1994); dan novel The Moor's Last Sigh (1995). Pada 1998, setelah hampir satu dekade, pemerintah Iran mengumum bahwa mereka tidak akan lagi memaksakan fatwanya terhadap Rushdie.

Ia pun menceritakan pengalamannya dalam memoar orang ketiga Joseph Anton (2012), judulnya mengacu pada alias yang ia adopsi dalam pengasingan. Setelah kembali ke kehidupan publik, Rushdie menerbitkan novel The Ground Beneath Her Feet (1999) dan Fury (2001).

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Karya Lainnya dan Penghargaan

Step Across This Line, kumpulan esai yang ditulis antara tahun 1992 dan 2002 tentang subjek mulai dari serangan 11 September hingga The Wizard of Oz, diterbitkan pada 2002. Novel-novel Rushdie berikutnya termasuk Shalimar the Clown (2005), sebuah penelitian terorisme yang berlatar belakang terutama di wilayah Kashmir yang disengketakan di India.

Juga, The Enchantress of Florence (2008), berdasarkan kisah fiksi kaisar Mughal Akbar. Buku anak-anak Luka and the Fire of Life (2010) berpusat pada upaya Luka, adik laki-laki protagonis Haroun and the Sea of Stories, untuk menemukan api tituler dan menghidupkan kembali ayahnya yang sakit.

Two Years Eight Months and Twenty-Eight Nights (2015) menggambarkan kekacauan yang terjadi dari penyewaan kain yang memisahkan dunia manusia dari dunia tokoh mitologi Arab yang dikenal sebagai jin. Menyukai kiasan folkloric, judulnya merujuk pada Seribu Satu Malam, novel ini membentangkan permadani dari kisah-kisah terhubung yang merayakan imajinasi manusia.

Dalam The Golden House (2017), Rushdie mengeksplorasi pengalaman imigran di Amerika Serikat melalui keluarga kaya India yang menetap di New York City pada awal abad ke-21. Novel berikutnya, Quichotte (2019), terinspirasi Don Quixote karya Cervantes. Lalu, Languages of Truth: Essays 2003-–2020 dirilis pada 2021.

Rushdie menerima Booker Prize pada 1981 untuk Midnight's Children. Novel ini kemudian memenangkan Booker of Bookers (1993) dan Best of the Booker (2008). Ia dianugerahi gelar kebangsawanan Inggris "sir" pada 2007, sebuah kehormatan yang dikritik pemerintah Iran dan parlemen Pakistan.

4 dari 4 halaman

Kronologi Kejadian

Soal penyerangan terhadap Salman Rushdie, polisi mengidentifikasi pelakunya sebagai Hadi Matar, 24, asal Fairview, New Jersey. Ia ditangkap di tempat kejadian dan sedang menunggu dakwaan. Motif serangan itu belum jelas, kata polisi negara bagian Mayor Eugene Staniszewski.

Seorang reporter Associated Press menyaksikan penyerang menghadang Rushdie di atas panggung di Chautauqua Institution dan meninju atau menikamnya 10 hingga 15 kali saat ia diperkenalkan. Penulis didorong atau jatuh ke lantai, dan pria itu ditangkap.

Dr Martin Haskell, seorang dokter yang termasuk di antara mereka yang bergegas membantu, menggambarkan luka Rushdie sebagai "serius, tapi dapat dipulihkan."

Moderator acara Henry Reese, 73, salah satu pendiri organisasi yang menawarkan residensi pada penulis yang menghadapi penganiayaan, juga diserang. Reese menderita cedera wajah, sempat dirawat dan sudah dibolehkan pulang dari rumah sakit, kata polisi. Ia dan Rushdie dijadwalkan membahas topik Amerika Serikat sebagai tempat perlindungan bagi para penulis dan seniman lain di pengasingan.

Seorang polisi negara bagian dan wakil sheriff daerah ditugaskan untuk kuliah Rushdie, dan polisi negara bagian mengatakan polisi itu melakukan penangkapan. Tapi setelah penyerangan, beberapa pengunjung lama mempertanyakan mengapa tidak ada keamanan yang lebih ketat untuk acara tersebut, mengingat ancaman keselamatan selama puluhan tahun terhadap Rushdie.

Rabi Charles Savenor termasuk di antara sekitar 2.500 orang yang hadir. Penyerang berlari ke peron dan "mulai mendorong Tuan Rushdie. Pada awalnya Anda seperti, 'Apa yang terjadi?' Dan kemudian jadi sangat jelas dalam beberapa detik bahwa ia dipukuli," kata Savenor. Ia mengatakan serangan itu berlangsung sekitar 20 detik.

Penonton lain, Kathleen James, mengatakan penyerang berpakaian hitam. "Kami pikir mungkin itu adalah bagian dari aksi untuk menunjukkan bahwa masih banyak kontroversi seputar penulis ini. Tapi, jadi jelas dalam beberapa detik bahwa itu bukan," katanya.

Matar, seperti pengunjung lain, telah memperoleh izin untuk memasuki lahan seluas 750 hektare milik institusi tersebut, kata Presiden Michael Hill. Pengacara tersangka, pembela umum Nathaniel Barone, mengatakan ia masih mengumpulkan informasi dan menolak berkomentar. Rumah Matar pun dijaga pihak berwenang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.