Sukses

60 Persen Penduduk Singapura Tertular Covid-19, Herd Immunity Masih Juga Belum Terbentuk

Herd immunity Singapura atas Covid-19 diperkirakan tidak akan mudah terbentuk, apa sebabnya?

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung mencatat sekitar 1,7 juta kasus positif Covid-19 terjadi di Singapura, yaitu sekitar 30 persen dari populasi. Pemerintah juga secara sistematis memantau sampel darah dari poliklinik dan sukarelawan sehat lainnya secara rutin.

"Dari sampel ini, kami memperkirakan sekitar 60 persen penduduk setempat kemungkinan telah terinfeksi Covid-19," kata Menteri Ong, dikutip dari Channel News Asia, Selasa (2/8/2022).

Meski begitu, ia yakini negara itu belum memiliki herd immunity alias kekebalan kelompok. Ini sejalan dengan pendapat sejumlah ilmuwan di seluruh dunia yang meyakini kekebalan kelompok tidak dapat dicapai karena virus terus bermutasi, lolos dari perlindungan vaksin, dan kembali menginfeksi manusia.

Ong meyakini "perlindungan penduduk terhadap penyakit yang parah" adalah melalui vaksinasi. Ini yang memungkinkan sistem perawatan kesehatan bisa mengatasi gelombang infeksi. Meski jumlah kasus meningkat, tingkat keparahannya tetap rendah.

Hal itu disampaikannya merespons pertanyaan yang diajukan salah satu anggota parlemen, Seah Kian Peng. Saat ini, Singapura kembali berada dalam gelombang infeksi Covid-19 yang dipicu oleh varian Omicron BA.5. Meski begitu, selama 10 hari terakhir, angka infeksi menurun. 

Rasio infeksi dari minggu ke minggu berada di bawah 0,9 dibandingkan pekan lalu. Ia meyakini tren penurunan itu akan berlanjut di pekan ini. Selasa gelombang Omicron dimulai pada awal tahun ini, hanya 2,4 persen orang yang terinfeksi yang dirawat di rumah sakit. Sementara saat ini, hanya 1,9 persen yang berakhir di rumah sakit. Ia juga menambahkan persentase kasus lebih rendah karena kasus yang tidak dilaporkan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kekhawatiran Singapura

Ong memperingatkan karena virus Covid-19 akan terus bermutasi, vaksinasi menjadi garda pelindung utama masyarakat terhadap Covid-19. Meski mengklaim memiliki cakupan vaksinasi yang baik, Kementerian Kesehatan Singapura tetap khawatir. Kekhawatiran pertama adalah rendahnya cakupan vaksin pada kaum lansia.

Ada 40.000 orang berusia 60 tahun ke atas yang belum mendapatkan suntikan booster, meskipun mereka memenuhi syarat. Sementara, 40.000 orang lainnya belum mendapatkan dua dosis.

Kekhawatiran kedua adalah kapan perlindungan vaksin akan mulai berkurang. "Data empiris kami menunjukkan bahwa setelah 10 bulan, efek perlindungan dari tiga dosis vaksin mRNA tetap sangat kuat dalam mencegah penyakit lebih parah," kata Ong.

Itu menjadi alasan agar mereka yang berusia 80 tahun ke atas mendapatkan booster kedua, atau vaksinasi dosis 4 karena mereka lebih rentan daripada orang yang lebih muda. "Para ahli kami secara aktif mempelajari manfaat suntikan keempat untuk orang berusia 60-79 tahun dalam mengurangi risiko penyakit lebih parah. Kami akan segera mengumumkan rekomendasi mereka, dan setelah siap," ujar Ong.

Mereka yang berada di bawah usia 60 tahun, tidak memerlukan booster kedua bila kondisi mereka sehat. Vaksinasi dosis tiga dinilai cukup memberi proteksi kepada mereka.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Booster untuk Anak

Secara terpisah, Menteri Senior Negara untuk Kesehatan Janil Putucheary menyebut anak-anak berusia 5--11 tahun kemungkinan memerlukan suntikan booster untuk menjaga tingkat kekebalan tetap tinggi. Kementerian Kesehatan saat ini sedang menyiapkan peluncuran vaksinasi booster untuk anak, yang diperkirakan akan berlaku pada dua bulan ke depan. Sementara, anak di bawah 5 tahun belum akan divaksinasi.

Ong menyoroti penggunaan istilah "up-to-date" vaksinasi, daripada suntikan booster kedua atau ketiga. "Ini karena pada titik tertentu, seperti vaksinasi flu, kita harus berhenti menghitung jumlah suntikan yang kita ambil," ujarnya.

"Sebaliknya, kita harus memastikan bahwa kita mendapatkan suntikan pada interval yang sesuai – mungkin sembilan bulan, mungkin setahun, dan ini adalah sesuatu yang akan coba ditentukan oleh Kemenkes dalam beberapa bulan mendatang," ia menjelaskan.

Ong juga menyoroti potensi munculnya varian baru yang lebih menular, menyebabkan penyakit yang lebih parah, atau melemahkan perlindungan vaksin saat ini. "Jika kita menemukan varian seperti itu, pembatasan sosial akan menjadi perlu lagi," katanya.

4 dari 4 halaman

Percepat Booster di Dalam Negeri

Di Indonesia, jumlah kasus positif Covid-19 masih terus bertambah yang dipicu kemunculan varian Omicron BA.4 dan BA.5. Masyarakat pun didesak untuk segera menjalani vaksin booster. Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Safrizal ZA mendorong seluruh pemerintah daerah mempercepat vaksinasi booster Covid-19 di masa PPKM Level 1. 

"Diminta kepada para kepala daerah untuk terus melakukan dukungan percepatan pelaksanaan booster secara proaktif, terfokus, dan terkoordinir sebagai wujud preventive action terhadap varian baru yang muncul," ujar Safrizal dalam keterangan tertulis, dikutip dari kanal News Liputan6.com

Safrizal juga menyampaikan bahwa pemerintah memutuskan untuk kembali memperpanjang masa PPKM, seiring dengan peningkatan kasus positif Covid-19 varian Omicron BA.4 dan BA.5. Masa PPKM ini berlaku sejak 2-15 Agustus 2022 untuk Jawa-Bali. Kebijakan tentang PPKM diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 38 Tahun 2022 untuk pelaksanaan PPKM di Jawa dan Bali, serta Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2022 untuk PPKM di Luar Jawa dan Bali yang berlaku pada 2--5 September 2022.

Dalam kedua Inmendagri tersebut, kondisi di seluruh daerah baik itu di daerah Jawa dan Bali maupun di Luar Jawa dan Bali, tetap berada di PPKM Level 1. Penetapan Level 1 di seluruh Indonesia berdasarkan pertimbangan dari para pakar dengan mempertimbangkan kondisi faktual di lapangan.

Safrizal menuturkan bahwa kenaikan jumlah kasus Covid-19 tidak disertai peningkatan keterisian rumah sakit (BOR). "Hal ini menunjukkan fatality rate dari virus Covid-19 saat ini terkendali sehingga masyarakat tidak perlu panik tetapi tetap menjaga disiplin protokol kesehatan, khususnya di tempat tertutup dan tempat yang berpotensi menimbulkan kerumunan," ucapnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.