Sukses

6 Fakta Menarik Aceh Tengah, Punya Tradisi Pacuan Kuda dengan Joki Cilik

Ibu kota Aceh Tengah, Takengon, dikenal dengan berbagai julukan, di antaranya Negeri di Atas Awan.

Liputan6.com, Jakarta - Aceh Tengah adalah salah satu kabupaten di Provinsi Aceh, Indonesia. Ibu kotanya adalah Takengon, sebuah kota kecil berhawa sejuk yang berada di salah satu bagian punggung pegunungan Bukit Barisan yang membentang sepanjang Pulau Sumatra. Kabupaten Aceh Tengah berada di kawasan Dataran Tinggi Gayo.

Kabupaten lain yang berada di kawasan ini adalah Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Gayo Lues. Tiga kota utamanya, yaitu Takengon, Blang Kejeren, dan Simpang Tiga Redelong. Jalan yang menghubungkan ketiga kota ini melewati daerah dengan pemandangan yang sangat indah.

Dulu, Gayo merupakan kawasan yang terpencil sebelum pembangunan jalan dilaksanakan di daerah ini. Kabupaten Aceh Tengah terdiri dari 14 kecamatan dan 295 desa dengan jumlah penduduk 208.407 jiwa pada 2017.

Tentu bukan itu saja hal-hal menarik dari Aceh Tengah. Berikut enam fakta menarik seputar Kabupaten Aceh Tengah yang dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Senin, 4 Juli 2022.

1. Takengon

Takengon merupakan kawasan berhawa sejuk yang berada di ketinggian sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut. Di sekitar Takengon banyak terdapat tempat wisata indah yang menarik untuk dikunjungi.

Penduduk Takengon terdiri dari beragam suku dan etnis. Mayoritas penduduk Takengon merupakan suku Aceh. Selain itu, ada pula suku Jawa, Suku Gayo, Suku Minangkabau, Suku Karo, Suku Mandailing, dan etnis keturunan Tionghoa.

Takengon berasal dari bahasa Aceh "Tikungan" yang artinya kelokan, karena untuk menuju ke kota kecil ini harus melewati tanjakan perbukitan dan menelusuri lereng gunung dengan jalan berkelok kelok yang terjal dan curam penuh pepohonan lebat sepanjang jalan. Takengon berhasil meraih piala Adipura, penghargaan untuk kota terbersih selama dua tahun berturut-turut, yakni pada 2016 dan 2017.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

2. Kesenian Didong

Didong adalah sebuah kesenian rakyat Gayo yang memadukan unsur tari, vokal, dan sastra. Didong dimulai sejak zaman Reje Linge XIII. Salah seorang seniman yang peduli pada kesenian ini adalah Abdul Kadir To`et. Kesenian didong lebih digemari oleh masyarakat Takengon dan Bener Meriah.

Ada yang berpendapat bahwa kata "didong" mendekati pengertian kata "denang" atau "donang" yang artinya "nyanyian sambil bekerja atau untuk menghibur hati atau bersama-sama dengan bunyi-bunyian." Ada pula yang berpendapat bahwa Didong berasal dari kata "din" dan "dong." "Din" berarti Agama dan "dong" artinya Dakwah.

Awalnya, didong digunakan sebagai sarana bagi penyebaran agama Islam melalui media syair. Para ceh (seniman) didong tidak hanya menyampaikan tutur pada penonton yang dibalut dengan nilai-nilai estetika, melainkan di dalamnya bertujuan agar masyarakat pendengarnya dapat memaknai hidup sesuai realitas kehidupan para Nabi dan tokoh-tokoh Islam.

Dalam perkembangannya, didong tidak hanya ditampilkan pada hari-hari besar agama Islam, melainkan juga dalam upacara-upacara adat, seperti perkawinan, khitanan, mendirikan rumah, panen raya, penyambutan tamu, dan sebagainya.

3 dari 6 halaman

3. Pacuan Kuda

Takengon tak hanya memiliki destinasi wisata yang eksotis, tapi juga kaya tradisi masyarakatnya. Dari banyak tradisi yang ada, salah satunya pacuan kuda. Takengon pun dikenal dengan berbagai julukan, di antaranya Negeri di Atas Awan.

Takengon juga dijuluki sebagai Dataran Tinggi Tanoh Gayo dan Negeri Antara. Setiap ajang tradisi pacuan kuda digelar, masyarakat membanjiri kota Takengon untuk menyaksikannya. Pacuan kuda tradisional itu biasanya diselenggarakan dua kali selama setahun di Kabupaten Aceh Tengah, yaitu memperingati HUT Kota Takengon dan HUT RI.

Pacuan kuda di Takengon ini sudah sejak zaman kolonial Belanda. Itu utamanya diselenggarakan setelah para petani memanen hasil pertanian. Uniknya, para jokinya disebut joki cilik, dan umumnya masih duduk di bangku SMP. Saat menunggang kuda, mereka tidak mengenakan pelana.

4 dari 6 halaman

4. Dermaga Pantai Menye

Pantai Menye termasuk salah satu tempat wisata favorit di Aceh. Pantai ini terletak di Desa Lenong Bulan Dua, Takengon, Aceh Tengah. Meski disebut pantai, tempat wisata yang satu ini merupakan sebuah danau air tawar yang sangat luas. 

Dermaga Pantai Menye secara resmi dibuka pada Agustus 2020. Tempat wisata ini bisa dijangkau dengan transportasi pribadi, baik roda dua atau empat. Jarak tempuh Pantai Menye sekitar 50 menit dari pusat Kota Takengon.

Dermaga ini mempunyai ciri khas yang unik dan menarik terlihat dari bentuknya yang didesain dari kayu pilihan menyerupai ukiran kerawang Gayo.

Untuk dapat menikmati keindahan Pantai Menye, pengunjung perlu membayar Rp10 ribu di hari libur atau ahir pekan, dan gratis di hari biasa. Biaya parkir kendaraan adalah Rp5 ribu. Tempat wisata ini memang dibangun pemerintah setempat, namun pengelolaannya diserahkan ke Kelompok Sadar Wisata (KSW) di desa itu.

5 dari 6 halaman

5. Pantan Terong

Pantan Terong adalah sebuah bukit yang terletak di puncak bukit Dataran Tinggi Gayo Takengon Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah. Bukit ini berada pada ketinggian lebih dari 1.350 meter di atas permukaan laut.

Dari tempat ini, selain tampak Kota Takengon dan Danau Laut Tawar secara keseluruhan, juga terlihat lapangan Pacuan Kuda Belang Bebangka di Kecamatan Pegasing, serta bandar udara Rembele di Simpang Tiga Redelong, dengan dikelilingi punggung gunung Bukit Barisan yang elok.

Pantan Terong memiliki medan yang cukup terjal dan menanjak. Namun, tempat ini masih dapat dijangkau dengan kendaraan roda empat atau dua. Pengunjung juga bisa berjalan kaki menyusuri jalur yang telah disediakan untuk mencapai Pantan Terong.

6 dari 6 halaman

6. Kuliner Aceh Tengah

Mayoritas masyarakat Aceh Tengah merupakan bagian dari suku Gayo. Budaya, adat istiadat, dan tradisi mereka mirip dengan Kabupaten Gayo Lues dan Kabupaten Bener Meriah. Tapi untuk urusan makanan, tetap ada perbedaannya. Salah satu kuliner khas Aceh Tengah adalah gutel yang terbuat dari tepung beras, kelapa parut, dan garam.

Kuliner khas lainnya adalah tenaruh dedah yang merupakan telur orak arik. Teksturnya yang seperti yogurt atau lelehan keju dengan rasa lemak dan asam di mulut membuatnya terkenal. Tenaruh Deda biasanya dimasak di atas kuali yang dialasi daun pisang tanpa minyak.

Lalu, ada gegerip yang sekarang sudah sulit didapatkan. Peminat makanan ini sangat sedikit, kemungkinan karena tekstur gegerip yang keras dan alot. Bahan untuk membuat gegerip hanyalah beras, gula merah, dan garam. Gegerip dibuat dari nasi yang dikeringkan. Kemudian, dicampur dengan gula merah dan dioseng sebentar. Kuliner khas lainnya adalah pengat, dedah, dan brahrum.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.