Sukses

Pro Kontra Warganet soal Usulan Cuti Melahirkan 6 Bulan

DPR mendorong cuti ibu hamil dan melahirkan menjadi 6 bulan dari sebelumnya hanya 3 bulan.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPR Puan Maharani mendorong cuti hamil dan melahirkan menjadi enam bulan dari sebelumnya hanya tiga bulan. Parlemen menyepakati Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) untuk dibahas lebih lanjut menjadi Undang-Undang (UU).

Puan menyebut, RUU ini dirancang untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang unggul. Kesepakatan RUU KIA untuk dibahas lebih lanjut menjadi undang-undang dan dibahas bersama Pemerintah diambil dalam Rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR pada Kamis, 9 Juni 2022. Keputusan ini akan dibawa dalam Sidang Paripurna DPR selanjutnya.

"RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak yang masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022 kita harapkan bisa segera rampung. RUU ini penting untuk menyongsong generasi emas Indonesia," ujar Puan, Senin (13/6/2022), dikutip dari kanal News Liputan6.com.

Puan Maharani menyebut RUU ini menekankan pentingnya penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak secara terarah, terpadu, dan berkelanjutan. "Ini harus menjadi upaya bersama yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat guna memenuhi kebutuhan dasar ibu dan anak," ujarnya.

Menurut dia, ada sejumlah hak dasar yang harus diperoleh seorang ibu. Di antaranya mendapatkan pelayanan kesehatan, jaminan kesehatan saat kehamilan, mendapat perlakuan dan fasilitas khusus pada fasilitas, sarana, dan prasarana umum.

"Dan tentunya bagaimana seorang ibu mendapat rasa aman dan nyaman serta perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi, termasuk dari tempatnya bekerja," terangnya.

Ia mengingatkan, masa 1.000 HPK (hari pertama kehidupan) yang salah akan berdampak pada kehidupan anak. Jika HPK tidak dilakukan dengan baik, anak bisa mengalami gagal tumbuh kembang serta kecerdasan yang tidak optimal.

"RUU KIA ini hadir sebagai harapan agar anak-anak kita sebagai penerus bangsa bisa mendapat proses tumbuh kembang yang optimal. Menjadi tugas Negara untuk memastikan generasi penerus bertumbuh menjadi SDM yang dapat membawa bangsa ini semakin hebat," jelas Puan.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tumbuh Kembang Anak

Penetapan masa cuti melahirkan sebelumnya diatur pada Undangan-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja dengan durasi tiga bulan saja. Lewat RUU KIA, cuti hamil berubah menjadi enam bulan dan masa waktu istirahat 1,5 bulan untuk ibu bekerja yang mengalami keguguran.

RUU KIA juga mengatur penetapan upah bagi Ibu yang sedang cuti melahirkan, yakni ibu mendapat gaji penuh untuk tiga bulan pertama masa cuti, dan mulai bulan keempat upah dibayarkan sebanyak 70 persen. Menurut Puan, pengaturan ulang masa cuti hamil ini penting untuk menjamin tumbuh kembang anak dan pemulihan bagi Ibu setelah melahirkan.

Seperti rencana kebijakan atau RUU lainnya, rencana cuti melahirkan enam bulan ini mendapat beragam reaksi. Di media sosial, banyak yang mendukung tapi tak sedikit juga yang kurang setuju.

Meski Puan tidak mengunggah informasi itu di media sosial, cukup banyak warganet terutama di Twitter yang membahas rencana itu. Yang menarik, banyak juga warganet perempuan yang mengusulkan agar cuti melahirkan juga diberikan pada suami.

3 dari 4 halaman

Pendapat Warganet

"Oh ya, cuti melahirkan 6 bulan juga bisa menimbulkan resistensi perusahaan dalam mempekerjakan perempuan," cuit seorang warganet.

"Di http://Sekolah.mu, tempat aku kerja, istri dapat cuti melahirkan 6 bulan, suami dapat 1 bulan. Ada cuti “menstruasi juga setiap bulan. http://Sekolah.mu," tulis warganet lainnya yang merujuk pada tempatnya bekerja.

"Memperpanjang cuti ibu melahirkan jadi 6 bulan, kalo ga hati-hati, justru mempertebal pesan bahwa tanggung jawab pengasuhan anak hanya ada pada ibu. Tujuannya baik, tapi banyak pilihan lain yang lebih strategis dan membawa dampak perbaikan jangka panjang. @puanmaharani_ri," komentar seorang warganet.

"Kalau di sebuah negara di eropah, Ibu dapat jatah cuti melahirkan 3 bulan, bapak juga dapat jatah 3 bulan. Total bayi 6 bulan dibawah pengawasan ortu.," komentar warganet lainnya.

"Selain cuti melahirkan jadi 6 bulan, ini gak kalah pentingnya. Meski suami gak melahirkan tapi kehadiran suami pada saat istri persalinan tuh gak kalah pentingnya dan itu menurut urg hak bagi para suami yg harus diberikan. Ya setidaknya di awal2 masa istri melahirkan (1-2 bln)," cuit warganet lainnya.

4 dari 4 halaman

Waktu Ideal dari Segi Medis

Mengenai cuti melahirkan yang selama ini diberikan selama tiga bulan, apakah hal itu ideal dari sudut pandang medis? Dokter kandungan, Raissa Liem, menyebut periode cuti melahirkan selama tiga bulan sebenarnya cukup.

"Tapi, lebih baik jika bisa diperpanjang hingga enam bulan, agar bayi mendapat ASI eksklusif tanpa gangguan," katanya melalui pesan pada Liputan6.com, beberapa waktu lalu.

Sejalan dengan narasi itu, jurnalis, sekaligus penulis Brigid Schulte dan rekan-rekannya di New America Foundation, mengutip CNN, merekomendasikan durasi cuti berbayar yang optimal menurut sains. Berdasarkan kesehatan bayi, kesehatan ibu, kesetaraan gender, dan partisipasi angkatan kerja perempuan, mereka merekomendasikan cuti melahirkan berbayar selama enam bulan hingga satu tahun.

Ini bahkan tidak hanya mencakup ibu, namun juga ayah bayi. Karenanya, mereka menggunakan istilah "cuti keluarga." Lebih dari 20 studi menyimpulkan bahwa cuti keluarga berbayar dapat berefek positif secara signifikan pada kesehatan ibu dan bayi.

Namun, cuti melahirkan juga disarankan untuk tidak terlalu panjang. Jika terlalu panjang, mereka tidak dapat dengan mudah masuk kembali, menurut laporan tersebut. Di Republik Ceko, misalnya. Negara itu menerapkan cuti melahirkan yang memungkinkan ibu bekerja rehat selama tiga tahun. Kebijakan itu mencatat bahwa perempuan cenderung tidak kembali bekerja atau atasan tidak mau mempekerjakan mereka kembali.

Soal kapan waktu terbaik untuk mengambil cuti melahirkan, dr. Raissa menyebut tidak ada momen yang pasti untuk setiap ibu. "Namun untuk ibu yang berencana melahirkan di luar kota, misalnya, itu harus cuti lebih awal," ucapnya.

"Jangan sampai mulas, bahkan melahirkan saat masih di perjalanan. "Tapi, jika kondisinya tidak demikian, mengambil cuti melahirkan saat hari H melahirkan pun sebenarnya idak masalah. "Supaya waktunya lebih optimal saat mengurus bayi yang baru lahir," sebut dr. Raissa.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.