Sukses

Kiat Kurangi Sampah Makanan dari Rumah ala MasterChef Singapura: Jangan Lapar Mata

Sampah makanan juga menjadi salah satu masalah utama di Singapura. Sementara, Indonesia menempati posisi nomor dua penghasil sampah makanan terbesar di dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Sampah makanan masih jadi tantangan utama di banyak negara di dunia, tak terkecuali dengan Singapura yang meluncurkan kampanye "Menuju Nol Sampah." Berdasarkan data pemerintah Negeri Singa, jumlah limbah makanan menyumbang setengah dari sampah rumah tangga setiap hari dan jadi salah satu isu serius.

Berangkat dari fakta itu, episode terakhir MasterChef Singapura Season 2 yang ditayangkan Minggu malam, 15 Mei 2022, mengangkat tema untuk meningkatkan kesadaran akan isu sampah makanan. Sebagai tantangan pertama, 10 kontestan diminta menyiapkan hidangan berbahan makanan sisa. Seluruh prosesnya harus dikerjakan dalam waktu satu jam.

Menambah keseruan, di meja para juru masak itu dilengkapi tempat sampah sisa makanan untuk melacak apapun yang mereka buang. Hal ini untuk memastikan bahwa kontestan hanya akan membuang bahan makanan yang sama sekali tidak dapat digunakan.

Tantangan tersebut berhasil dimenangkan Ilya Nur Fadhly, mantan konsultan pendidikan yang banting setir menjadi sopir layanan pesan antar makanan. Ia berhasil memesona para juri dengan menu chwee kueh, sejenis kue beras kukus yang berasal dari masakan Teochew dan disajikan dengan lobak yang diawetkan.

Bukan hal mudah untuk mewujudkan hidangan tersebut, karena ia kehilangan bahan kunci, yakni tepung beras, yang umumnya digunakan sebagai dasar pembuatan chwee kueh. Ilya akhirnya memodifikasi resep dengan menambahkan "gazpacho seledri yang tidak biasa untuk menyegarkan dan meringankan hidangan karena versi chwee kueh ini lebih padat dan lebih berat."

Dikutip laman Chanel News Asia, Senin (16/5/2022), Ilya berhasil mendapat hadiah tiga ribu dolar Singapura (sekitar Rp31,5 juta), selain lolos dari eliminasi minggu ini. Ia juga menyelamatkan tiga rekan kontestan lain dari eliminasi. 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Secukupnya Saja

Para juri pun memuji resep chwee kueh kreasi Ilya, termasuk chef selebritas Bjorn Shen. Ia menyebut hidangan Ilya layak untuk mewakili Singapura di pentas dunia.

Sementara, Ilya mengaku sedapat mungkin menerapkan pola pikir sadar lingkungan, khususnya terkait makanan. Ia menyebut, tidak membeli makanan berlebihan mampu membangkitkan inovasi dalam menggunakan beragam teknik agar bisa memanfaatkan semua bahan makanan yang ada.

Ia juga berusaha tak menyisakan makanan saat makan di luar bersama keluarga. Ilya memastikan setiap butir nasi atau makanan apapun yang dipesan selalu dihabiskan.

"Buktinya ada di perutku. Lihat saja," ia bercanda.

Tak lupa, ia juga membagikan sejumlah kiat mudah untuk menekan produksi sampah makanan, baik di dalam maupun luar rumah. Hal pertama adalah menahan godaan dari lapar mata. "Beli secukupnya saja," kata Ilya.

Berikutnya adalah memiliki sistem penyimpanan yang baik, yakni First In, First Out. Yang pertama dibeli, harus dihabiskan lebih dulu. Dengan begitu, Anda tidak membuang makanan atau bahan masakan karena keburu kedaluwarsa.

3 dari 4 halaman

Wajib Kreatif

Ilya menambahkan kreativitas dalam daftar kiat berikutnya. Pakai bahan berlebih atau yang tak digunakan menjadi makanan lain maupun dimasak untuk hidangan berikutnya.

"Tapi, jangan sampai menggila," ia menambahkan.

Ia mencontohkan, jus lemon yang sudah habis diperas. Anda bisa manfaatkan kulit lemonnya untuk makanan berikutnya agar menambah aroma atau diolah jadi manisan kulit lemon. Anda juga bisa mencampurkan batang rempah-rempah ke dalam kaldu sayur. Begitu pula dengan rempah yang belum digunakan bisa dikeringkan dan digiling menjadi bubuk rempah untuk menambah aroma.

Kiat lain untuk menekan sampah makanan saat memesan makanan dari luar juga dibagikannya. Bila memesan paket dalam jumlah besar, jangan segan membagikan kelebihannya kepada keluarga, teman, atau tetangga Anda.

"Ketika Anda berbagi makanan, Anda berbagi cinta," kata Ilya.

Kiat yang dibagikan sangat bisa diaplikasikan juga di rumah tangga di Indonesia. Usaha sekecil apapun akan berdampak pada upaya Indonesia keluar dari peringkat nomor dua penghasil sampah makanan terbanyak di dunia setelah Arab Saudi.

 

 

4 dari 4 halaman

300 Kilogram

Menurut pendiri Zero Waste Indonesia, Maurilla Sophianti Imron atau akrab disapa Mauril, Indonesia membuang sekitar 300 kilogram makanan per orang per tahun, berdasarkan data  Economist Intelligent Unit, beberapa waktu lalu. Padahal, sampah makanan bisa menimbulkan persoalan tambahan pada perubahan iklim.   

Jika makanan itu dimanfaatkan dengan baik, sangat bisa memenuhi 100 persen kebutuhan gizi masyarakat Indonesia yang masih kekurangan. Sekitar 40 persen timbunan sampah itu berasal dari makanan dan 58 persen itu berada dalam tahap konsumsi.

"Jadi, ada perilaku di masyarakat Indonesia yang tidak menghabiskan makanannya atau membuang-buang makanananya. Itu juga termasuk sayur-sayur dan buah yang tidak sampai ke retail atau ke supermarket karena preferensi kita. Intinya, mengapa itu terjadi karena masalah konsumsi dan cara kita memilih makanan," papar Mauril.

Mauril mengatakan sampah makanan yang biasa muncul di dalam pikiran banyak adalah sesuatu yang terlihat dan terukur. Padahal, ada hal-hal yang tidak terlihat yang terbuang percuma akibat produksi sampah makanan.

"Contoh, energi yang keluar dari pilihan-pilihan yang kita pilih, seperti seperti CO2 dan emisi karbon. Pilihan makanan sangat berdampak pada lingkungan, karena di sana ada proses produksi, termasuk proses transportasi hingga ke piring kita," tutur Mauril.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.