Sukses

Mengenal Sejarah Pelabuhan Merak yang Selalu Jadi Perhatian Saat Mudik Lebaran

Pelabuhan Merak di Banten jadi penghubung Jawa dengan Sumatera. Berikut sejarahnya.

Liputan6.com, Jakarta - Setiap mudik Lebaran, Pelabuhan Merak di Banten selalu menarik perhatian publik, terlebih bagi mereka yang menuju ke arah Sumatera, Lampung khususnya. Saat ini nama Pelabuhan Merak ramai diperbincangkan saat mudik Lebaran 2022.

Pelabuhan Merak sangat akrab bagi masyarakat Indonesia sebagai pelabuhan penyeberangan yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Sumatera. Pelabuhan Merak pertama kali dioperasikan pada 1912. Berdasarkan catatan sejarah, Pelabuhan Karangantu di Banten ini dulu merupakan pelabuhan besar sekaligus pelabuhan tertua di Pulau Jawa sebagai pintu gerbang perdagangan internasional untuk Nusantara (Indonesia), dikutip dari laman dephub.go.id, Rabu (27/4/2022).

Dipilihnya Merak sebagai lokasi pelabuhan salah satunya karena posisi Merak sangat berdekatan dengan Pulau Sumatera (Andalas) dibandingkandengan daerah lainnya di pantai Utara di Pulau Jawa. Dari pelabuhan yang ada di Banten inilah menjadi pintu keluar masuknya para saudagar atau pedagang-pedagang yang berlayar memasuki Nusantara. Pada abad ke-15, Merak adalah sebuah bandar pelabuhan penting dalam perdagangan internasional.

Saat itu, Banten yang masih berbentuk kota menjadi sebuah tempat transit bagi jalur perdagangan antarnegara. Kapal-kapal asing  dari negara Persia, Arab, China, Inggris, Gujarat, Portugisl, hadir di pelabuhan tertua di Jawa dengan nama Karangantu.

Masih menurut laman tersebut, Kesultanan Banten merupakan kerajaan maritim dan mengandalkan perdagangan dalam menopang perekonomian kesultanan. Banten berkembang pesat jadi kota pelabuhan dan perdagangan pada era Sultan Banten Pertama Maulana Hasanuddin putra kandung Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Jalur Perdagangan

Dalam laman itu juga disebutkan, pada era kepemimpinannya, pusat pemerintahan dialihkan dari bagian hulu ke hilir Sungai Cibanten. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan memudahkan hubungan dagang dengan pesisir Sumatera melalui Selat Sunda. Awalnya, pelabuhan Karangantu adalah menjadi pelabuhan nelayan. 

Pada masa itu, Banten melihat adanya peluang akibat situasi dan kondisi perdagangan di Asia Tenggara yang sedang berkecamuk. Pedagang dari mancanegara risau karena Malaka jatuh ke tangan Portugis. Dengan demikian, pedagang muslim yang tengah bermusuhan dengan Portugis enggan berhubungan dagang dengan Malaka, para pedagang mengalihkan jalur perdagangan ke Selat Sunda.

Kemudian mereka singgah di Karangantu. Sejak itu, Karangantu jadi pusat perdagangan internasional yang ramai disinggahi pedagang dari Asia, Afrika, dan Eropa. Monopoli atas perdagangan lada di Lampung, menempatkan penguasa Banten  sebagai pedagang perantara. Kondisi itu menjadikan Kesultanan Banten berkembang pesat, menjadi salah satu pusat niaga yang penting.

 

3 dari 4 halaman

Kawasan Multietnis

Perdagangan laut berkembang ke seluruh Nusantara, Banten menjadi kawasan multi-etnis. Dibantu orang Inggris, Denmark dan Tionghoa, Banten berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Filipina, Cina dan Jepang.

Masa Sultan Ageng Tirtayasa yang bertakhta periode 1651--1682 dipandang sebagai masa kejayaan Banten. Pada masa itu Banten merupakan sebuah daerah dengan kota pelabuhan yang sangat ramai, dengan masyarakat yang terbuka dan makmur.

Banten memiliki armada yang mengesankan di bawah Sultan Ageng Tirtayasa, dibangun atas contoh Eropa, serta juga telah mengupah orang Eropa bekerja pada Kesultanan Banten. Dalam mengamankan jalur pelayarannya Banten juga mengirimkan armada lautnya ke Sukadana atau Kerajaan Tanjungpura (Kalimantan Barat sekarang) dan menaklukkannya pada 1661.

Pada masa itu Banten juga berusaha keluar dari tekanan yang dilakukan VOC, yang sebelumnya telah memblokade atas kapal-kapal dagang menuju Banten. Titik balik kehancuran Banten Lama terjadi saat pecah perang saudara antara Sultan Haji dengan ayahnya, Sultan Ageng Tirtayasa, menurut laman tersebut.

4 dari 4 halaman

Masa Keemasan

Sejak itu, pengaruh kesultanan Banten mulai pudar. Banten Lama semakin ditinggalkan setelah pusat pemerintahan dipindah ke Serang. Pelabuhan Karangantu tak lagi dilirik karena kondisi lingkungan akibat pengendapan lumpur yang tidak memungkinkan kapal untuk singgah. Masa keemasan pelabuhan ini berakhir pada abad ke-17.

Perhubungan Laut tidak tinggal diam melihat kondisi itu, dan masyarakat Banten sadar akan kebesaran sejarah kerajaan maritim yang pernah membesarkannya mengandalkan perdagangan dalam menopang perekonomiannya agar Banten menjadi kawasan multi etnis. Banten pada saat itu berdagang dengan Persia, Vietnam, Filifina, Jepang, Korea.

Disebutkan juga, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas pelabuhan (KSOP) Banten bersama masyarakat maritim berusaha mengejar ketertinggalannya, membangun kembali perekonomian melalui transportasi laut bersandar pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran mendorong partisipasi swasta, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah untuk secara bersama dengan pemerintah mengelola pelabuhan kembali menuju perdagangan nasional dan internasional.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini