Sukses

Sosok Marine Le Pen, Calon Presiden Prancis yang Bakal Larang Muslim Pakai Hijab di Tempat Umum

Marine Le Pen ingin aturan larangan memakai hijab itu ditegakkan oleh polisi, sama seperti mengawasi penggunaan sabuk pengaman di mobil.

Liputan6.com, Jakarta- Pemilihan presiden atau pilpres Prancis memasuki putaran kedua. Presiden yang masih berkuasa, Emmanuel Macron akan berhadapan dengan anggota sayap kanan Marine Le Pen.  Diperkirakan, perebutan kursi orang nomor satu di Prancis ini berlangsung sangat ketat dan presiden akan ditetapkan pada 24 April 2022, seperti dikutip dari laman Hindustan Times, Senin (11/4/2022).

Persaingan di antara keduanya pun semakin memanas. Macron menuduh Le Pen mendorong manifesto ekstremis dari kebijakan rasis dan merusak segala aturan, termasuk janji melarang penggunaan hijab bagi kaum muslim.

"Duel yang akan kami lakukan dalam 15 hari ke depan akan menentukan bagi Prancis dan Eropa," kata Macron kepada para pendukungnya.

Emmanuel Macron juga mendesak semua pemilih untuk bersatu di belakangnya guna menghentikan sayap kanan berkuasa di negara terbesar kedua di Uni Eropa itu.  Sementara itu, Le Pen mengatakan bahwa dia akan 'membawa ketertiban kembali ke Prancis' selama rapat umum pemilihan baru-baru ini.

"Apa yang akan dipertaruhkan pada 24 April adalah pilihan masyarakat, pilihan peradaban," katanya kepada para pendukungnya. Siapa sebenarnya osok Le Pen yang dinilai sarat kontroversi tersebut?

Dilansir dari beragam sumber, Marine Le Pen adalah putri bungsu dari tiga bersaudara yang merupakan anak dari seorang pendiri partai, Front Nasional Prancis, Jean Marie- Le Pen pada 1972.  Marine Le Pen dilahirkan di Neuilly-sur-Seine, Prancis, pada 5 Agustus 1968.

Masa kecilnya diwarnai oleh karir politik yang kontroversial warisan ayahnya. Le Pen sering menemani ayahnya saat rapat umum dan pertemuan sebagai juru kampanye di Front Nasional.

Pada 1976, di usianya yang masih delapan tahun, masyarakat Prancis yang marah atas ide-ide ayahnya menyebabkan insiden pengeboman di apartemen keluarganya di Paris. Dari peristiwa tersebut, Le Pen sadar akan kemasyhuran ayahnya, dan sering menghabiskan waktunya di kantor ayahnya.

Orangtua Le Pen, Jean-Marie dan Pierrette Le Pen sering tidak memiliki waktu untuk Le Pen kecil karena mereka kerap bepergian, berpesta, atau berlayar, sampai kemudian mereka bercerai. Setelah Jean-Marie mengatakan Pierrette harus bekerja sebagai pembersih, dia mencari balas dendam dengan berpose di majalah Playboy versi Prancis dengan pose menggosok lantai dapur, seperti dilansir dari Market Watch.

Marine banyak menghabiskan waktu kecilnya di sebuah rumah yang ditinggalkan ayahnya dari seorang donatur kaya raya. Le Pen pindah ke rumah tersebut setelah serangan bom yang menghancurkan apartemen mereka di Paris.

Para pembom itu menargetkan ayahnya tetapi tidak pernah tertangkap. Le Pen mengatakan dia tidak lagi menjadi gadis kecil seperti yang lain setelah ledakan 1976 ketika dia berusia delapan tahun.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Ketegangan dengan Ayahnya

Le Pen, bergabung ke partai saat usia 18 tahun, dan menjadi perempuan termuda dibandingkan anggota lainnya. Bakatnya untuk berbicara di depan umum, membimbingnya untuk belajar hukum.  Ia kuliah di Universitas Pantheon-Assas di Paris, dan menerima Master of Laws, pada 1991 dan Magister Studi Lanjut dalam Hukum Pidana. Ia kemudian bekerja sebagai pembela umum di Paris 1992-1998.

Pada 1998, Le Pen kembali ke partai dan menjadi penasehat hukum untuk ayahnya. Ia menjadi wakil pimpinan partai naungan ayahnya, dan menjadi anggota parlemen di Prancis. Kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan ayahnya menyebabkan ketegangan antar-keduanya.

Pada 2011, Le Pen mengambil alih posisi ayahnya sebagai pemimpin partai Front Nasional Prancis. Le Pen berencana untuk meninggalkan Uni Eropa, memulihkan kemerdekaan nasional, dan menghentikan gelombang imigran, serta mengakhiri globalisasi.

Pada 2015, Le Pen diadili karena komentarnya yang dibuat pada 2010, dengan membandingkan Muslim dengan kependudukan Nazi di Prancis. Ia akhirnya dibebaskan.

3 dari 4 halaman

Mirip Donald Trump

Pada rapat umum awal Februari 2017, Le Pen dengan lantang mengatakan "On est chez nous! (ini adalah negara kita)", ketika Le Pen mencerca imigran atau turis yang melakukan kejahatan di Prancis.  Secara internasional, Le Pen menginginkan hubungan yang lebih dekat dengan Rusia.

Pada sejumlah masalah, pandangan politisi Prancis populis, Le Pen, sangat mirip dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Ia bahkan dijuluki Trump dari Prancis. 

Meskipun berhaluan politik sayap kanan, Marine Le Pen memprotes cap sayap kanan di partai Front Nasional. Dia mengatakan julukan tersebut membuat partainya kehilangan dukungan signifikan.

Pada putaran pertama pemilihan presiden Prancis, Le Pen memenangkan 21,5 persen suara, menempati posisi kedua di belakang Macron, yang meraih 23,8 persen. Macron bisa meraih 59,8 persen suara dalam putaran kedua, sementara Le Pen mendapatkan 40,2 persen suara.

4 dari 4 halaman

Larangan Hijab

Namun, pengkritik Le Pen tetap menyebut partai mereka berhaluan sayap kanan, terutama setelah Le Pen menyangkal bahwa pemerintah Prancis bertanggung jawab atas pengumpulan orang Yahudi selama Perang Dunia Kedua yang mengundang kecaman luas.

Kontroversi lainnya dari sosok Le Pen adalah berjanji akan melarang wanita Muslim mengenakan hijab di depan umum jika terpilih sebagai presiden Prancis. Ia menguraikan bagaimana komitmennya untuk melarang jilbab di semua tempat umum dan aturan itu ditegakkan oleh polisi dengan cara yang sama seperti mengawasi penggunaan sabuk pengaman dikenakan di mobil.

"Orang-orang akan didenda dengan cara yang sama seperti tidak mengenakan sabuk pengaman. Bagi saya, polisi sepertinya sangat mampu menegakkan tindakan ini," katanya seperti dikutip Arabnews, 4 April 2022.

Menurut kantor berita AP, upaya Le Pen selama bertahun-tahun untuk mengubah citra dirinya menjadi lebih pragmatis dan tidak terlalu ekstrem akan memainkan peran penting dalam hasil pilpres Prancis.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.