Sukses

Pasangan Suami Istri di Inggris Kini Bisa Bebas Bercerai

Sebelum ada reformasi hukum perceraian, pasangan suami istri di Inggris yang ingin bercerai harus melalui tahapan panjang.

Liputan6.com, Jakarta - "Pasangan suami istri yang tidak bahagia" di Inggris dan Wales dapat mengakhiri pernikahan mereka tanpa perlu bukti atau penantian selama bertahun-tahun. Ini tertuang dalam reformasi hukum perceraian terbesar selama setengah abad.

Dilansir dari Japan Today, Jumat, 8 April 2022, terjadinya perceraian ini berarti salah satu tidak perlu lagi membuktikan pasangannya bersalah atas perselingkuhan, "perilaku tidak masuk akal," atau desersi. Jika alasan tersebut tidak ada, pasangan harus hidup terpisah selama dua tahun sebelum perceraian dapat diberikan atau lima tahun jika salah satu pasangan keberatan dengan proses itu.

Perubahan ini membawa Inggris dan Wales sejajar dengan Skotlandia. Wilayan ini memiliki sistem hukumnya sendiri, seperti negara lain, termasuk Amerika Serikat, Australia, dan Jerman.

Sementara para ahli memperkirakan proses perceraian yang cepat tengah dinanti pasangan yang menunggu reformasi hukum. Mereka memperkirakan hal itu juga bisa meningkatkan tingkat pernikahan, dengan menjanjikan jalan keluar yang lebih mudah jika hubungan memburuk.

Kasus Tini Owens memicu kampanye untuk perubahan setelah ia kalah dalam pertarungan Mahkamah Agung pada 2018. Ini setelah ia gagal meyakinkan para hakim bahwa pernikahannya yang telah berlangsung selama 40 tahun harus berakhir.

Suaminya telah menentang klaimnya tentang perilaku yang tidak masuk akal. Hakim memutuskan bahwa terjebak dalam pernikahan yang tidak bahagia bukanlah alasan untuk bercerai.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Reformasi Hukum

Owens mengatakan, "Tidak seorang pun harus tetap dalam pernikahan tanpa cinta atau menanggung pertempuran pengadilan yang panjang, berlarut-larut dan mahal untuk mengakhirinya."

"Perubahan undang-undang ini mencegah hal itu terjadi dan saya menyambutnya," tambahnya.

Reformasi tidak menandai "perceraian cepat" gaya AS, minimal menunggu 20 minggu antara pasangan yang pertama memulai proses, sampai mengajukan permohonan perintah hukum. Mereka harus menunggu enam minggu lagi sebelum perceraian dapat diberikan.

Tapi, itu merombak sistem saat ini yang berlaku selama beberapa dekade. Beberapa pasangan akan menggunakan detektif swasta untuk menemukan bukti kesalahan, atau pasangan itu akan setuju untuk mengarang bukti.

3 dari 4 halaman

Kisah Perceraian

Perempuan bernama Vicky mengakui bahwa dia dan suami pertamanya "harus membuat skenario dan situasi yang kami rasa akan diterima" oleh pengadilan setelah setuju perceraian secara damai. Pernikahan keduanya adalah dengan seorang pria yang "sangat manipulatif" dan "keras" yang menolak untuk terlibat dalam proses perceraian, memaksanya untuk menunggu selama lima tahun berpisah.

"Dan saya bisa saja keluar dari hubungan itu lebih cepat ," kata Vicky, yang hanya menyebutkan nama depannya, pada radio BBC.

Beberapa pengacara menyambut baik berakhirnya budaya perceraian yang bertentangan. Ini sambil menekankan bahwa nasihat hukum tetap penting untuk menyelesaikan masalah keuangan dan hak asuh anak.

Sebuah survei yang dilakukan firma hukum Slater dan Gordon menunjukkan konsekuensi yang tidak diinginkan. Sebesar 32 persen responden yang tinggal bersama mengatakan mereka lebih mungkin untuk menikah sekarang karena proses perceraian lebih sederhana.

4 dari 4 halaman

Kata Mereka

Dikutip dari Sky News, Jumat, 8 April 2022, Sarah Gregory dan mantan suaminya menjalani sistem perceraian setelah 13 tahun menikah. Gregory menyebut bahwa apa yang seharusnya menjadi perceraian langsung akhirnya menjadi rumit oleh undang-undang lama.

"Anda diberi lima pilihan dan hanya satu yang benar-benar cocok untuk kami, yaitu perilaku yang tidak masuk akal dan sekali lagi itu tidak sesuai dengan kebutuhan kami karena kami hanya jatuh cinta," katanya.

Gregory melanjutkan, "Itu memperburuk keadaan, mengetahui bahwa salah satu dari kami akan memiliki perilaku yang tidak masuk akal pada akta cerai kami. Itu menunda proses karena memunculkan perasaan campur aduk di antara kami."

"Kami tidak memiliki banyak hal buruk dalam pernikahan kami, sehingga Anda hampir mencoba untuk membesar-besarkan beberapa hal yang tidak terlalu buruk yang terjadi di antara kami. Saya rasa itu hanya menciptakan semacam permusuhan di antara kita berdua," tambahnya. Dia pikir legalisasi bebas cerai adalah "hebat" dan akan membuat proses perceraiannya menjadi proses yang jauh lebih cepat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.