Sukses

Cerita Akhir Pekan: Disiplin Prokes Longgar, Pemulihan Pariwisata Jadi Taruhan

Epidemiolog menyebut tak masalah objek pariwisata dibuka kembali, namun harus menerapkan protokol kesehatan.

Liputan6.com, Jakarta - Selama ini protokol kesehatan sering dibicarakan, tapi kurang terpantau sehingga masyarakat abai, seperti tak menggunakan masker. Dengan abainya menerapkan protokol kesehatan (prokes), maka kasus Covid-19 makin tinggi.

"Beruntungnya, sebagian penduduk sudah punya imunitas dengan adanya program vaksinasi. Jenis virusnya sudah berubah, sehingga tidak terlalu fatal dibanding dengan Delta. Meskipun menular, antara yang masuk ke rumah sakit dan yang matinya pun sedikit. Ada yang masuk rumah sakit dan ada yang mati, tapi tidak separah Delta," kata epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu, 19 Februari 2028.

Menurut Pandu, jika masyarakat mengenakan masker, maka penularannya akan berkurang. Karena penularannya itu tetap sama, melalui udara, droplet. "Jadi, memakai masker itu penting. Bahkan maskernya saja jenisnya harusnya lebih baik, harus dua lapis, bukan masker kain. Walaupun ada efeknya, tapi nggak optimal saja," imbuhnya.

Bagi Pandu, silakan saja jika objek pariwisata dibuka untuk publik, tidak apa-apa. Namun, persyaratannya harus ditingkatkan.

"Misalnya, Bali, kan mau dibuka. Tingkat vaksinasi penduduknya harus tinggi. Sebagian besar harus sudah di-booster. Selain itu, wisatawan yang datang, baik domestik maupun luar negeri, sudah diketatkan atau sudah dibooster. Artinya, mereka yang masuk adalah para pelaku pariwisata yang sudah lengkap vaksinasinya," papar Pandu. "Selanjutnya, saat kedatangan PCR mereka harus negatif," sambungnya.

Jika hal tersebut sudah dipenuhi, maka silakan saja dibuka, karena risikonya juga tidak terlalu tinggi. Artinya, booster itu wajib bagi masyarakat di sana.

"Ya, minimal sudah dua kali vaksinasi. Mereka, misalnya, pemandu wisata, pelaku-pelaku pelayanan dari wisatawan itu harus sudah di-booster," kata Pandu.

Jika protokol kesehatannya tidak bisa diandalkan, maka kita mengandalkan imunitas penduduk. Mereka yang datang, PCR-nya harus negatif. "Mungkin selama berwisata di Bali secara berkala mereka harus tes antigen. Jadi, tidak cukup sekali tes antigennya. Mungkin karena mereka hadir saat ada kerumunan, seperti pesta ada atau Ngaben," jelas Pandu.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Penerapan Prokes Naik Turun

Sementara itu, epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman mengatakan Indonesia terbilang tidak terlalu baik dan tidak terlalu buruk dalam penerapan protokol kesehatannya. Namun, yang menjadi catatan Dicky adalah penerapan protokol kesehatan di Indonesia itu naik-turun.

"Jika kasus Covid-19 meledak, maka bagus sekali penerapan protokol kesehatannya. Orang rajin memakai masker dan menjaga jarak," kata Dicky kepada Liputan6.com, Jumat, 18 Februari 2022.

Dicky menilai, orang abai terhadap protokol kesehatan karena yang disampaikan hal-hal yang positif saja. Ia mencontohkan, Omicron itu lemah.

"Dari situ orang akan abai terhadap protokol kesehatan," imbuh Dicky. Pengabaian terhadap protokol kesehatan itu, tidak hanya berpengaruh terhadap sektor pariwisata, tapi juga pada sektor yang lain, seperti ekonomi, pendidikan, dan lain-lain.

 

3 dari 5 halaman

Prokes

Jika penerapan protokol kesehatan dilaksanakan 80 persen saja, maka akan berdampak pada sektor pariwisata dan sektor-sektor yang lainnya. Bagi Dicky, kita tidak bisa hanya mengandalkan vaksinasi saja.

"Protokol kesehatan itu merupakan bagian dari perilaku. Soal cuci tangan sebenarnya bukan hanya saat pandemi, tapi juga sudah lama ada untuk mencegah diare, cacingan, anemia. Edukasi kesehatan perlu lebih ditingkatkan.

Sementara itu, penerapan protokol kesehatan juga diberlakukan oleh destinasi wisata, salah satunya Taman Impian Jaya Ancol. Dalam siaran pers yang diterima Liputan6.com, Sabtu, 19 Februari 2022 disebutkan bahwa kuota kunjungan ke Kawasan Wisata Ancol kini menjadi 50 persen dari maksimal kapasitas. Penjualan tiket dilakukan secara online.

Pengunjung wajib melakukan scan check in lokasi pada aplikasi PeduliLindung saat memasuki pintu gerbang. Hanya pengunjung dengan status kategori warna hijau atau telah mendapatkan dua dosis vaksin COVID-19 yang diperbolehkan masuk ke kawasan Ancol, terkecuali pengunjung yang belum bisa menerima vaksin karena alasan kesehatan.

 

 

4 dari 5 halaman

Prokes di Ancol

Pengunjung tetap diwajibkan menjalankan prokes sesuai dengan ketentuan, yaitu menggunakan masker yang sesuai dengan rekomendasi pemerintah, menjaga jarak serta mencegah terjadinya kerumunan serta rajin mencuci tangan dengan sabun ataupun hand sanitizer. Ancol telah membuat marka atau batas agar pengunjung dapat menjaga jarak pada titik-titik yang berpotensi menyebabkan kerumunan.

Hal ini antara lain di area piknik di pinggir pantai, toilet, serta antrian wahana yang terdapat di unit-unit rekreasi. Ancol juga telah menambah titik wastafel yang dapat digunakan untuk mencuci tangan tersebar di semua area.

Demi menjaga agar protokol kesehatan tetap dijalankan, Ancol juga menyiarkan imbauan melalui pengeras suara area. Selain itu, terdapat pula tim satgas COVID-19 gabungan dengan didukung oleh personel TNI, Polri dan Satpol PP yang secara rutin berpatroli untuk mengingatkan kepada semua pengunjung.

 
5 dari 5 halaman

Infografis DISIPLIN Protokol Kesehatan Harga Mati

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.