Sukses

6 Fakta Menarik Bagansiapiapi, Pernah Jadi Kota Penghasil Ikan Terbesar Kedua di Dunia

Bagansiapiapi terkenal sebagai penghasil ikan terpenting, sehingga dijuluki sebagai kota ikan.

Liputan6.com, Jakarta - Bagansiapiapi juga dikenal sebagai Baganapi atau hanya Bagan adalah ibu kota Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, Indonesia. Kota Bagansiapiapi terletak di muara Sungai Rokan, di pesisir utara Kabupaten Rokan Hilir, dan merupakan tempat yang strategis karena berdekatan dengan Selat Malaka yang merupakan lalu lintas perdagangan internasional.

Selain sebagai ibu kota Kabupaten Rokan Hilir, Bagansiapiapi juga merupakan ibu kota Kecamatan Bangko.Bagansiapiapi pernah meraih predikat kota terbersih ke-2 tingkat Provinsi Riau setelah kota Bengkalis pada 2011. Penyerahan piagam penghargaan diberikan oleh Gubernur Riau H. M. Rusli Zainal bersamaan dengan peringatan Hari Ibu ke-85 pada 22 Desember 2011 di Pekanbaru.

Dulu kota ini terkenal sebagai penghasil ikan terpenting, sehingga dijuluki sebagai kota ikan. Menurut beberapa sumber, di antaranya surat kabar De Indische Mercuur menulis bahwa pada 1928, Bagansiapiapi adalah kota penghasil ikan terbesar kedua di dunia setelah kota Bergen di Norwegia, meski sekarang produksi ikan mereka sudah agak menurun.

Tentu bukan itu saja hal-hal menarik dari Bagansiapiapi. Berikut enam fakta menarik seputar Kabupaten Bagansiapiapi yang dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber.

1. Sejarah Nama Bagansiapiapi

Menurut cerita masyarakat, nama Bagansiapiapi erat kaitannya dengan cerita awal kedatangan orang Tionghoa ke kota itu. Disebutkan bahwa orang Tionghoa yang pertama sekali datang ke Bagansiapiapi berasal dari daerah Songkhla di Thailand. Perjalanan tersebut dilakukan dengan menggunakan tiga perahu kayu (tongkang).

Kejadian-kejadian selama dalam perjalanan menyebabkan hanya satu tongkang yang selamat sampai di darat. Itu adalah tongkang yang dipimpin oleh Ang Mie Kui bersama 17 orang penumpang lainnya. Tongkang yang selamat ini kebetulan membawa serta patung Dewa Tai Sun Ong Ya yang diletakkan di bagian haluan dan patung Dewa Ki Hu Ong Ya yang ditempatkan dalam magun/rumah tongkang.

Menurut keyakinan mereka, patung-patung ini akan memberi keselamatan selama pelayaran itu. Petunjuk akhirnya diberikan oleh sang Dewa, setelah mereka melihat cahaya api yang berkerlap-kerlip dan mereka mengikutinya sampai ke daratan. Di daerah tidak bertuan inilah mereka mendarat dan membangun tempat pemukiman baru yang kemudian dikenal dengan nama Bagansiapiapi.

Versi lain mengenai asal usul nama Bagansiapiapi adalah kata Bagan yang berasal dari nama alat atau tempat menangkap ikan (yakni bagan, bagang, atau jermal), sementara api berasal dari nama pohon api-api yang banyak tumbuh di daerah pantai

2. Komunitas Tionghoa

Bagansiapiapi memiliki komunitas Tionghoa yang besar. Terdapat beberapa versi sejarah kedatangan pertama orang Tionghoa di Bagansiapiapi. Menurut P.N. van Kampen, orang Tionghoa sudah ada di Bagansiapiapi sejak 1860. Versi lain mengenai kedatangan awal orang Tionghoa ke Bagansiapiapi adalah pada 1875 saat sejumlah bajak laut tiba di Bagansiapiapi dari Songkhla, Thailand.

Komunitas Tionghoa di Bagansiapiapi sebagian besar merupakan suku Hokkian, di mana leluhurnya sebagian besar berasal dari Distrik Tong'an (Tang Ua) di Xiamen, Provinsi Fujian, Tiongkok Selatan. Komunitas Tionghoa lainnya di Bagansiapiapi dengan jumlah cukup signifikan adalah berasal dari suku Tiociu, sedangkan dari suku Khek (Hakka), Hailam (Hainan) dan Konghu dapat dijumpai dalam jumlah yang relatif lebih sedikit.

Eksistensi komunitas Tionghoa yang kuat di Bagansiapiapi dapat dilihat dari banyaknya kelenteng yang berdiri. Selain itu, terdapat berbagai perkumpulan marga Tionghoa, lengkap dengan kelentengnya masing-masing, dimana dari perkumpulan-perkumpulan marga inilah kebudayaan Tionghoa tetap terpelihara di Bagansiapiapi meskipun dibatasi pada masa rezim Orde Baru.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

3. Ritual Bakar Tongkang

Dari sektor pariwisata, acara Ritual Bakar Tongkang atau Upacara Bakar Tongkang telah menjadi ikon dan andalan pariwisata Bagan dan Provinsi Riau yang mampu menyedot puluhan ribuan wisatawan dalam dan luar negeri setiap tahun. Ritual Bakar Tongkang bertujuan untuk mengenang para leluhur orang Tionghoa dalam menemukan Bagansiapiapi dan sebagai wujud syukur kepada Dewa Ki Hu Ong Ya.

Ritual Bakar Tongkang diadakan setiap tanggal 16 bulan kelima penanggalan Lunar (Imlek) setiap tahunnya, yang dalam bahasa Hokkian disebut "Go Cap Lak". Ritual Bakar Tongkang ini bahkan masuk dalam acara pariwisata nasional peringkat ke-10 di Indonesia dengan jumlah kunjungan wisatawan mencapai 40 ribuan.

4. Hutan Kota Bagansiapiapi

Hutan Kota Bagansiapiapi seluas 7 hektare ini dibuat sedemikian rupa sehingga tetap asri dengan suasana alam dengan banyak pepohonan dan rumah-rumah pohon di dalamnya. Sejak diresmikan Juni 2021 lalu, kawasan wisata ini punya bangunan penunjang untuk memperindah area dan beberapa fasilitas lainnya seperti, gazebo, panggung seni, jembatan, danau buatan, los kantin, toilet umum, bebek dayung, air mancur menari dan patung hewan.

Kawasan tersebut semakin bewarna dengan adanya kandang berbagai jenis unggas dan area parkir yang luas. Sisi luar Hutan Kota juga dilengkapi dengan air mancur yang dibuat layaknya air terjun. Taman Air Mancur Hutan Kota Bagansiapiapi memiliki kurang lebih 100 pipa yang bisa memancarkan air setinggi 10 meter dengan dihiasi aneka ragam warna warni.

Suasana di sana semakin indah di malam hari karena dilengkapi banyak lampu warna warni yang indah. Hutan Kota ini berfungsi untuk memperbaiki dan menjaga iklim, selain itu juga berguna sebagai peresapan air dan juga menciptakan keseimbangan lingkungan fisik serta mendukung pelestarian keanekaragaman hayati. Destinasi wisata menarik lainnya di Bagan adalah Pulau Jemur, Platinum Waterpark, Taman Kota Bagansiapiapi, Masjid Al-Ikhlas, Rumah Pohon Bagan Batu, Tugu Ikan dan lain-lain.

3 dari 4 halaman

5. Rumah Kapitan

Kota Bagan Siapiapi, Rokan Hilir, merupakan kota yang penuh dengan hasil peninggalan sejarah Belanda. Salah satunya peninggalan sejarah yang ada di Bagan Siapiapi adalah Rumah Kapitan. Di Provinsi Riau sendiri, sepertinya tidak ada lagi bangunan Rumah Kapitan, kecuali hanya ada di Bagan Siapiapi. Jadi, Rumah Kapitan yang ada di kota Bagansiapiapi ini adalah satu-satunya Rumah Kapitan yang masih berdiri sampai sekarang.

Rumah Kapitan ini adalah warisan budaya sejak zaman dahulu dengan seni arsitektur yang klasik dipadu dengan gaya tradisional Tionghoa dan Melayu yang seharusnya dirawat karena sebagai simbol keberagaman suku di Bagansiapiapi yang hidup dengan damai dan harmoni. Selain itu, rumah ini bisa dijadikan salah satu objek wisata yang mungkin bisa mendapatkan perhatian bagi setiap wisatawan yang berkunjung ke kota "kota ikan" itu.

6. Kuliner khas Bagansiapiapi

Kuliner khas Bagansiapiapi yang terkenal adalah masakan Tionghoa yang dikombinasikan dengan hasil bumi setempat. Ada Kwetiau Bagan, Miso Bagan, Nasi Lemak Bagan, Nasi Kari Bagan, Ham-Ke (sejenis martabak dari kerang), Wantanmi (mi pangsit), Ke-Mi (mi kuah yang dicampur dengan potongan-potongan mirip kwetiau), Rujak Bagan Pedas dan sebagainya.

Oleh-oleh khas Bagansiapiapi adalah Kacang Pukul yang diproduksi masyarakat Tionghoa secara turun temurun. Selain itu juga terkenal Terasi, Kerupuk Udang, Kerupuk Singkong, Udang Kering (ebi), Permen Kelapa, dan beragam jajanan khas lainnya yang tidak ditemukan di daerah lain.

4 dari 4 halaman

4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.