Sukses

Mengenal Kawah Jonggring Saloko di Puncak Semeru

Gunung Semeru memiliki catatan panjang erupsi sejak 1818.

Liputan6.com, Jakarta - Mata masyarakat Indonesia kini tertuju pada Gunung Semeru yang erupsi pada Sabtu sore, 4 Desember 2021. Gunung tertinggi di Pulau Jawa itu yang selama ini terlihat tenang mendadak memuntahkan lahar panas. Akibatnya, 41 orang terluka bakar, 47 warga lainnya dirawat di berbagai fasilitas kesehatan, dan 13 orang meninggal dunia, berdasarkan data BNPB pada Minggu (5/12/2021) pagi.

Dilansir Antara, Semeru dengan ketinggian mencapai 3.676 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu memiliki kawah berjuluk Jonggring Saloko di puncak Mahameru. Meski menarik, para pendaki tak disarankan menuju kawah itu lantaranya adanya gas beracun.

Dari kawah itu, guguran awan panas dan material vulkanik menyembur. Semburan itu berdampak besar pada wilayah yang berada di jalur guguran awan panasnya. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kemarin, muntahan awan panas dan material vulkanik meluncur mengarah ke Besuk Kobokan, Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, sekitar pukul 15.20 WIB.

Erupsi gunung berapi aktif itu memiliki catatan sejarah panjang sejak 1818. Gunung Semeru merupakan gunung dengan tipe vulcanian atau memiliki letusan eksplosif dan dapat menghancurkan kubah dan lidah lava yang terbentuk sebelumnya. Gunung Semeru juga memiliki tipe strombolian yang terjadi 3--4 kali setiap jam, yang mampu membentuk kawah dan lidah lava baru.

Letusan pada awal Desember di pengujung 2021, memicu kepanikan warga, khususnya yang ada di Kecamatan Pronojiwo. Dari sejumlah video milik warga yang beredar di media sosial, awan panas yang menyembur dari kawah Jonggring Saloko terlihat sangat besar. Seolah awan itu diembuskan dalam satu kali nafas dari perut sang raksasa itu.

Warga terlihat berlarian menyelamatkan diri dari amukan gunung tertinggi ketiga di Indonesia itu. Seakan tidak berdaya, masyarakat hanya bisa melihat keagungan Gunung Semeru dengan kekuatan dahsyatnya.

Usai memuntahkan guguran awan panas dan material vulkanik, muncul banjir lahar dingin. Jembatan Gladak Perak yang menghubungkan wilayah Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang pun putus diterjang banjir lahar dingin. Sesungguhnya, jembatan itu merupakan jalur evakuasi terpenting.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Masih Berstatus Waspada

Sejauh ini, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyimpulkan tingkat aktivitas Gunung Semeru masih pada level II atau waspada, meskipun aktivitasnya meningkat. Kesimpulan itu didapat berdasarkan hasil pemantauan visual dan instrumental, serta potensi ancaman bahayanya.

"Pengamatan visual menunjukkan pemunculan guguran dan awan panas guguran diakibatkan oleh ketidakstabilan endapan lidah lava," kata Koordinator Kelompok Mitigasi Gunung Api Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kristianto dalam rilis yang diterima di Lumajang, Sabtu malam.

Ia menyebut aktivitas yang terjadi pada 1 dan 4 Desember merupakan aktivitas permukaan (erupsi sekunder) dan dari kegempaan tidak menunjukkan adanya kenaikan jumlah dan jenis gempa yang berasosiasi dengan suplai magma/batuan segar ke permukaan.

"Jumlah dan jenis gempa yang terekam selama 1 hingga 30 November 2021 didominasi oleh gempa-gempa permukaan berupa gempa letusan dengan rata-rata 50 kejadian per hari," tuturnya.

Gempa guguran pada 1 dan 3 Desember 2021, masing-masing terjadi empat kali. Gempa-gempa vulkanik (gempa vulkanik dalam, vulkanik dangkal, dan tremor) yang mengindikasikan kenaikan magma ke permukaan terekam dengan jumlah sangat rendah.

3 dari 4 halaman

Potensi Bahaya

Pada 4 Desember 202, mulai pukul 13.30 WIB terekam getaran banjir, kemudian pada pukul 14.50 WIB teramati awan panas guguran dengan jarak luncur empat kilometer dari puncak atau dua kilometer dari ujung aliran lava ke arah tenggara (Besuk Kobokan). Namun, sebaran dan jarak luncurnya belum bisa dipastikan.

"Potensi ancaman bahaya erupsi Gunung Semeru berupa lontaran batuan pijar di sekitar puncak, sedangkan material lontaran berukuran abu dapat tersebar lebih jauh tergantung arah dan kecepatan angin," ujar Kristianto.

Potensi ancaman bahaya lainnya, kata dia, adalah berupa awan panas guguran dan guguran batuan dari kubah/ujung lidah lava ke sektor tenggara dan selatan dari puncak. Lahar juga bisa mengalir di sepanjang aliran sungai yang berhulu di daerah puncak bila terjadi hujan.

"Ddalam status waspada agar masyarakat tidak beraktivitas dalam radius 1 kilometer dari kawah/puncak Gunung Semeru dan jarak lima km arah bukaan kawah sektor selatan-tenggara," ujarnya.

Masyarakat, sambung dia, juga diminta mewaspadai potensi awan panas guguran lava, dan lahar dingin di sepanjang aliran sungai/lembah yang berhulu di puncak Gunung Semeru, terutama di aliran Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Sat. "Radius dan jarak rekomendasi itu akan dievaluasi terus untuk antisipasi jika terjadi gejala perubahan ancaman bahaya," ia menjelaskan.

 

4 dari 4 halaman

Ancaman dan Bahaya Letusan Gunung Semeru

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.