Sukses

Survei: 50 Persen Perempuan Muda di Perkotaan China Tak Mau Nikah

Sebuah survei baru menemukan bahwa hampir setengah dari wanita muda perkotaan China tidak berencana untuk menikah,

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah survei di China menyebutkan hampir 50 persen perempuan muda di China tak mau menikah. Dari jumlah itu adalah mereka yang tinggal di perkotaan.

Survei tersebut dilakukan oleh sayap Liga Pemuda Komunis China. Kesimpulan tersebut diperoleh berdasarkan survei terhadap 2.905 perempuan yang belum menikah yang tinggal di kota-kota China dengan usia 18 hingga 26 tahun, dikutip dari laman Insider, Rabu(13/10/2021).

Sebanyak 44 persen responden perempuan tak berniat untuk menikah. Sementara 25 persen responden pria menyatakan hal yang sama.

Alasan Gen Z China tak ingin menikah, 34,5 persen mengatakan "tidak punya waktu atau energi untuk menikah". Sementara itu, 60,8 persen Gen Z China yang disurvei mengatakan mereka merasa "sulit untuk menemukan orang yang tepat."

Peserta menyebutkan beberapa alasan lain untuk tidak menikah, termasuk biaya keuangan pernikahan dan beban ekonomi memiliki anak. Sepertiga responden juga mengatakan mereka tidak percaya pada pernikahan, dan persentase yang sama mengatakan mereka tidak pernah jatuh cinta.

Hasil survei ini merupakan pertanda buruk bagi China, yang tahun ini berusaha menerapkan kebijakan baru untuk meningkatkan angka kelahirannya. Negara tersebut melaporkan penurunan 70 persen dalam tingkat perceraiannya pada kuartal pertama 2021 setelah memberlakukan undang-undang "pendinginan".

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kebijakan Tiga Anak

Undang-undang tersebut mengamanatkan bahwa pihak berwenang setempat menunggu satu bulan sebelum menyetujui perceraian pasangan. Undang-undang itu diterapkan dalam upaya untuk meningkatkan tingkat kelahiran China yang lesu dengan mencegah perceraian impulsif.

Mei 2021, China juga meluncurkan kebijakan baru tiga anak, yaitu mencabut larangan sebelumnya untuk memiliki lebih dari dua anak per pasangan. Penghapusan kebijakan dua anak adalah yang kedua kalinya dalam lima tahun di mana China membuat perubahan signifikan pada pedoman pengendalian populasinya.

Pada 2016, pemerintah China membalikkan kebijakan satu anak, yang diterapkan pada 1979 untuk menekan ledakan populasi negara itu. Pergeseran penting dalam kebijakan kependudukan China tahun ini terjadi setelah laporan bahwa negara itu mencatat tingkat pertumbuhan populasi paling lambat sejak 1950-an.

3 dari 4 halaman

Tak Memililki Efek

Angka-angka ini terungkap dalam sensus penduduk sekali dalam satu dekade. Sensus tersebut mencatat bahwa tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata penduduk China turun menjadi 0,53 persen selama sepuluh tahun terakhir, turun dari 0,57 persen antara 2000 dan 2010.

Dalam sebuah perbincangan, para milenial China  mengatakan pada Juni 2021 bahwa kebijakan tiga anak tidak mungkin memiliki efek yang diinginkan. Mereka mengatakan, tingginya biaya membesarkan anak-anak, ditambah dengan gaya hidup "9-9-6" mereka yang serba cepat

Angka tersebut bermakna, di mana orang bekerja 12 jam sehari dari jam 9 pagi sampai jam 9 malam, enam hari seminggu merupakan penghalang mereka. Saat ini total populasi China masih mencapai 1,41 miliar orang.

4 dari 4 halaman

Infografis Kejahatan Vaksin Covid-19 Palsu di China

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.