Sukses

Syarat-Syarat Pembelajaran Tatap Muka yang Perlu Diperhatikan

Ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan untuk penerapan pembelajaran tatap muka.

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia sudah hampir berlangsung selama dua tahun. Pembelajaran jarak jauh pun masih berlangsung hingga saat ini untuk menghindari penyebaran Covid-19.

Di tengah pandemi ini, pembukaan pembelajaran tatap muka dilakukan di sejumlah sekolah. Hal tersebut tentu saja menimbulkan kekhawatiran keamanan para siswa.

"Seharusnya para siswa divaksinasi lebih dulu sebelum dilakukan pembelajaran tatap muka agar lebih aman. Untuk yang SD itu belum divaksinasi karena belum ada vaksinasinya," ujar Guru Besar Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Profesor Dr Budi Haryanto dalam acara "How to Reopen Schools Safely during Covid-19" secara daring, Sabtu (25/9/2021).

Selain vaksinasi, lanjut Budi, hal penting lain adalah disiplin penerapan 3M yaitu memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Berbicara tentang sekolah, guru maupun siapa yang ditugaskan sebagai pengawas apakah mereka menjalankan jaga jarak,

"Anak-anak bagaimana pun juga bertemu temannya cenderung ingin bermain dan ngobrol. Bisa jadi saat ngobrol tidak jelas mereka melepaskan maskernya. Itu harus ada yang mengawasi agar hal tersebut tidak terjadi," kata Budi.

Mereka harus diawasi, baik saat berada di sekolah dan saat pulang sekolah. Selain itu, jumlah siswanya pun harus dibatasi agar bisa dilaksanakannya 3M tersebut.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kapasitas Murid

Bagi Budi, jika banyak orangnya, maka penerapan jaga jaraknya tidak akan bisa. Jadi kapasitasnya sekitar 20--30 persen dulu dan kemudian bisa diatur untuk seorang anak hanya dua hari dan empat hari lainnya untuk sekolah dari rumah.

Pelaksanaan tersebut perlu tenaga ekstra. Guru yang memberikan pelajaran tatap muka juga harus memberikan pembelajaran secara online.

"Ini merupakan tantangan bagi sekolah. Kalau itu diupayakan maka akan gantian, sepertiga murid masuk dua hari. Kemudian empat hari mereka belajar secara online. Sepertiga murid berikutnya dan sepertiga murid berikutnya," imbuh dia.

 

3 dari 4 halaman

Manajemen Kualitas Udara

Peneliti kualitas udara terkemuka dunia, Profesor Jose-Luiz Jimenez menjelaskan, berbagai studi menunjukkan peran penting mitigasi risiko berlapis. Hal tersebut dikenal dengan istilah Swiss Cheese Model, dalam menurunkan risiko penularan COVID-19 secara signifikan di berbagai sekolah di belahan dunia.

"Manajemen kualitas udara dalam ruangan termasuk pengukuran kadar CO2, ventilasi udara, serta air filtration merupakan komponen kunci dalam menurunkan risiko penularan. Dengan begitu, maka akan meningkatkan keamanan anak-anak kita bersekolah tatap muka di tengah periode new normal," kata Jimenez.

Jimenez berkata, pendekatan Swiss Cheese Model menekankan tidak adanya solusi tunggal yang dapat secara efektif memerangi penularan virus yang menyerang saluran pernapasan seseorang. Untuk itu, diperlukan strategi mitigasi yang berlapis-lapis.

"Dalam Swiss Cheese Model, ventilasi dan penyaringan udara menjadi kunci untuk memitigasi risiko penularan virus, dikombinasikan dengan upaya-upaya pencegahan individu seperti memakai masker dan mencuci tangan," tuturnya.

4 dari 4 halaman

Infografis: Protokol Kesehatan Sekolah Tatap Muka

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.