Sukses

Cerita Akhir Pekan: Karier sebagai Petani Masih Menjanjikan?

Tak melulu sebagai pemenuh kebutuhan, karier sebagai petani turut berdampak bagi lingkungan sekitar.

Liputan6.com, Jakarta - Filmmaker banting setir jadi petani, kenapa tidak? Kisah menarik nan menginspirasi ini datang dari sosok petani vanili bernama Dwitra J. Ariana dari Pulau Dewata.

Semangat Dadap, begitu ia akrab disapa, tertuang dalam jejeran tanaman vanili di Mubupati Farm yang berada di Banjar Jeruk Mancingan, Penglumbaran, Susut, Bangli, Bali. Perjalanan sebagai petani tak lepas dari kecintaannya membuat film dokumenter.

Menurut Dadap, film membawanya bepergian ke banyak tempat, mengenal dan masuk begitu dalam ke kehidupan orang-orang. Pertemuan dengan banyak orang dari proses kreatif selama berbulan-bulan di pelosok negeri, mulai dari Bali, Flores, Sumatera, hingga Sulawesi, memunculkan satu perasaan di kala gusar.

"Orang-orang yang aku rasa paling bahagia hidupnya adalah yang menjadi petani. Saat galau hidup mau jadi apa di usia 30-an, tidak jelas, (berpikir) gimana aku jadi petani," kata Dadap saat dihubungi Liputan6.com, Rabu, 22 September 2021.

Jauh sebelum memutuskan jadi petani, sederet karya Dadap telah malang melintang di kancah nasional hingga global. Film dokumenternya meraih tiga nominasi Piala Citra FFI, Film Terbaik FFD Yogyakarta, official selection Singapore International Film Festival. Karyanya juga pernah diputar di CinemAsia Amsterdam dan Sidang Dewan HAM PBB di Jenewa pada 2017.

Cerita berawal pada 2013 ketika Dadap mengelola tanah keluarga untuk menanam kopi, namun terkendala lokasi yang secara elevasi dianggap kurang tinggi untuk kopi. Akhirnya, ia memilih menanam vanili yang mengantarkannya pada langkah besar di 2017.

Ada pihak yang tertarik dan menawarkan Dadap membangun perkebunan lebih serius pada pengelolaan manajemen. Investor berdatangan, vanili menjadi bintang dari perputaran bisnis yang kini bernaung dalam PT Royal Spice Gardens Indonesia.

"Aku mengontrak lahan 300 meter dari rumah, kemudian ada 17 lokasi di dekat rumah istriku di Tampaksiring," lanjut petani vanili ini.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Seberapa Menjanjikan?

Lantas, seberapa menjanjikan karier sebagai petani vanili? "Sangat menjanjikan, kalau negara penghasil terbesar vanili seharusnya Indonesia, cuma beberapa tahun terakhir Madagascar yang menjadi ikonik vanili dunia," jelasnya.

Petani vanili dikatakannya sangat padat karya karena proses bertani tidak dapat dikerjakan dengan mesin. "Lima tahun lagi, vaniliku 25 ribu pohon. Seandainya satu pohon berbuah empat saja per hari, aku punya 100 ribu bunga per hari yang aku harus kawinkan," lanjutnya.

Dadap menyebutkan petani vanili yang sudah terampil pun paling banyak dapat mengawinkan vanili sekitar 500 per hari. "Artinya, paling tidak dalam lima tahun ada 200 tukang kawin vanili, ini menjanjikan orang sekitar lapangan pekerjaan yang besar," tambahnya.

Menurutnya, vanili adalah komoditas yang sangat dibutuhkan Eropa hingga Amerika, terutama Eropa yang tidak bisa menanam vanili. Ini digunakan sebagai pemberi aroma, baik untuk susu dan cokelat yang tawar, hingga penghilang bau tengik dan anyir.

"Paling mahal itu buah vanilla gourmet seperti kacang buncis kering, itu dijadikan bahan baku perasa dan pengaroma makan yang paling bermutu tinggi. Harganya mahal dan dibelah dicari isi dalamnya," tambahnya.

Kegiatan bertani Dadap turut berdampak bagi komunitas sekitarnya. Ia mempelajari seluk beluk vanili secara daring pada 2017 lalu, kemudian membagikan ilmu tersebut bagi warga dekat rumahnya.

"Saat ini ada 21 orang pekerja yang tugasnya mengawinkan vanili, memupuk, membangun kebun, membabat dengan upah Rp80 ribu--Rp90 ribu per hari," tambahnya.

Tak dipungkiri, ada beberapa kendala yang dihadapi Dadap dalam bertani. "Sampai sekarang yang paling fatal serangan hewan tetangga, biasanya ayam. Di desaku sudah tidak ada yang menggantungkan hidup bertani, karena itu awig-awig atau peraturan desa menyangkut tata cara memelihara hewan ternak di abaikan," jelas Dadap.

"Seharusnya, sudah diatur bagaimana tata cara memelihara ayam, sudah diatur sejak dulu dan kalau melanggar ada sanksinya," jelasnya.

3 dari 5 halaman

Persatuan Petani Muda Indonesia

Kehadiran berbagai komunitas bertani terutama anak muda, jadi angin segar sekaligus harapan keberlanjutan di masa mendatang. Salah satunya datang dari Persatuan Petani Muda (Pertama) Indonesia.

Founder Persatuan Petani Muda (Pertama) Indonesia Reza Wahyu Purnama menyampaikan, komunitas ini lahir karena efek pandemi Covid-19. Reza menginisiasi langkah masa depan setelah Covid-19 melanda.

"Krusialnya, bansos jadi hal yang paling ditunggu-tunggu oleh masyarakat yang isinya makanan, terkait ketahanan pasangan. Makanya, saya tergerak dengan teman-teman membuat satu platform Pertama Indonesia," kata Reza saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 23 September 2021.

Visi misi platform ini, dikatakan Reza, mengajak para generasi muda untuk mau bertani dan mengubah cara pandang. Kemudian, pihaknya ikut menyukseskan program dari Kementerian Pertanian khususnya yang berkaitan dengan petani muda.

"Yang kami siapkan, dari hulu yaitu ide-ide murni, bagaimana mengimplementasikannya. Sebelum ke hilir, kami siapkan sering diskusi dengan pak wakil menteri dan jajarannya terkait dengan kebijakan, regulasi, di hilir kami siapkan pelatihan dan eksekusi langsung di lapangan terkait masalah bagaimana menjual produk dan mengemas," tambahnya.

Reza menyebut, ada anak muda yang mau terjun langsung bertani, namun ada pula yang tidak. Bagi mereka yang tidak mau terjun langsung dan memiliki sedikit modal, dapat menginvestasikannya.

"Menurut saya sangat menjanjikan karena saya bukan berlatar belakang pertanian, tapi pandemi ini saya pelajari habis. Pertanian untuk bisa mengambil dunia ada tiga unsur yang harus kita kuasai, yang diberikan sama Yang Maha Kuasa Indonesia ada perairan, udara dan pertanian dan tanah, ini yang bisa mendominasi dunia di kemudian hari, chance-nya sangat besar," ungkapnya.

4 dari 5 halaman

Dampak Sosial

Reza mencontohkan beberapa petani muda yang tergabung di Pertama Indonesia yang menanam beras hidroponik hingga bawang. Mereka bahkan turut mengajak serta tertangga untuk ikut bertani.

"Sudah bisa mengaktivasi tetangga-tetangganya untuk jadi kayak mereka, diajari. Waktu tanam pun, berasnya sudah di-booking oleh pembeli, langsung end user yang beli," tuturnya.

Sementara, ada beberapa klasifikasi para petani muda di Pertama Indonesia. Pertama, mereka yang turun temurun bertani masuk kategori nomor satu karena sudah ahli.

"Misalnya, bapaknya petani, anaknya yang meneruskan di lahan keluarga. Mereka sudah fokus dengan tanaman yang ditanam di tanah, bukan hidroponik dan jumlahnya yang besar, ada bawang bisa dalam tiga bulan untungnya 100 persen," jelasnya.

Untuk anak muda lain mayoritas bermain di hidroponik dengan menjalani riset panjang sebelum terjun. Selain itu, Pertama Indonesia juga memiliki program lain ke depannya.

"Kami juga ada program yang akan memanfaatkan lahan sempit, siapapun bisa dengan halaman di rumah tiga meter minimal, ini mengurangi cost dari rumah tangga untuk belanja," tutup Reza.

5 dari 5 halaman

Infografis Tanaman Sayuran yang Cocok Ditanam di Lahan Sempit

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.