Sukses

Molokhia, Makanan Firaun yang Kini Merakyat di Mesir

Molokhia merupakan makanan penyembuhan Firaun yang hidup di abad ke-10 Masehi.

Liputan6.com, Jakarta - Namanya mungkin terdengar kurang familiar, tapi molokhia punya julukan tak main-main, yakni 'makanan raja'. Makanan yang pengucapannya mo-lo-hi-a itu pernah disajikan untuk Firaun sang penguasa Mesir.

Dikutip dari BBC, Selasa, 3 Agustus 2021, menurut cerita turun-temurun, Firaun yang hidup sekitar abad ke-10 Masehi menyantap sup molokhia sebagai makanan penyembuhan. Makanan itu pun menjadi salah satu hidangan kerajaan.

Meski begitu, The Caliphh of Kairo, salah satu pemimpin Mesir dari Dinasti Fatimid yang hidup di abad ke-10 Masehi, pernah melarang konsumsi molokhia. Berdasarkan cerita rakyat setempat, itu lantaran molokhia berefek merangsang nafsu pada wanita.

Aturan itu seiring waktu dicabut. Molokhia kembali dikonsumsi, bahkan oleh warga biasa. Michelle Berriedale-Johnson, seorang sejarawan makanan dan penulis isu kesehatan, menuturkan bahwa warga memakan ful (sup kacang fava hangat) dan molokhia pada masa Firaun hingga saat ini.

"Karena sudah menjadi menjadi kebiasaan dan cocok dengan iklim dan menu makanan mereka," tambah Berriedale-Johnson

Molokhia kini menjadi bagian dari makanan pokok di Mesir. Warga setempat menganggapnya sebagai simbol negara. Karenanya, restoran-restoran Mesir umumnya mencantumkan molokhia sebagai salah satu menu mereka. 

Makanan ini biasanya disantap saat malam hari dengan tambahan nasi, roti, atau daging. Tidak jarang, anak-anak mengonsumsinya sebagai menu makan siang. Ada pula yang mengonsumsinya dengan udang, seperti warga Alexandria, atau bahkan kelinci rebus seperti warga pedalaman. 

"Makanan ini mudah ditelan, para ibu di Mesir memberikan ini kepada bayi-bayi mereka setelah menyusui," ucap Emad Farag, pegawai di St. Regis Kairo.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pisau Khusus

Bentuk tanaman molokhia mirip dengan bayam berwarna hijau lumut. Tapi, mengolahnya memerlukan keterampilan khusus. Juru masak Helmy menggunakan pisau melengkung yang disebut makhrata untuk memotong daun-daun molokhia. Pemotongan ini akan menghasilkan tekstur dari molokhia seperti permen karet.

Sementara, Mohammed Fatih, seorang koki di restoran Aswan’s Makka yang berlokasi di Jalan Abtal el Tahrir, memiliki kreasi sendiri untuk mengolah molokhia.

"Rahasia saya yaitu memasak kuah kaldu yang terbuat dari tulang ekor sapi dan didihkan selama tiga jam. Lalu, ditambahkan molokhia yang sudah dicincang ke dalam kaldu," ungkap Fatih.

Beda lagi dengan Tarek Helmy, seorang pensiunan konsultan di Kairo. Ia mengatakan cara mengonsumsi molokhia bisa berbeda-beda dari satu rumah dan rumah lainnya. Baginya, ia mencampurkannya dengan nasi, persis seperti ajaran ayahnya.

Menurut Helmy, hidangan molokhia yang baik sebaiknya menempel pada nasi. "Saya bahkan sampai memanggil ibu saya ke Dubai, ketika saya tinggal di sana, hanya untuk mengajari juru masak saya untuk membuat molokhia," ujarnya.

 

 

3 dari 4 halaman

Manfaat Molokhia

Berriedale-Johnson mengatakan, molokhia memiliki semua jenis manfaat yang baik untuk pencernaan. Menurut studi dalam Journal of Ethnopharmacology, daun molokhia dapat mencegah peradangan usus dan obesitas. Molokhia mengandung vitamin C, E, potasium, zat besi, dan serat.

"Molokhia juga mengandung karotenoid antioksidan dan elemen antioksidan lainnya, yang bermanfaat ketika ditambahkan dalam menu diet," ujar Mai Amer, seorang ahli gizi anak di Kairo.

Sementara itu, Hussein Mustafa, yang bekerja di tiga kapal pesiar mewah Sanctuary Retreat, membocorkan tentang sumber terbaik molokhia. "Molokhia terbaik ditanam di antara ladang tebu. Maka dari itu, molokhia yang bagus adalah molokhia yang tumbuh di selatan Mesir dibandingkan utara," ujar pria kelahiran Luxor.

Fayoum yang terletak 100 km barat daya Kairo di Mesir Tengah mempunyai daerah oasis yang subur, dengan padang gurun dihiasi pohon palem, mata air belerang yang alami, dan hamparan padang hijau. Firaun Amenemhat III (1818-1770 SM) mengamati potensinya sebagai lahan pertanian.

Sekitar 3.500 tahun kemudian, petani molokhia Fayoum terus menggunakan lahan tersebut untuk bercocok tanam. Sinar matahari dan tanah yang dikeringkan merupakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan molokhia, yang tumbuh dari Mei hingga Agustus hanya dalam waktu 60 hari. (Gabriella Ajeng Larasati)

 

4 dari 4 halaman

Benarkah Covid-19 Menyebar Lewat Makanan?

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.