Sukses

Sekelumit tentang Bambooland Indonesia, Komunitas Pelestari Bambu

Bambu sejak lama jadi bagian yang tak terlepaskan dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, tapi kesadaran untuk melestarikannya menurun seiring waktu.

Liputan6.com, Jakarta - Nama Bambooland Indonesia mungkin belum familiar di telinga mayoritas publik, padahal sudah eksis sejak 2017. Sang pendiri, Yulianto P. Prihatmaji mendeskripsikannya sebagai sebuah platform dan semangat untuk pemuliaan tanaman bambu

"Mulai dari penanaman, pemanenan, sampai packaging ke berbagai industri kreatif," ia menjelaskan dalam live Instagram Parongpong bertajuk Bambu, Arsitektur, dan Lingkungannya, Kamis malam, 29 Juli 2021.

Yulianto yang juga seorang dosen Arsitektur Universitas Islam Indonesia (UII) sekaligus founder dari Sekolah Lurah, menjelaskan bahwa Bambooland Indonesia awalnya merupakan salah satu inisiatif pemberdayaan masyarakat desa yang digagas di Sekolah Lurah, sebuah gerakan kampus. Berangkat dari bidang keilmuannya, ia memilih bambu sebagai objek inovasi lantaran memiliki banyak manfaat.

Tanaman berakar serabut itu bermanfaat dari akar hingga batang. Akar bambu selain dapat membantu menahan longsor juga dapat dijadikan kerajinan, apalagi batangnya. Sementara, bambu muda atau rebung bisa dikonsumsi dengan beragam olahan, termasuk lumpia khas Semarang.

Daun bambu pun dapat dimanfaatkan sebagai minuman seduh. Bambooland Indonesia juga mengembangkan batik organik bambu (BOB) dengan motif, pewarna, dan serat seluruhnya menggunakan bambu. Program tersebut melibatkan UMKM, tetapi riset dan pengembangannya bekerja saa dengan kampus, pemkab, dan disperindag setempat.

Tapi, menurut Yulianto, banyak publik tak menyadari hal itu. Kalau pun sadar, keinginan menumbuhkan dan merawat terbilang rendah lantaran proses yang harus dilalui membutuhkan waktu sekitar 1--5 tahun sebelum bambu bisa dimanfaatkan.

"Kalau dari sisi kampus kan enak ya, wah besok 1-5 tahun. Tapi kalau dari sisi masyarakat, nanti dulu. Ini kami perlu makan. Apa yang bisa kami makan dari tanaman bambu? Nah ini yang harus kita pikirkan gitu," ia menerangkan.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bamboo Ranger

Sejumlah strategi dipikirkan agar bambu bisa terus lestari. Salah satunya dengan meluncurkan Bamboo Asuh, yakni program orangtua asuh tanaman bambu. Mereka akan membantu merawat tanaman bambu seseorang yang tak mampu melakoninya sendiri.

"Jadi misalnya Mas Rendy punya rumpun bambu tapi tidak punya waktu. Nah nanti kita bisa menurunkan namanya Bamboo Ranger,” ujar Yulianto P. Prihatmaji kepada moderator, Rendy.

Bamboo Ranger terdiri dari sekelompok orang yang berpengetahuan tentang bambu. Mereka nantinya ditugaskan oleh desa atau komunitas yang memiliki rumpun bambu, untuk merawat tanaman itu sampai panen. Ketika panen pun, tidak boleh semua dipangkas. Penebangan bambu harus menyisakan tiga generasi dari bambu.

"Dia akan ninggalin tiga generasi, yaitu kakek, bapak, dan anak bambu. Nah, ini kunci program Bamboo Asuh yang coba kita selenggarakan itu," tambahnya.

Untuk mengakomodasi kebutuhan warga selama menunggu bambu dipanen, Bambooland Indonesia membuat trek motor downhill dan endure di Dusun Ngepring, Purwobinangun, Sleman, Yogyakarta. Para pengguna motor yang melewati jalan itu harus membayar.

"Nanti ada rangers yang naik ke atas kemudian turun lagi. Untuk main-main kayak gitu. Nah, itu kan banyak sekali orang yang memang hobi ya, itu bisa untuk pemasukan bagi masyarakat," tambahnya

Bambooland Indonesia saat ini berpusat di Desa Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Komunitas itu kini mencoba mengembangkan jangkauannya ke kecamatan sekitar, seperti Kecamatan Turi dan Kecamatan Cangkringan. 

3 dari 4 halaman

Budaya Bambu

Yulianto mengingatkan bambu pada dasarnya adalah bagian dari kehidupan masyarakat di Indonesia. Sejumlah daerah memiliki tradisi bambu yang kuat, khususnya Toraja dan Sunda. 

Beberapa jenis bambu tumbuh subur di Toraja, Sulawesi Selatan. Masyarakat suku Toraja kemudian memanfaatkannya untuk membuat peralatan, seperti bilah sabit, bilah parang, dan bilah pedang. Sementara, masyarakat Sunda memanfaatkannya untuk beragam keperluan, mulai dari sebagai tempat tinggal hingga alat musik tradisional.

Namun, ia melihat makin ke sini, masyarakat melepaskan diri dari bambu, seakan bambu tidak bisa dimodernkan. Ia menilai kurangnya penerapan desain yang canggih untuk produk-produk dari bambu dan di situlah tantangannya.

"Kita kurang tabah untuk menjalani kehidupan bambu ini," ujarnya.

Ia berharap di masa depan, masyarakat Indonesia lebih awas dengan warisan budayanya sendiri. Ia juga mengajak agar lebih banyak yang melestarikannya sehingga akan lebih banyak yang mendapatkan manfaatnya.

"Ini yang perlu didorong bareng-bareng. Jadi kita mulai ngeliat bambu di sekitar kita, mulai apa yang bisa disumbangsihkan. Mari berumpun, kita teguh," Yulianto mengajak. (Gabriella Ajeng Lestari)

4 dari 4 halaman

Serba-serbi Rumah Ramah Lingkungan

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.