Sukses

Hari Hutan Internasional 2021: Manusia Sangat Berutang Budi kepada Hutan

Hutan Indonesia saat ini disebut mencapai 10 persen dari total luas hutan dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Memeringati Hari Hutan Internasional (HHI) yang jatuh setiap 21 Maret, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya memaparkan sejumlah hal yang dilakukan Indonesia dalam penyelamatan hutan tropis. Ia menerangkan bahwa luas hutan Indonesia saat ini sekitar 126 juta hektare, yaitu 10 persen dari total luas hutan di dunia.

"Keberadaan hutan Indonesia telah memberikan kontribusi sebagai sumber pangan untuk 48,8 juta orang yang tinggal di dalam dan sekitar hutan, di mana 30 persen di antaranya benar-benar bergantung dari hasil hutan," kata MenLHK dalam webinar yang berlangsung, Rabu, 31 Maret 2021.

Dalam kesempatan itu, ia menyebut Indonesia telah menurunkan laju deforestasi sebesar 75,03 persen pada periode 2019-2020. Totalnya mencapai 115,46 ribu hektare. Ia mengklaim angka tersebut jauh lebih baik dibandingkan deforestasi pada 2018-2019 yang mencapai 462,46 ribu hektare.

Ia mengingatkan deforestasi dan degradasi hutan meningkatkan emisi gas rumah kaca yang menyumbang perubahan iklim. Setidaknya delapan persen tanaman hutan dan lima persen hewan hutan berada di risiko kepunahan yang sangat tinggi akibat hal itu. Maka, menjaga dan memulihkan fungsi hutan menjadi satu-satunya jalan untuk memperbaiki kualitas lingkungan.

"Restorasi dan pengelolaan hutan lestari akan mengatasi krisis perubahan iklim dan ancaman kehilangan keanekaragaman hayati, yang secara bersamaan juga dapat menghasilkan barang dan jasa lingkungan yang dibutuhkan untuk pembangunan berkelanjutan," ujar Menteri Siti, dalam rilis yang diterima Liputan6.com, Rabu, 31 Maret 2021.

Ia menekankan bahwa semua orang mendapat manfaat kesehatan dari hutan, mulai dari penyedia udara segar, makanan bergizi, air bersih, dan ruang rekreasi. Hutan pun menjadi sumber mata pencaharian warga. Dari 31.957 desa yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia, kata Siti, kurang lebih 71,06 persen desa tersebut berinteraksi dengan hutan dan penduduknya menggantungkan hidupnya dari sumber daya hutan.

Bahkan, hutan juga menjadi sumber obat bagi manusia. Di negara maju, kontribusinya hingga 25 persen dari semua obat-obatan, sedangkan kontribusi sumber daya hutan untuk negara berkembang mencapai 80 persen. Buktinya nyata.

KLHK bersama masyarakat sekitar meneliti sejumlah flora yang bisa dimanfaatkan sebagai tanaman obat dan ketahanan pangan, seperti Candidaspongia sp. di Taman Wisata Alam (TWA) Teluk Kupang untuk antikanker; penelitian mikroba yang berguna bagi tanaman di Taman Nasional (TN) Gunung Ciremai yaitu Cendawan (Hursutella sp dan Lecanicillium sp), isolat bakteri pemacu pertumbuhan (C71, AKBr1, dan AKS), dan isolat bakteri antifrost (PGMJ1 dan A1). Karena itu, tak salah bila menyebut manusia berutang budi kepada hutan.

"Pada kesempatan ini, saya ingin menekankan pentingnya peningkatan kepedulian untuk menjaga lingkungan, hutan dan keanekaragaman hayati yang salah satunya melalui kegiatan penanaman pohon, mangrove dan pemulihan gambut, sebagai jalan menuju pemulihan dan kesejahteraan," ucap dia.

 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kondisi Lahan Kritis

Mengutip penjelasan PBB, hutan disebut menyediakan lebih dari 86 juta green jobs dan mendukung mata pencaharian lebih banyak orang. Kayu dari hutan yang dikelola dengan baik mendukung beragam industri, dari kertas hingga pembangunan gedung-gedung tinggi. Investasi dalam restorasi hutan akan membantu pemulihan ekonomi dari pandemi dengan menciptakan lebih banyak lapangan kerja.

Terkait hal itu, ia menerangkan bahwa Indonesia sudah berusaha memulihkan lahan kritis dan sangat kritis yang tercatat seluas 14,01 juta hektare pada 2018. Cara dengan menanami dengan pohon. Pada periode 2015-2018, lahan kritis yang ditanami kembali seluas 788.400 Ha. Selanjutnya pada 2019-2020, ditanam seluas 250 ribu hektare lahan, juga penanaman mangrove seluas 63 ribu hektare serta pemulihan dan tercatat restorasi gambut sejak 2017-2020 seluas 3,438 juta Ha.

Pada tahun ini, pemerintah berencana menanam mangrove seluas 81.000 hektare dan sedang dalam persiapan untuk penambahan luas penanaman menjadi 150.000 hektare mangrove. "Gambaran ini menunjukkan betapa pemerintah berupaya untuk terus dapat melakukan pemulihan lahan dan land neutrality dalam skala besar, dengan total area tidak kurang dari 4,69 juta hektar pemulihan lahan, termasuk gambut dan mangrove selama tahun 2015-2021 ini," ujar dia.

Selanjutnya, ia menekankan bahwa “setiap pohon sangat berarti”. Menurut Menteri Siti, kegiatan penanaman dan pemulihan lahan meskipun dalam skala kecil dapat berdampak besar. Penghijauan kota dapat menciptakan udara yang lebih bersih dan ruang yang lebih indah serta memiliki manfaat besar bagi kesehatan mental dan fisik penduduk perkotaan. PBB memperkirakan bahwa pohon di perkotaan memberikan manfaat yang sangat bernilai dengan mengurangi polusi udara, mendinginkan bangunan, dan menyediakan layanan lainnya.

Prinsip lainnya adalah bahwa pelibatan dan pemberdayaan masyarakat untuk mengelola hutan secara berkelanjutan merupakan langkah penting menuju perubahan yang positif. Lingkungan yang sehat membutuhkan keterlibatan pemangku kepentingan, terutama di tingkat lokal, sehingga masyarakat dapat mengatur dan mengelola lahan tempat mereka dengan lebih baik.

"Pemberdayaan masyarakat membantu memajukan solusi lokal dan mendorong partisipasi dalam restorasi ekosistem. Ada peluang untuk membangun kembali lanskap hutan yang adil dan produktif, serta menghindari risiko buruk terhadap ekosistem dan masyarakat yang ditimbulkan oleh perusakan hutan," terang Menteri Siti. (Dinda Rizky Amalia Siregar)

3 dari 3 halaman

Bencana Kebakaran Lahan dan Hutan

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.