Sukses

Cerita Akhir Pekan: Aktivitas Bank Sampah di Masa Pandemi

Sesuai namanya, bank sampah merupakan konsep pengumpulan sampah kering dan dipilah serta memiliki manajemen layaknya perbankan.

Liputan6.com, Jakarta - Bagi sebagian orang, mungkin belum terlalu akrab dengan istilah bank sampah. Sesuai namanya, bank sampah merupakan konsep pengumpulan sampah kering dan dipilah serta memiliki manajemen layaknya perbankan, tapi yang ditabung bukan uang melainkan sampah.

Warga yang menabung yang juga disebut nasabah, punya buku tabungan dan bisa meminjam uang yang nantinya dikembalikan dengan sampah seharga uang yang dipinjam. Sampah yang ditabung ditimbang dan dihargai dengan sejumlah uang nantinya akan dijual di pabrik yang sudah bekerja sama.

"Kita ingin menyadarkan masyarakat agar tidak membakar sampah sekaligus memberikan edukasi mengenali jenis sampah. Dengan begitu masyarakat bisa memisahkan jenis sampah yang dapat dimanfaatkan sehingga tidak langsung dibuang," terang Fitria Aryani selaku Direktur Utama Bank Sampah Nusantara pada Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (BSN LPBI NU) pada Liputan6.com, Jumat, 19 Februari 2021.

Fitria menambahkan, BSN telah memiliki lebih dari 120 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia sejak didirikan pada 2016. Mereka juga telah menggandeng BNI untuk mendukung seluruh nasabah Bank Sampah NU agar memiliki transaksi berbasis perbankan. Beberapa jenis sampah telah dimanfaatkan BSN untuk membuat sejumlah produk kreatif dan kerajinan.

"Sampah-sampah kering yang sudah dibersihkan bisa dibuat beragam barang kerajinan seperti seni lukisan sketsa wajah, miniatur transportasi, grafika koran bekas hingga produk yang bisa dimanfaatkan sehari-hari seperti case ponsel pintar, hiasan lampu dan gantungan kunci," ungkapnya.

"Bahkan sampah-sampah plastik seperti bekas sachet minuman dan makanan ringan, kalau dikombinasikan dengan bahan lain seperti botol bekas bisa dibuat menjadi bangku. Kita memang sering menggelar pelatihan agar sampah bisa dimanfaatkan dan dibuat jadi barang lain yang bisa dijual," sambung Fitria.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Timbunan Sampah Medis

Di BSN, mereka menerima penimbangan sampah dari para nasabah setiap Jumat, seusai salat Jumat. Tujuannya supaya lebih efektif dalam mengumpulkan dan menyetorkan sampah ke BSN.

Meski menerima nasabah dari warga sekitar, fokus utama BSN adalah pesantren, selain ke komunitas lainnya. Lingkungan pesantren dinilai sebagai sebuah komunitas yang cukup kuat di masyarakat. Satu pesantren bisa punya ribuan, bahkan puluhan ribu santri. Dengan jumlah yang tidak sedikit, sampah yang dihasilkan oleh pesantren juga tidak bisa dipandang sebelah mata.

Selain itu, LPBI-NU melihat pesantren bisa menjadi agen perubahan atau agent of change. Perubahan yang terjadi tidak hanya dirasakan di lingkungan pondok baik santri maupun kiai dan ustaznya, tapi juga masyarakat sekitar dan alumninya.Sementara di masa pandemi ini, beberapa kegiatan untuk sosialisasi maupun pelatihan dalam mengelola sampah yang biasanya dilakukan BSN berkurang drastis.

Namun yang jadi masalah utama di masa pandemi ini kata Fitria, adalah timbunan sampah medis seperti botol hand sanitizer dan sabun cuci tangan, masker, sarung tangan dan Alat Pelindung Diri (APD).

"Itu bukan hanya berasal dari rumah sakit saja, tetapi juga limbah medis seperti masker, sarung tangan dan APD yang berasal dari rumah tangga. Bahkan gaya hidup baru seperti belanja online, menambah daftar permasalahan dalam penanganan sampah plastik yang sampai hari ini belum tuntas," ucap Fitria.

Masalah sampah plastik memang makin bertambah, karena banyak orang memesan barang maupun makanan dengan kemasan plastik berlapis-lapis agar lebih aman dari paparan virus.

3 dari 5 halaman

Sampah Plastik

"Padahal sebelum pandemi terjadi, sudah cukup banyak gerakan mengurangi sampah plastik dan dapat respons cukup bagus dari masyarakat. Tapi karena pandemi, jadi banyak yang beralih lagi ke kemasan plastik. Ini memang sulit karena faktor keselamatam jadi yang utama," kata Fitria.

Untuk itu, Fitria menyarankan agar mereka yang memesan barang secara daring, meminta bungkus atau kemasan non-plastik seperti kertas atau kemasan daur ulang. Memang bukan hal mudah, tapi setidaknya patut dicoba untuk mengurangi sampah plastik. Ia juga berharap para nasabah maupun masyarakat umum lebih berhati-hati saat beruruan dengan sampah medis.

"Ini momennya juga pas menjelang Hari Peduli Sampah Nasional, jangan lupa terapkan protokol kesehatan, dan bersihkan badan usai membereskan atau memilah sampah terutama yang ada unsur medisnya. Kadang beberapa petugas sampah atau kebersihan tidak dibekali dengan pengetahuan yang cukup sehingga banyak juga yang terkena Covid-19," ujar Fitria.

Sementara itu, bank sampah di daerah Magelang, Jawa Tengah, lebih menyasar pada masyarakat sekitar. Kehadiran bank sampah bisa mengurangi kerusakan lingkungan, dan bisa menambah pendapatan bagi kelompok masyarakat.

"Kita ingin dengan adanya bank sampah, aksi peduli lingkungan bisa terus tumbuh, agar sampah bisa ditangani dengan baik, supaya tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Karena itu kita di bank sampah ini menerima sampah organik maupun yang anorganik," kata Ketua Kelompok Bank Sampah Angrek, Desa Blondo, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Esti Zunastiti pada Liputan6.com, Jumat, 19 Fenruari 2021.

4 dari 5 halaman

Membuat Barang Kerajinan

Menurut Esti, sampah anorganik seperti kaleng aluminium, styrofoam. Barang-barang dari logam, kemasan plastik dan kaca, biasanya dijual sebulan sekali ke pengepul sehingga para nasabah atau pelanggan bisa mendapatkan uang.

Sedangkan sampah organik seperti sisa masakan, karton dan kertas biasanya dibuatkan barang-barag kerajinan yang bisa dijual, seperti benda-benda seni maupun aksesori seperti kalung dan tas. Di masa pandemi ini, Esti mengakui ada beberapa perubahan sejumlah kegiatan rutin yang biasanya dilakukan di akhir bulan ini, untuk sementara ini ditiadakan. Dengan begitu beberapa kegiatan seperti penyuluhan agak terputus.

"Tapi selama pandemi ini volume sampah bisa dibilang tidak jauh beda dengan sebelum pandemi ini. Waktu awal pandemi memang lumayan banyak sampah plastik karena banyak yang pesan makanan atau barang secara online. Ya tapi itu cuma beberapa bulan saja, setelah itu agak berkurang lagi," tutur Esti.

Meski begitu, pembuatan barang-barang kerajinan dari sampah tetap banyak peminat. Alasan utamanya adalah karena pekerjaan itu bisa dilakukan di rumah masing-masing.

"Jadi kita mendorong siapa saja, terutama mereka yang kehilangan pekerjaan atau pekerjaannya berkurang selama pandemi ini untuk membuat barang-barang kerajinan dari sampah. Hasilnya nanti bisa mereka jual dan kita bisa ikut membantu menjual juga. Sampai sekarang ini peminatnya cukup banyak," tutup Esti.

5 dari 5 halaman

Infografis Timbulan Sampah Sebelum dan Sesudah Pandemi

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.