Sukses

6 Fakta tentang Lasem, Tiongkok Kecil di Jawa Tengah

Lasem disebut-sebut sebagai wilayah pertama orang Tiongkok menjejakkan kaki di Pulau Jawa.

Liputan6.com, Jakarta - Secara administratif, Lasem merupakan sebuah kecamatan di kawasan Rembang, Jawa Tengah. Julukan "Tiongkok Kecil," pun tersemat, lantaran Lasem dipercaya sebagai wilayah awal pendaratan orang-orang Tiongkok di tanah Jawa, di samping memang terdapat perkampungan Tionghoa di sana.

Sejarah panjang dalam melestarikan keragaman budaya dan etnis telah tercatat dalam perjalanan kawasan mungil di pesisir utara Pulau Jawa tersebut. Toleransi antarmasyarakat di sini sudah dikenal sejak dulu.

Adanya 241 rumah kuno di sepanjang jalan dan gang perkampungan seolah menguatkan posisinya sebagai "rumah" bagi lusinan budaya, juga tradisi. Mengulik lebih jauh, berikut sejumlah fakta Lasem, seperti dilansir dari berbagai sumber, Kamis, 18 Februari 2021.

1. Tiongkok Kecil

Berkaca pada julukan tersebut, terdapat perkampungan berisi rumah-rumah kuno berbentuk unik di Lasem, seperti di Desa Karangturi dan Desa Soditan. Terdapat pula tiga kelenteng megah yang sudah lama berdiri.

Mereka adalah Kelenteng Gie Yong Bio di Jalan Babagan, Kelenteng Cu An Kiong di Jalan Dasun, dan Kelenteng Po An Bio di Karangturi.

Ada juga puluhan pondok pesantren tua yang di antaranya memiliki bangunan berarsitektur khas Tiongkok, seperti Pondok Pesantren Al-Hidayat Asy-Syakiriyyah di Soditan dan Pondok Pesantren Kauman di Karangturi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

2. Menjunjung Tinggi Toleransi

Tak pernah ada catatan konflik antaretnis yang mendiami Lasem. Refleksi toleransinya juga terbentuk dalam berbagai contoh. Misal, selama perayaan Imlek, kelenteng terbuka bagi siapa pun untuk saling bertemu dan menikmati makanan khas tahun baru.

Selain itu, para santri yang menimba ilmu di pondok pesantren juga dituntut untuk bisa membiasakan diri dengan masyarakat keturunan Tionghoa. Tak heran banyak wisatawan yang datang ke pondok pesantren untuk belajar bagaimana mereka menjaga toleransi.

"Kalau ada orang Tionghoa meninggal, ya orang Muslim ikut takziyah, begitu juga sebaliknya. Di sini aman dan nyaman. Kelentengnya juga berdekatan dengan pesantren. Semua membaur dan saling menghormati," ujar Oen Liang, salah satu keturunan Tionghoa di Lasem, melansir laman resmi Pemprov Jateng.

3 dari 6 halaman

3. Percampuran Budaya

Telah disinggung bahwa percampuran budaya terjadi di Lasem, salah satunya terefleksi dalam arsitektur bangunan. Pondok Pesantren Al-Hidayat Asy-Syakiriyyah, misal, yang awal-mulanya merupakan bangunan penginapan masyarakat Tionghoa. Bahkan, masih terdapat ejaan Mandarin di pintu ruang tamu pesantren tersebut.

4. Sejarah Perdagangan Opium

Masa perdagangan opium merupakan puncak kejayaan orang-orang Tionghoa di Lasem, yakni sekitar abad ke-19. Bangunan tua yang masih kokoh berdiri sampai sekarang diyakini sebagai bukti kesuksesan perekonomian keturunan Tionghoa di sana.

Bukti jika Lasem merupakan daerah pemasok opium terbesar di Jawa, yakni adanya rumah yang saat ini dikenal sebagai Lawang Ombo. Bangunan di Desa Soditan itu semula merupakan gudang opium.

Para pengedar, yang umumnya orang-orang Tionghoa, diperbolehkan berbisnis opium. Namun, saat itu, mereka harus membayar pajak pada pemerintah Hindia Belanda.

4 dari 6 halaman

5. Batik Lasem, Kombinasi 2 Budaya

Berbicara tentang Lasem tak pernah afdal bila tak menyinggung soal produksi batiknya. Wastra di kawasan ini memiliki motif yang merupakan hasil akulturasi budaya Tiongkok dan Jawa.

Percampurannya dilatarbelakangi fakta bahwa perajin batik di Lasem semula merupakan orang keturunan Tionghoa. Sampai akhirnya banyak masyarakat lokal yang mendalami seni tersebut.

Batik Lasem juga memiliki satu motif unik, yaitu watu pecah. Motif tersebut terinspirasi dari pembangunan Jalan Anyer-Panarukan yang mengharuskan masyarakat memecah batu jadi berukuran kecil seperti kerikil.

Sementara, ciri khas warna kain batiknya adalah merah darah ayam atau dalam bahasa Jawa disebut 'abang getih pithik'. Warna merah ini dihasilkan dari akar pohon mengkudu atau pace.

Kebanyakan batik lasem merupakan batik tulis yang seluruh proses pembuatannya dilakukan dengan tangan. Karenanya, butuh waktu berbulan-bulan untuk menghasilkan satu lembar kain batik.

Tak heran jika harga kain batik ini cukup tinggi, apalagi bila motifnya semakin rumit. Harga batik lasem berkisar mulai dari ratusan ribu hingga puluhan juta rupiah.

5 dari 6 halaman

6. Uniknya Kuliner Lasem

Urap latoh, makanan khas Lasem, sekilas mungkin terlihat sama dengan urap lain. Yang membedakan sajian ini adalah pemakaian sayuran yang disabut latoh. Latoh adalah tanaman hijau sejenis rumput laut dengan bentuk bercabang.

Selain itu, ada juga satai srepeh. Uniknya, kuliner ini disajikan bersama bumbu yang terbuat dari gula merah dan santan. Bumbu berwarna merah kecokelatan dengan rasa asin, manis, dan gurih ini berpadu dengan potongan ayam yang dipenyet. (Melia Setiawati)

6 dari 6 halaman

Kombinasi 3M Turunkan Risiko Tertular COVID-19 hingga 99,9 Persen

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.