Sukses

6 Fakta Menarik tentang Kota Tegal yang Sempat Dijuluki Jepangnya Indonesia

Kota Tegal menyimpan beragam sejarah dan budaya menarik yang lebih dari sekadar warteg.

Liputan6.com, Jakarta - Sebelum dikenal sebagai tempat lahirnya asal-usul warteg, Kota Tegal lebih dulu dikenal dengan julukan Kota Bahari. Julukan itu sudah tersemat sejak 1950an berkat industri galangan kapal yang berkembang di sana. Tetapi, Bahari juga merupakan singkatan dari Bersih, Aman, Hijau, Asri, Rapi, dan Indah.

Tegal masuk dalam Karesidenan Pekalongan, Jawa Tengah. Di sebelah Barat, Tegal berbatasan dengan Brebes. Di sebelah Timur, Tegal berbatasan dengan Pemalang. Sementara, bagian Selatan berbatasan dengan Purbalingga dan Cilacap.

Luas wilayahnya 87,60 kilometer persegi dengan 90 persen penduduk merupakan suku Jawa, sebagian kecilnya adalah keturunan Arab dan Tionghoa. Namun, hal-hal menarik tentang Tegal tak hanya itu. Liputan6.com merangkum enam fakta di antaranya yang dikutip dari berbagai sumber, Selasa, 2 Februari 2021.

1. Jepangnya Indonesia

Kota Tegal sempat dijuluki sebagai Jepangnya Indonesia. Entah sejak kapan bermula tetapi banyak yang mengaitkan julukan itu dengan sejumlah industri pengecoran dan pengerjaan logam yang sengaja dibangun pada 1940 untuk mencukupi kebutuhan peralatan perang tentara Jepang.

Dari situ, masyarakat mendapatkan keterampilan untuk mengerjakan logam. Keahlian itu kemudian digunakan untuk membangun bengkel-bengkel sederhana di masa setelah itu. Masyarakat Tegal juga terkenal andal mengolah logam untuk memproduksi alat-alat pertanian, onderdil motor dan mobil, hingga perhiasan. Semua itu dapat tercipta dari tangan-tangan dingin nan kreatif masyarakatnya.

2. Bahasa Jawa Tegal

Bahasa Jawa Tegal  adalah salah satu dialek bahasa Jawa yang dituturkan di Kota Tegal dan sekitarnya. Letak Tegal yang ada di pesisir Jawa bagian utara, juga di daerah perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat, menjadikan dialek yang ada di Tegal beda dengan daerah lainnya.

Pengucapan kata dan kalimat agak kental. Dialek Tegal merupakan salah satu kekayaan bahasa Jawa, selain Banyumas. Meskipun memiliki kosakata yang relatif sama dengan bahasa Banyumas, pengguna dialek Tegal tidak serta-merta mau disebut ngapak.

Alasannya karena terdapat perbedaan intonasi, pengucapan, dan makna kata. Selain pada intonasinya, dialek Tegal memiliki ciri khas pada pengucapan setiap frasanya, yakni apa yang terucap sama dengan yang tertulis seperti pada kata [padha] dalam dialek Tegal tetap diucapkan ‘pada’, seperti pengucapan bahasa Indonesia.

Contoh dari dialek Tegal yakni seperti [Kowen nang kana lagi apa?] ‘Kamu di sana sedang apa?’ lainnya seperti [Badhe nang ndhi] ‘mau ke mana’.

 

 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

3. Teh Slawi Ikon Minuman Tradisional Tegal

Kota ini memiliki tradisi minum teh, yang bahkan lebih kental dibandingkan dengan kota-kota lain di sepanjang pesisir utara Jawa Tengah. Bagi masyarakat Tegal, teh telah menjadi bagian hidup mereka sehari-hari. Saking lekatnya tradisi minum teh ini, di sana terdapat ungkapan, “Jangan mengaku orang asli Tegal, bila tidak suka minum teh.”

Diduga kebiasaan tersebut sudah ada sebelum abad ke-17. Budaya minum teh ini berakar dari tradisi Tiongkok. Sebelum ada tanaman teh di Indonesia, teh yang dikonsumsi di Tegal didatangkan langsung dari negeri Tiongkok.

Kata Teh Slawi merujuk pada nama Slawi, sebuah kota yang menjadi cikal bakal produsen teh terkemuka di Indonesia. Di daerah Slawi tumbuh dan berkembang beberapa pabrik teh yang besar dan menjadi ikon bagi Kabupaten Tegal.

Selain itu, Slawi juga terkenal dengan produksi teh dan budaya moci. “Moci” ialah sebuah akronim dari kata minum (teh) dan poci, sebuah tradisi minum teh dalam tempat air bercerat terbuat dari tembikar atau tanah liat.

Teh Tegal atau sering juga disebut teh Slawi menjadi istimewa bila mengingat proses pembuatannya, yakni diseduh air panas dalam poci berbahan tanah liat. Poci tanah liat ini diyakini menciptakan aroma yang khas tersendiri, plus disajikan dengan gula batu.

Teh yang diseduh dalam poci lalu dituangkan ke cangkir berisi gula batu, tetapi gula ini tidak boleh diaduk melainkan sengaja dibiarkan larut tercampur dengan sendirinya. Inilah karakteristik penyajian dan sekaligus citra rasa (taste) teh Slawi, yang juga dikenal dengan nama “Teh Poci”.

 

3 dari 5 halaman

4. Tak Ada Warteg

Warung tegal atau biasa kita kenal dengan Warteg merupakan rumah makan sederhana yang menyajikan makanan khas rumahan. Namun, sedikit yang tahu kalau warteg menyimpan sejarah yang besar.

Konon, lahirnya warteg ini dipelopori oleh tiga desa utama yaitu Desa Sidapurna, Desa Sidakaton, dan Desa Krandon. Maka, ketiga desa itu juga dinamai dengan Kampung Warteg karena sebagian besar warganya adalah pengusaha warteg yang merantau ke kota.

Meski banyak yang berprofesi sebagai pengusaha warteg, tak ada warteg di Tegal. Warung makan di kota ini hanya dituliskan warung nasi saja. Sama halnya dengan tak ada warung padang di Padang.

Warteg jadi favorit banyak orang di Nusantara karena menyediakan beragam pilihan lauk. Orek tempe, sayur kangkung, ayam goreng di antara sederet menu wajib yang ada di warung. Harganya pun terkenal murah meriah hingga terjangkau oleh beragam kalangan.

Khusus di Tegal, ada kuliner yang disebut nasi ponggol. Kuliner yang telah ada sejak berabad lalu itu merupakan nasi putih dengan lauk sambal tempe dan tahu yang dibungkus daun pisang.

 

4 dari 5 halaman

5. Rahimnya Marinir

Karena letaknya mendukung, Tegal termasuk kota yang dibangun cabang-cabang sekolah pelayaran oleh Belanda. Dalam arsip Sejarah ALRI, Zee Vaartschool di Surabaya sebagai sekolah untuk mencetak mualim besar juga memiliki cabang di Semarang dan Tegal.

Kemudian berlanjut ke masa penjajahan Jepang, di Tegal juga dibangun Sekolah Pelayaran Tinggi (SPT) dan Sekolah Pelayaran Rendah (SPR) yang kelak akan melahirkan kaum bahariwan, embrio dari Angkatan Laut Indonesia. Hingga berganti nama menjadi TKR Laut pada 5 Oktober 1945, Tegal telah menjadi basis berkumpulnya kaum bahariwan yang membentuk angkatan perang.

Di bawah Pangkalan IV TKR Laut Tegal, terbentuklah satu unit Corps Mariniers pada 15 November 1945. Alhasil, tanggal itu diperingati sebagai hari jadi Korps Marinir TNI AL hingga kini.

6. Wayang Golek Cepak

Wayang golek selama ini dikenal sebagai kesenian masyarakat Sunda, tetapi Tegal pun memilikinya yang disebut wayang golek cepak tegalan. Sepintas, wayang golek asal Tegal ini memiliki bentuk yang mirip dengan wayang golek lainnya seperti Cepot, Unyil, Usro dan lain-lain. Namun, karakter wayang golek cepak tegalan terkesan unik dan bentuk kepalanya yang datar. Sayang, asal mulanya wayang ini masih belum jelas.

Dalang kondang yang sangat lihai memainkan wayang golek ini adalah Ki Enthus Susmono yang tak lain adalah Bupati Tegal. Yang unik dari pementasan wayang golek cepak tegalan ini adalah cara penyampaian pesan moral yang sangat mengena. Model penyampaian menggunakan gaya bahasa yang mudah diterima oleh semua kalangan, terutama anak muda.

Selain itu, penggunaan kata yang disampaikan oleh dalang sering membuat penonton terpingkal-pingkal saat menonton pementasan wayang golek khas Tegal ini. Tak heran disetiap pementasan golek cepak tegalan selalu banjir apresiasi dari masyarakat Tegal dari berbagai kalangan. (Melia Setiawati)

5 dari 5 halaman

Waspadai Tujuh Gejala Ringan Covid-19

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.