Sukses

Layanan Chef Masak di Rumah Populer di Jepang, Serasa Bersantap di Restoran

Mempekerjakan chef masak di rumah tidak hanya bisa menghemat energi, tetapi juga bisa meminta dibuatkan makanan yang sesuai kebutuhan pelanggan.

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 memicu perubahan besar dalam bisnis restoran, termasuk di Jepang. Sejumlah chef dipaksa keluar dari zona nyamannya dan mencari cara baru agar bisnis mereka tetap bisa berjalan saat banyak orang memilih tetap makan di rumah.

Selain beralih ke bisnis pesan antar makanan, kini juga populer layanan menyewa jasa chef untuk memasak makanan berkualitas tinggi di rumah. Layanan itu dipandang tepat sebagai alternatif menyantap kuliner berstandar restoran tanpa perlu keluar rumah, sehingga relatif rendah risiko terpapar virus corona Covid-19.

"Ini benar-benar sangat membantu karena kita tidak bisa makan di luar dan aku cukup sibuk dengan merawat anak-anakku," kata seorang dokter berusia 30 tahunan yang baru saja kembali bekerja dari cuti melahirkan, dikutip dari Japan Today, Selasa (19/1/2021).

Ia menerangkan layanan menyewa chef masak di rumah berbeda dari layanan pesan antar makanan. Ada keistimewaan sendiri. "Kami bisa berdiskusi tentang makanan apa yang kami inginkan, dan aku sangat menyukai itu," ucap warga Tokyo tersebut.

Satu keluarga biasanya menggunakan layanan berlangganan. Chef kemudian menyiapkan sajian untuk tiga sampai empat malam dengan biaya 7.480 yen, sekitar Rp1,2 juta, per kunjungan. Biaya itu tak termasuk bahan-bahan makanan.

"Aku sedikit khawatir ketika menggunakan dapur orang lain, tetapi ini pengalaman belajar yang sangat baik," kata Reki Uchiyama, seorang chef berusia 47 tahun yang memasak makanan dan terdaftar di Sharedine Co. Perusahaan itu menyediakan daftar chef yang bisa melayani pelanggan di rumah.

Di rumah dokter yang terdiri dari suami, istri dan seorang bayi, Uchiyama menyiapkan sekitar 10 menu dalam tiga jam. Sesuai permintaan, Sharedine dapat memasangkan 'chef pribadi' dengan pelanggan reguler mereka untuk mengakomodasi nutrisi sesuai keinginan dengan lebih mudah.

Secara umum, tanggapan para pelanggan atas layanan itu cukup positif. Di sisi lain, layanan yang disediakan Sharedine telah menciptakan peluang kerja baru bagi para chef di masa pandemi.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Model Bisnis Menjanjikan

Industri layanan makanan di Jepang dibayang-bayangi kebangkrutan. Banyak perusahaan yang berutang 10 juta yen atau lebih. Jumlahnya mencetak rekor, yakni 842 perusahaan, pada tahun lalu. Muramnya industri itu sebagai imbas aturan untuk tetap di rumah saja demi menekan penyebaran infeksi.

Angka bisnis restoran yang akan bangkrut diprediksi meningkat setelah Jepang kembali mengumumkan sejumlah kota dalam kondisi darurat akibat meningkatnya kasus Covid-19 secara drastis. Seiring situasi tersebut, restoran dan bar juga akan diminta untuk membatasi operasional bisnis mereka. Situasi itu jelas menjepit mereka.

Uchiyama termasuk salah satu korban situasi tersebut. Mantan kepala chef di sebuah restoran populer itu kehilangan pekerjaannya selama pandemi dan terdaftar di Sharedine pada September lalu. 

"Masukan dari para pelanggan sangat menguatkanku," kata Uchiyama yang kini sedang merawat ibunya yang sakit. Ia menambahkan pekerjaan itu berbonus waktu kerja yang fleksibel.

Permintaan atas jasa penyiapan makanan sebenarnya sudah ada di Jepang sebelum pandemi Covid-19. Tetapi, krisis kesehatan mengakselerasi tren tersebut.

Sharedine yang didirikan sejak Mei 2017 menyediakan program untuk chef bekerja dari luar sehingga mereka bisa bertukar informasi dan menerima pelatihan untuk mencegah terinfeksi virus. Jumlah chef yang terdaftar di perusahaan itu kini mencapai 900 orang. Beberapa masih bekerja di restoran, tetapi ingin melebarkan sayap dengan melayani masak di rumah pada waktu yang sama.

Layanan tersebut dinilai juga bisa menawarkan jenjang karier profesional yang solid untuk chef yang baru saja menyelesaikan pendidikannya. "Selesainya perekrutan oleh hotel dan restoran untuk mengantisipasi kebutuhan Olimpiade bertepatan dengan pandemi virus corona. Jadi, sangat mendesak untuk membangun jenjang karier bagi para lulusan baru," kata Yukio Hattori, Kepala Asosiasi Sekolah Kuliner Jepang.

Selain layanan masak di rumah, para chef juga kini memiliki model bisnis baru, yakni cloud kitchen atau restoran hantu. Salah satunya bernama Shokunomori. Sekitar 10 layanan makanan berbagi dapur, masing-masing menawarkan menu yang berbeda untuk pelanggan mereka.

Dibandingkan dengan restoran yang berdiri sendiri, model bisnis tersebut memungkinkan operator bisa merintis bisnis dengan biaya lebih murah tanpa perlu pegawai yang tak perlu. "Kami perlu tempat untuk mendukung para chef yang sedang berjuang dalam situasi sulit ini," kata Junji Arisako, Kepala Shokunomori.

3 dari 3 halaman

Kiat Aman Pesan Makan Online

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.