Sukses

Petisi untuk Hentikan Kekerasan Seksual dan Desakan Pengesahan RUU PKS

RUU PKS sendiri saat ini telah masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021.

Liputan6.com, Jakarta - RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) masuk usulan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021. Langkah ini pun dinilai brand kecantikan, The Body Shop, sebagai milestone penting dalam kampanye mendorong pengesahan RUU PKS.

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Supratman Andi Atgas, mengatakan bahwa Prolegnas Prioritas 2021 berisi 33 RUU yang terdiri dari 22 RUU usulan DPR, termasuk dua RUU yang diusulkan bersama pemerintah, sembilan RUU usulan pemerintah, dan dua RUU usulan DPD. 

"Kami sangat menyambut positif perkembangan RUU PKS yang sedang terus bergulir di DPR RI. Artinya ada good will dari pemerintah untuk memberi perlindungan dan keadilan bagi korban kekerasan seksual," kata owner and executive chairperson The Body Shop Indonesia, Suzy Hutomo, dalam rilis yang diterima Liputan6.com, Jumat (15/1/2019).

Ini, sambung Suzy, juga merupakan harapan dan titik cerah bagi perjuangan semua pihak sejak 2012. Pasalnya, catatan kasus kekerasan seksual kian mengkhawatirkan dari tahun ke tahun.

Meningkatnya kekerasan seksual selama pandemi COVID-19 dinilai sebagai masalah darurat nasional yang harus jadi perhatian utama pemerintah dan masyarakat. Komnas Perempuan mencatat, sebanyak 4.849 perempuan mengalami kekerasan seksual sepanjang 2020. Pada periode 2007--2019, kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia tercatat naik delapan kali lipat.

 

Suzy mengatakan, pihaknya akan mengajak generasi muda Indonesia menghentikan kekerasan seksual melalui berbagai kegiatan yang melibatkan banyak pihak. Salah satunya yang dijadwalkan berlangsung pada Januari--Februari 2021.

"Kami akan mengadakan webinar series yang bekerja sama dengan akademisi dan universitas di lima wilayah di Indonesia. Kami juga akan menggandeng 500 ribu orang lewat pengumpulan petisi dan materi edukasi mengenai pendidikan seksual yang mudah dipahami masyarakat awam," ungkapnya menambahkan materi itu dapat diakses melalui #TBSFightForSisterhood."

Kampanye ini juga bertujuan untuk mengumpulkan 500 ribu tanda tangan untuk petisi Stop Sexual Violence melalui tbsfightforsisterhood.co.id/#petisi-ruu-pks sampai bulan Maret 2021.

Sementara Direktur Eksekutif Yayasan Pulih, Yosephine Dian Indraswari berharap rapat paripurna DPR RI dapat segera menetapkan pembahasan dan pengesahan RUU PKS. Yayasan Pulih mencatat semakin meningkat kasus kekerasan yang ditangani setiap tahun, terlebih sejak pandemi.

"Bukan saja kekerasan seksual yang menimpa orang-orang dewasa, namun juga membawa korban anak-anak, baik perempuan maupun laki-laki. Pembahasan dan pengesahan RUU PKS akan membawa angin segar bagi para korban dan pendamping korban. Karena ada payung perlindungan hukum yang secara khusus memperjuangkan penghapusan kekerasan seksual yang belum diatur secara spesifik di UU lain," ujar Dian.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Desakan Pengesahan RUU PKS

RUU PKS merupakan kebijakan yang dinilai banyak pihak dapat mencegah atau mengurangi kekerasan seksual karena dalam substansi kebijakan sudah mencakup aspek pidana, pemulihan, dan upaya penghapusan kekerasan seksual. RUU PKS juga memperluas cakupan kekerasan seksual meliputi sembilan perilaku yang dikelompokkan sebagai kekerasan seksual.

RUU PKS pun berbicara mengenai hukum acara pidana terkait sikap penegak hukum terhadap korban. RUU PKS melarang aparat penegak hukum merendahkan, menyalahkan, dan membebankan korban. Juga, dapat memberi perlindungan dan pemulihan korban, termasuk dengan melibatkan peran masyarakat dan tokoh daerah.

Pihak The Body Shop pun membeberkan sejumlah alasan krusial RUU PKS perlu segera disahkan. Pertama, kasus kekerasan seksual terus meningkat. Kemudian, maraknya victim blaming.

Saat ini, jika terdapat korban yang melaporkan kasus kekerasan, mereka justru disalahkan aparat maupun orang terdekat dengan alasan "mau sama mau, suka sama suka, bahkan menyalahkan pakaian korban." Hal ini membuat banyak korban justru takut melaporkan kasusnya dan tentu mengkhawatirkan dari segi kesehatan mental.

Ketiga, banyak kasus yang belum memiliki payung hukum. Misal, kasus-kasus yang terjadi di ranah hubungan berpacaran, hubungan pernikahan, kasus kekerasan berbasis gender di dunia online, catcalling, dan masih banyak lagi. Penanganan kasus tersebut cenderung memberatkan korban dan tak memberi keadilan bagi korban.

Keempat, keluarga dan korban berhak mendapat hak penanganan, perlindungan, dan pemulihan. Tujuannya mengubah kondisi korban jadi lebih baik, bermartabat dan sejahtera, yang berpusat pada kebutuhan, serta kepentingan korban yang multidimensi, berkelanjutan, juga partisipatif.

Kelima, pelaku kekerasan seksual mendapat akses rehabilitasi khusus. Selain menjalani hukuman, sebagaimana diatur dalam Pasal 50 UU PKDRT Tahun 2004, terpidana akan menjalani rehabilitasi khusus dengan cara konseling, terapi, dan tindakan intervensi lain agar di kemudian hari, pelaku tak mengulangi perbuatannya.

3 dari 3 halaman

Tarik Ulur RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.