Sukses

Digitalisasi Pengelolaan Sampah Tak Bisa Diabaikan

Masalah sampah begitu pelik. Terobosan menggunakan sarana digital bisa membantu menyelesaikannya lebih efektif.

Liputan6.com, Jakarta - Siapa yang tak pernah menghasilkan sampah? Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengasumsikan setiap orang menghasilkan 0,7 kilogram sampah per hari. Jumlah yang tak sedikit bila diakumulasikan dengan seluruh populasi di Indonesia yang kini mencapai 260 juta.

Solusi praktis dan berdampak signifikan kian diperlukan untuk mengatasi beban ekologi yang tinggi. Manusia sebagai aset utama harus didukung oleh teknologi agar masalah sampah bisa ditangani dengan tepat sasaran. Itu pula yang dikemukakan oleh Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak saat menjabarkan sejumlah upaya terkait pengelolaan sampah.

"Digitalisasi punya peranan luar biasa karena setiap orang saat ini terkoneksi ke gadget," kata Emil dalam Webinar Sustainability Day sesi 3: Healthy Planet for All yang digelar untuk merayakan ulang tahun Unilever Indonesia Foundation yang ke-10, di Jakarta, Senin (23/11/2020).

Digitalisasi bisa dimanfaatkan untuk dua hal utama, yakni campaigning dan subscription. Campaigning berkaitan dengan membangkitkan kesadaran warga lewat kampanye isu-isu berkaitan dengan lingkungan, sedangkan subscription berkaitan dengan penggalangan partisipasi aktif publik dalam menangani masalah sampah.

"Ruang digitalisasi masih sangat besar, diterjemahkan dengan aplikasi mobile yang bertujuan untuk membangun kesadaran kolektif dengan menjadikannya bagian dari movement. Efek bola sajunya bakal sangat signifikan," tutur Emil.

Ia mengatakan masyarakat dalam situasi ini tidak hanya sebagai konsumen informasi, tetapi juga sebagai produsen informasi. Maka, mereka bisa dilibatkan dalam penegakan aturan. Pemprov Jatim sendiri membangun portal Jatim Cetar yang menampung beragam laporan masyarakat, termasuk persoalan sampah. 

"Mereka bisa menyampaikan pelanggaran, misalnya tempat sampah tidak memenuhi syarat atau pembuangan sampah sembarangan. Fokus pada effort agar lebih efektif," jelas dia.

Tak sekadar menampung, Pemprov juga membangun sistem untuk memastikan semua laporan masyarakat ditindaklanjuti. Tujuannya agar masyarakat tidak merasa sia-sia atas laporan yang disampaikan. "Masyarakat males juga dong kalau lapor terus dianggurin aja," ucap Emil.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Peran Perusahaan

Upaya tersebut tak cukup hanya melibatkan masyarakat sebagai individu, tetapi juga membutuhkan partisipasi aktif institusi lain, seperti perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan dituntut mengubah paradigma mereka dari awalnya hanya bertanggung jawab hingga produk sampai di tangan konsumen, tetapi juga terlibat sampai di hilir. Apalagi, menurut Emil, perusahaan punya banyak sumber daya terkait kampanye kreatif pengelolaan sampah.

"Dengan kapasitas creative effort dari perusahaan, itu bisa menjadi value added dari perusahaan itu sendiri. Menjadi nilai jual dari perusahaan karena mengintegrasikan bisnisnya dengan lingkungan hidup," tuturnya.

Itu pula yang disadari Unilever dengan meluncurkan beragam program inisiatif oleh brand-brand yang bernaung untuk mewujudkan Indonesia Hijau sebagai bagian kampanye #SustainabilityDay2020. Maya Tamimi, Head of Environment Unilever Indonesia Foundation, menyebutkan khusus soal sampah, pihaknya kini sudah bermitra dengan hampir 4.000 bank sampah di berbagai kota.

Penerapan digitalisasi dilakukan dengan mendekati Goggle Business agar memasukkan data bank sampah sehingga mudah dijangkau warga. Dengan demikian, bank sampah menjadi lebih visible secara digital.

"Apa-apa kan orang cari lewat Google. Bank sampah ini kita bantu lewat Google Business. Ketika (masyarakat) search bank sampah bisa ditemukan di mana, langsung kelihatan," jelasnya.

Penyediaan data digital penting mengingat kesadaran warga untuk memilah sampah kerap tidak diimbangi informasi penyalurannya. Karena ketidaktahuan, sampah yang terpilah ujung-ujungnya dicampur kembali bersama sampah organik dan lainnya yang membuat pemanfaatannya tidak optimal.

"Masalahnya begitu pelik, tidak bisa kita lakukan sendiri. Kolaborasi adalah kata kunci untuk hal ini," sambung Maya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.