Sukses

Alasan Fesyen Harus Ucapkan Selamat Tinggal pada Material Bulu

Apalagi, sudah ada gerakan anti-bulu dari sederet rumah mode dunia, di samping inovasi bahan sebagai alternatif bulu.

Liputan6.com, Jakarta - Dari pembatalan fashion show, sampai penutupan gerai dan stok yang terbuang, pandemi telah secara tak terbantahkan berdampak pada industri fesyen selama sembilan bulan terakhir. Namun, saat ini, peran fesyen dalam memicu wabah virus corona baru telah diawasi dengan cermat.

Pekan lalu, Denmark mengumumkan pemusnahan massal populasi cerpelai yang dibudidayakan di negara itu setelah COVID-19 yang bermutasi telah berpindah ke manusia, menginfeksi setidaknya 12 orang. Perhatian internasional adalah mutasi dapat membahayakan keefektifan vaksin potensial, termasuk formulasi yang diumumkan minggu ini oleh Pfizer.

Melansir laman Vogue US, Selasa, 17 November 2020, Denmark adalah produsen material bulu paling produktif di dunia. Cerpelai sendiri dibiakkan secara murni untuk bulunya, di mana sebagian besar dibuat jadi pakaian, serta furnitur dan perabotan lembut.

Meski laporan terbaru menunjukkan bahwa pemusnahan telah dikurangi ke daerah terinfeksi dalam menghadapi pertentangan yang meningkat dan pertanyaan atas nasihat hukum pemerintah, ini bisa jadi titik balik penting untuk perdagangan bulu global.

Skala pemusnahan ini mungkin mengejutkan, mengingat selera industri mode terhadap bulu tampaknya semakin berkurang. Selama beberapa tahun terakhir, daftar merek terkenal, termasuk Prada, Burberry, Gucci, Chanel, Versace, Armani, dan DKNY semuanya telah berkomitmen berhenti menggunakan material bulu sama sekali.

Sikap anti-bulu ini telah mendapat daya tarik di kalangan pengecer. Grup Yoox Net-a-Porter berhenti menjual bulu pada 2017, sementara tahun lalu, Farfetch dan Macy's menyatakan niat mereka untuk melakukan hal serupa.

Sedangkan untuk catwalk, pada 2018, British Fashion Council berjanji London Fashion Week tak lagi menampilkan busana beraksen bulu. Juga, pemerintah Inggris sekarang mempertimbangkan untuk melarang semua penjualan bulu setelah Brexit.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Alternatif Material Bulu

Pembuatan dan penjualan produk bulu baru juga dilarang di California. Bahkan, Ratu Elizabeth II pun ikut serta dengan beralih ke bulu palsu tahun lalu. Menurut Lyst, pengumuman Istana Buckingham perihal isu tersebut menyebabkan 52 persen peningkatan tampilan produk bulu imitasi.

Ikrar industri semacam ini semakin diterima karena persepsi publik tentang bulu terus memburuk. Bukan lagi penanda kemewahan, bulu sekarang sering dilihat sebagai produk retrograde yang terperosok dalam masalah etika yang tak dapat dibenarkan.

Munculnya alternatif bulu juga membantu. Sementara Shrimps, Maison Atia, dan Stand Studio memperbarui status bulu palsu yang diinginkan setiap musim, Stella McCartney terus merintis alternatif berkelanjutan melalui Fur-Free-Fur. Material itu terbuat dari campuran produk tumbuhan dan daur ulang polyester yang direkayasa agar terlihat dan terasa seperti bulu.

Jadi, apakah pemusnahan bulu ini akan memaksa industri mode untuk akhirnya menghentikan perdagangan bulu? Sulit untuk memastikannya. Sebagian besar bulu cerpelai Denmark diekspor ke China, di mana permintaan tetap tinggi.

Tapi, industri bulu tak diragukan lagi telah mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Meski Asosiasi Perdagangan Bulu Inggris dan rumah lelang seperti Saga Furs mengklaim bahwa konsumen lebih muda semakin banyak beralih ke bulu, penjualan secara keseluruhan tampaknya menurun.

Antara 2015 dan 2018, penjualan bulu global turun dari 40 miliar dolar Amerika jadi 33 miliar dolar Amerika, sementara harga bulu rupanya turun dari 59 euro per bulu pada 2013 jadi hanya 19 euro pada September 2020.

Sebagai konsekuensi langsung dari pemusnahan bulu, perusahaan Denmark Kopenhagen Furs, rumah lelang bulu terbesar di dunia, juga mengumumkan rencana untuk perlahan menghentikan operasi dan menutupnya dalam dua hingga tiga tahun ke depan.

Karena pandemi terus membebani industri yang sudah sakit, mungkin hal itu juga menciptakan momen untuk berhenti sejenak dan sekali lagi mempertanyakan validitas kehadiran bulu di industri fesyen. Karenanya, ini dianggap bisa jadi waktu untuk mengucapkan selamat tinggal pada material bulu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.