Sukses

Kisah Perempuan Mantan Pekerja Kantoran Beralih Profesi Jadi Penjual Mainan Seks

Bila dilihat dari karier lamanya, penghasilan saat pekerjaan sebagai manajemen HRD sangat besar. Tapi, perempuan itu tak menyesali keputusannya jadi penjual mainan seks.

Liputan6.com, Jakarta - Jalan karier Janice Lee sepertinya sudah mantap setelah berkecimpung di bidang SDM selama 14 tahun. Namun, peristiwa penting mengubah jalan hidupnya dengan beralih jadi pemasar mainan seks.

Bukan hal mudah menjelaskan pilihan karier itu pada orangtuanya. Ia berkali-kali 'disidang' lantaran dianggap nyeleneh.

"Kedua orangtua saya kerap menanyai kenapa saya tak bisa seperti teman-teman saya, yah, menetap di Singapura, menikah, memiliki anak-anak, dan melanjutkan pekerjaan di bidang SDM, daripada melakukan sesuatu yang sangat berbeda," kata Janice, dikutip dari AsiaOne, Senin (16/11/2020).

Melakukan sesuatu yang berbeda itu tak hanya berarti terjun ke dunia mainan seks, tapi juga mendorong penjualan produk di gerai-gerai Watsons tiga kali dalam seminggu ketika memulai pekerjaan ini. Reaksi umum dari pelanggan adalah ketika melihat itu mainan seks, mereka jadi canggung dan mulai mundur perlahan. Biasanya mereka berkata, "Itu sangat menarik, tetapi tidak, terima kasih."

Sejak itu, ia menyadari bahwa meski warga Singapura terbilang sangat modern dan progresif, tapi soal seks, mereka bisa jadi sangat tradisional. "Jadi, apa pun yang berkaitan dengan topik ini (tentang seks), mereka cenderung menghindari dan tak mau terlibat di dalamnya," kata Janice.

Tak heran, perempuan 41 tahun itu kerap ditanyai alasan ia memilih jalur hidup tak biasa. Tapi, Janice biasanya merespons dengan menekankan pada kepribadiannya yang terbuka, yakni apa yang Anda lihat adalah yang akan Anda dapat. Maka, ia bekerja sesuai nilai yang dianut, termasuk perihal kesehatan seksual.

"Bila Anda pikirkan soal itu, kesehatan seksual adalah bagian kesehatan secara menyeluruh, hanya saja kita cenderung melihat seks dan hubungan sebagai sesuatu yang terpisah," ujarnya.

"Saya sangat percaya terkait kemampuan saya merawat diri sendiri dan yang melibatkan hal-hal terkait mengenali tubuh sendiri. Bagaimana bisa Anda mengharapkan orang lain memberi kesenangan saat Anda tak tahu bagaimana melakukannya sendiri?" sambung Janice lagi.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kehilangan Rambut

Keputusan mengganti kareir yang diambil Janice bukanlah terjadi dalam semalam. Ia sempat mengalami alopecia, yakni penyakit auto imun yang menyebabkan kerontokan rambut parah pada 2013.

Karena masalah itu, ia memutuskan membotaki kepalanya. Hal itu membuatnya mengalami depresi, hingga mendorongnya mengambil cuti enam bulan dari pekerjaan untuk memulihkan diri.

Ia melarikan diri ke Benua Amerika hingga jatuh cinta dengan Meksiko dan warganya. Setelah dirasa cukup, Janice pulang ke Singapura. Saat itu pula, rambutnya sudah mulai tumbuh dan ia kembali mengerjakan tugas di kantor. 

Namun, setahun setelahnya, Janice kembali mengalami masalah kesehatan yang pelik. Ia didiagnosa mengidap endometriosis yang menyebabkannya mengalami kram perut parah setiap kali menstruasi.

"Saya pikir tubuh saya saat itu berusaha memberitahu bahwa saya akan kembali melihat kembali kesehatan saya dan kesehatan emosi saya, dan tidak terlalu fokus mengejar gaya hidup pekerja kantoran," tutur Janice.

Ia pun kembali berhenti bekerja dan memutuskan berpetualang ke Eropa dan Amerika Selatan sekitar dua tahun. Di tengah perjalanan, ia berkesempatan bertemu dengan pendiri perusahaan mainan seks berbasis di Hong Kong, VeDO, dalam sebuah pesta Natal di Singapura pada 2017. 

Pertemuan itu mengantarkannya pada gerbang karier baru. Janice saat itu setengah bercanda menawarkan diri jadi tenaga penjual paruh waktu untuk brand tersebut di gerai Watsons Singapura. Belakangan, rekannya tersebut menerima lamaran Janice.

3 dari 3 halaman

Atasi Kesenjangan

Ia pun resmi jadi konsultan pengembang bisnis untuk label toko mainan seks sekaligus duta bagi dua label mainan seks lain di Singapura, yakni Womanizer dan We-Vibe.

"Saya pernah memegang jabatan di manajemen dan tentu gajinya sangat bagus. Tapi, bila Anda bertanya soal itu (menyesali perubahan karier), saya tak merindukan apa pun, tidak satu pun," katanya.

Janice menemukan tujuan baru dari apa yang dilakukannya. Salah satunya menurunkan apa yang disebut kesenjangan kesenangan antara lelaki dan perempuan, di mana perempuan sering diharapkan memberi seseuatu ketika pasangan mereka menerima sesuatu.

"Saya pikir ini waktunya bagi perempuan untuk menemukan sesuatu dari tubuh mereka, mempelajari lebih tentang bagaimana memberi kesenangan, apa yang membuat mereka orgasme, dan merasa tak masalah melakukannya. Saya ingin menurunkan dampak mempermalukan karena banyak yang mempermalukan perempuan jika berkaitan dengan seksualitas dan tubuh kita," terang Janice.

Ia membagikan cerita bagaimana pekerja rumah tangga berusia 50 tahun di Singapura yang membeli mainan darinya sekali waktu, hanya untuk menerima kemarahan dari suaminya yang mengaitkan mainan seks dengan rasa cinta. Sang suami lalu menyembunyikan mainan itu dari istrinya dan ia tak pernah lagi menemukannya.

"Insiden itu yang paling mengganggu sejauh saya berkecimpung di bisnis ini. Tapi sejak itu, saya pun mendengar reaksi serupa dari lelaki dan ini akan jadi perjalanan menantang untuk mengubah pola pilih mereka," kata Janice. Pada akhirnya, itu hanya mainan dan tak memengaruhi apakah itu akan membuat hubungan berhasil atau justru retak. Kuncinya adalah pada diskusi terbuka antar-pasangan, menurut Janice.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.