Sukses

Cerita Akhir Pekan: Semangat Relawan di Hari Pahlawan

Tak hanya di sektor kesehatan, banyak relawan kemanusiaan yang ikut terjun langsung di berbagai bidang di masa pandemi.

Liputan6.com, Jakarta -  Menjadi seorang relawan kemanusiaan bukan sesuatu yang mudah. Di masa pandemi corona Covid-19 seperti sekarang ini yang sudah memakan banyak korban, di saat seperti inilah tumbuh jiwa-jiwa pemberani dari relawan kemanusiaan. Mereka beraksi dan saling melengkapi.

Relawan tak terbatas pada sektor kesehatan saja, tapi masih banyak relawan kemanusiaan yang ikut terjun langsung di tengah porak-poranda situasi ekonomi dan sosial, serta minimnya edukasi bagi masyarakat akan COVID-19. Manusia-manusia tangguh ini tersebar di beberapa daerah di Indonesia dengan satu tujuan, yaitu membantu sesama.

Tak melulu materi yang disumbangkan, tetapi tenaga dan waktu adalah hal yang paling berharga yang dapat dibagi untuk meringankan beban bersama. Di saat seperti ini komunitas relawan pun semakin giat melakukan berbagai kegiatan. Salah satunya komunitas Peduli Generasi.

Komunitas ini merupakan wadah bagi relawan/volunteer yang terdiri dari masyarakat secara luas serta mahasiswa atau generasi muda yang punya kepedulian terhadap keadaan sosial masyarakat dalam segi kesehatan. Dalam keterangan tertulis pada Liputan6.com, Jumat, 6 November 2020, di awal pandemi melanda Indonesia, mereka bergerak untuk memenuhi APD bagi tenaga medis di puskesmas-puskemas dipelosok daerah.

Mereka juga memberikan edukasi tentang pandemi dengan berkeliling dan memakai pengeras suara. Mereka juga menyalurkan donasi masker dan hand sanitizer serta dana sekitar Rp600 juta untuk dibagikan pada mereka yang membutuhkan karena terdampak pandemi. Komunitas Peduli Generasi juga menggandeng sejumlah perusahaan terutama melalui CSR (Corporate Social Responsibility) untuk membagikan paket sembako di beberapa daerah di Indonesia.

Lalu, seperti apa dan apa yang membuat sejumlah orang memutuskan untuk menjadi relawan? Salah seorang relawan di Pulau Natuna, Kepulauan Riau, Immaculata Titis atau akrab disapa Titis, mengatakan hal itu didorong oleh filosofi hidupnya yaitu tumbuh dan berkembang dalam segala hal dan bisa bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya. Titis menjadi relawan di bidang pendidikan sebagai bagian dari proyek Bakti Nusantara di Natuna.

"Saya sangat menjunjung tinggi inklusivitas, pemerataan dan keberagaman, karena itu harus kita utamakan apalagi di masa pandemi ini. Ruang gerak kita memang terbatas sekarang ini, tapi selama kita ada niat pasti ada jalan," terang Titis pada Liputan6.com, Jumat, 3 November 2020.

"Di Natuna misalnya, di desanya dulu belum ada listrik apalagi internet. Tapi sejak kita bikin program Bakti Nusantara di sana, listrik mulai masuk, telekomunikasi juga masuk dan ada internet, lalu kita juga membawa banyak buku karena di sana belum ada toko buku," sambungnya. Terjadinya perubahan positif itu membuat Titis menjadi semakin semangat menjalani peran sebagai relawan.

"Dengan kita berbuat sedikit saja yang kita bisa, ternyata itu bisa mengundang atau menjadi inspirasi bagi orang lain untuk berbagi. Jadi sekecil apapun yang kita perbuat, asalkan berdampak pasti kita sendiri bisa merasakan kebahagiaan dan manfaatnya," ucapnya lagi.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Wifi dan Teh Hangat Gratis

Relawan juga tak harus mengikuti kegiatan tertentu, tapi bisa juga dengan memberikan atau membagikan apa yang kita punya. Hal itu dilakukan oleh pemilik warung kopi atau warkop Pitu Likur di Surabaya, Husin Gozali atau akrab disapa Cak Conk.

Keterbatasan kuota internet karena anak sekolah diharuskan untuk melakukan sekolah atau kegiatan pendidikan secara daring padahal banyak orang tua siswa yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, ternyata membuahkan ide bagi Cak Conk.

Ia mengajak siswa-siswi yang berdomisili di sekitar warungnya di Jalan Bagong Tambangan, Surabaya, untuk memanfaatkan fasilitas internet atau wifi secara gratis asalkan digunakan untuk proses belajar. Bahkan, warung tersebut menyediakan teh hangat bagi mereka yang datang.

"Sebetulnya karena ada rasa prihatin sebagai orangtua yang juga mempunyai anak. Dan dari banyak keluhan orangtua yang ada, banyak yang kesulitan dengan sistim pembelajaran daring ini. Di satu sisi keterbatasan paket data juga karena keterbatasan orangtua untuk memberikan perangkatnya ke anaknya," ucapnya saat dihubungi pada Jumat, 3 November 2020.

"Saya sebagai pelaku usaha yang menyediakan wifi untuk pelanggan, berfikir bagaimana wifi ini juga bermanfaat bagi adik-adik kita. Makanya mereka saya ajak ke sini dan kita kasih minuman gratis juga, asalkan fasilitas ini digunakan untuk belajar bukan bermain game. Saya lakukan ini demi mencerdaskan kehidupan bangsa kita. Dan alhamdulillah sekarang paket data sudah banyak disediakan pemerintah," lanjutnya.

Untuk mereka yang datang, Cak Conk mengaku tidak membatasi waktu berapa jam tiap anak bisa mempergunakan fasilitas wifi, apalagi warungnya buka selama 24 jam. Meski begitu, bagi mereka yang belajar tetap dibatasi waktunya yaitu dari pagi sampai sore hari.  Masih di Surabaya, dengan cara yang berbeda tapi sama-sama memberikan bantuan adalah kedai nasi milik Pak Yoni dan keluarganya yang membagikan makanan gratis sebanyak 100 porsi setiap harinya. 

3 dari 4 halaman

Makanan Gratis bagi Semua Orang

Mereka rutin membagikan makanan gratis bagi siapa saja setiap Senin sampai Jumat pukul 11.00 WIB . Mereka membagikan makanan di Jalan Kedungsari Surabaya, tepatnya di dekat hotel 88. Orang-orang bisa cepat mengetahui karena ada spanduk "makanan untuk semua orang" di depan lokasi mereka membuka tempat makanan di sebuah gerobak kecil yang ditarik oleh motor.

Kegiatan ini sudah dilakukan sejak September lalu, didorong oleh keinginan Pak Yoni dan istrinya untuk memberikan bantuan bagi mereka yang membutuhkan di masa pandemi ini.

"Saya sama istri saya memang sepakat untuk kasih makana gratis karena kita memang berjualan makanan, jadi itu yang bisa kita sumbangkan.Ya untuk menyumbang itu kan tidak harus menunggu kaya, siapa saja bisa dengan apa yang kita punya," terang pak Yoni dalam pesan suara pada Liputan6.com, Jumat, 3 November 2020.

"Untuk dananya, ya saya ambil dari keuntungan berjualan, awalnya saya sempat berhutang dulu waktu belanja bahan makanan. Kita sediakan 50 porsi sampai 100 porsi nasi dan lauk. Lalu setelah ramai dan diliput media, ternyata banyak yang kasih donasi, ya lumayan saya jadi punya dana lebih dan tidak berhutang lagi, sekarang saya mau tambah jadi 200 porsi setiap hari," sambungnya.

Bagi Pak Yoni, berbagi tak harus melihat ras, agama, golongan maupun batasan apa pun. Karena itulah ia membuat spanduk bertuliskan ‘makanan untuk semua orang’ di tempatnya membagikan makanan.

Sementara itu, definisi relawan yang berbeda datang dari Sosiolog Universitas Indonesia, Imam B Prasodjo. Relawan bahkan bisa diibaratkan pahlawan yang selalu kita peringati tiap 10 November yaitu Hari Pahlawan. Bagi Imam, banyak yang salah kaprah terhadap istilah relawan terutama di masa pandemi ini.

Ada kesan kalau relawan bekerja untuk pemerintah dan mereka yang aktif mengingatkan penerapan protokol kesehatan maka dianggap relawan. Ia mencontohkan, kalau Satgas Covid-19 mengatakan pentingnya relawan dalam membantu mereka atau pemerintah menangani pandemi, kesannya semua relawan bekerja untuk pemerintah.

4 dari 4 halaman

Melakukan Lebih dari Kewajiban

"Padahal relawan itu kan melakukan sesuatu yang lebih dari porsi atau kewajibannya. Kalau misalnya saya mengingatkan keluarga saya buat mematuhi protokol kesehatan kan bukan berarti saya jadi relawan, itu memang sudah kewajiban saya sebagai warga negara dan kepala keluarga," terang Imam saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 3 November 2020.

"Para relawan itu juga bukan bekerja untuk pemerintah karena pemerintah itu kan bekerja untuk rakyat, kecuali di sistem monarki. Jadi kalau dibilang ada bantuan dari pemerintah ya itu kurang tepat, pemerintah kan dapat dana untuk memberi bantuan kan dari uang rakyat, mereka juga digaji dari uang rakyat dan memang sudah tugas mereka untuk membantu rakyat," tambahnya.

Menurut Imam, harus dibedakan antara mereka yang bekerja melaksanakan tugasnya dengan mereka yang melakukan sesuatu di luar atau lebih dari kewajiban mereka. "Misalnya ada mahasiswa atau siapa saja yang membantu tenaga medis padahal itu bukan tugas atau kewajibannya, itu baru disebut relawan, mereka mau membantu atas keinginan mereka sendiri dengan mengorbankan waktu, tenaga atau hal lainnya untuk kepentingan orang banyak," jelasnya.

Relawan pun bisa disematkan pada mereka yang memberi bantuan seperti memberikan makanan gratis, masker atau faslitas wifi gratis untuk orang lain.

"Orang-orang seperti itu bisa disebut pahlawan bukan hanya relawan. Mereka melakukan lebih dari apa yang seharusnya mereka lakukan. Tentunya kita berharap akan banyak ada orang-orang seperti itu," pungkasnya.

Di momen menjelang Hari Pahlawan pada 10 November nanti, kita berharap akan ada banyak pahlawan di masa pandemi ini untuk membantu mereka yang mengalami kesusahan dan kesulitan. Tanpa harus menunggu, kita semua pun bisa menjadi relawan dan pahlawan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.