Sukses

Apakah Tabir Surya Bisa Lindungi Kulit Wajah dari Efek Blue Light?

Blue light ternyata tidak hanya dari gawai, tetapi juga sinar matahari. Apakah pengaruhnya buruk pada kulit wajah?

Liputan6.com, Jakarta - Belakangan ini, kita menjadi lebih akrab dengan penggunaan gawai. Berjam-jam terpapar di depan layar lantaran beragam kepentingan, mulai dari belajar, bekerja, atau hanya sekadar mencari hiburan. Tak pelak, paparan sinar biru alias blue light menjadi semakin sering.

Apa sebenarnya blue light? Dermatologis, dr. Arini Astasari Widodo, SpKK, mendefinisikannya sebagai salah satu spektrum sinar tampak dengan panjang gelombang sekitar 400--525 nm.

"Blue light terutama berasal dari sinar matahari, dan dalam intensitas lebih rendah ada dari layar perangkat digital seperti TV, laptop, PC, smartphone, tablet, dan perangkat gadget lain," kata Arini dalam pesan tertulis kepada Liputan6.com, Rabu, 6 Oktober 2020.

Ia menyebut blue light bisa berefek kepada kulit apabila diserap dalam jumlah tertentu. Pajanan blue light pada pagi atau siang hari penting dalam menjaga irama sirkadia, meningkatkan konsentrasi, waktu reaksi, dan mood. Tetapi, pajanan sinar biru pada kulit juga berefek buruk bisa terserap dalam dosis kumulatif tertentu.

"Pada penelitian, blue light dapat meningkatkan kadar radikal bebas, menurunkan kadar vitamin, dan meningkatkan risiko pigmentasi kulit pada beberapa individu," ujarnya seraya menyebut blue light juga bisa digunakan dalam terapi untuk mengatasi masalah kulit tertentu.

Meski radikal bebas yang ditimbulkan sinar tampak dapat menyebabkan terjadinya penuaan dan hiperpigmentasi, ia mengingatkan banyak faktor yang lebih dominan dari itu. Tetapi pada seseorang dengan genetik pigmentasi kulit seperti melasma dan individu berkulit gelap, hiperpigmentasi dapat semakin parah dengan pajanan blue light meski tidak sekuat sinar ultraviolet.

"Sinar ultraviolet 25 kali lipat lebih kuat memicu pigmentasi dibandingkan visible light, sehingga dapat dikatakan blue light berpotensi memberikan efek buruk tersebut, namun jauh lebih lemah, dan pajanan harus beberapa kali lebih lama dan intens untuk dapat memberikan efek buruk yang setara dengan sinar UV," tutur Arini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Apa Solusinya?

Arini menyebut sebuah penelitian menemukan bahwa hiperpigmentasi terjadi setelah kulit diinduksi oleh blue light dengan panjang gelombang 415 nm. Sedapat mungkin orang yang berisiko tinggi terhadap melasma dan berwarna kulit gelap menghindarinya dari beragam sumber, termasuk dari gawai.

Proteksi juga bisa didapatkan lewat penggunaan tabir surya yang memproteksi terhadap sinar tampak, misalnya tabir surya yang mengandung tinted titanium dioksida dan iron oxide. "Sunscreen yang efektif dalam menangkal blue light terutama bila ukuran partikelnya cukup besar dan dapat memantulkan cahaya kembali," kata Arini.

"Selain itu dapat menggunakan antioksidan untuk memperbaiki kerusakan akibat radikal bebas," imbuhnya.

Salah satu yang bisa jadi solusi adalah produk sunscreen dari Anessa. Rangkaian produk mengandung kolagen, hyaluronic acid, ekstrak daun teh Kyoto, dan tormentilla. Keempatnya bersifat antioksidan yang bisa meredakan peradangan akibat terpapar UV. 

"Kami sebut Anessa sebagai beauty sunscreen karena kandungan beauty ingredient-nya tidak hanya melindungi kulit, tetapi juga mencegah photoaging," kata Yuko Nagare dari Global Innovation Center Shiseido Group.

3 dari 3 halaman

3 Teknologi Pelindung

Selain kandungan antioksidan, tabir surya tersebut juga memiliki spektrum perlindungan yang luas, meliputi sinar UVA dan UVB. Formulasi tersebut didukung hasil penelitian Shiseido selama lebih dari 100 tahun lalu yang dirangkum dalam teknologi triple defense.

Yuko menerangkan, teknologi pertama disebut thermo booster yang berfungsi melindungi UV lebih kuat saat terpapar panas. Sedangkan, aqua booster berfungsi menstabilkan lapisan sunscreen meski terpapar keringat, air dan goresan. Sensor ionik di dalamnya berfungsi meratakan komponen perlindungan UV sehingga memperkuat komponen proteksinya.

Terakhir adalah water and sweat resistance. Bila sunscreen biasa memungkinkan air masuk dan mengangkat lapisan pelindungnya, hal itu tidak terjadi pada Anessa. Teknologi tersebut diklaim bisa bertahan hingga 80 menit.

"Ada tiga poin utama kenapa kami luncurkan Anessa di Indonesia sekarang. Kondisi di Indonesia, UV Index sangat tinggi, sangat dangerous, bukan orange atau kuning lagi, tapi merah ke ungu. Kedua, risiko penuaan dini sangat tinggi. Enggak hanya perempuan ya, tapi semua masyarakat Indonesia. Penggunaan sunscreen juga masih sangat rendah, baru dua persen yang menggunakan sunscreen. Kita ingin mengedukasi orang Indonesia pentingnya sunscreen," ujar Brand Manager Anessa Indonesia, Maharani Anindita.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.