Sukses

Peran UMKM di Hari Kesadaran Internasional Tentang Susut dan Limbah Pangan

Pemahaman dan kesadaran tentang susut hasil dan limbah pangan di Indonesia masih rendah.

Liputan6.com, Jakarta – Hari Kesadaran Internasional tentang susut dan limbah pangan (International Day Awareness on Food Loss and Waste) yang jatuh pada 29 September mendatang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk lebih peduli terhadap susut dan limbah pangan.

Susut dan limbah pangan (food loss and waste) merupakan salah satu masalah besar yang dapat mempengaruhi kualitas gizi masyarakat. Wabah virus Covid-19 telah membawa perubahan signifikan bagi masyarakat Indonesia hingga menyebabkan kesulitan distribusi bahan pangan dan sepinya penjualan bahan pangan. Hal tersebut mengakibatkan meningkatnya susut dan limbah pangan.

Berdasarkan komoditas, susut dan limbah pangan dari diproduksi hingga dikonsumsi diperkirakan 40% untuk buah dan sayur, 30% untuk ikan, 30% untuk sereal, dan 20% untuk biji-bijian, daging, dan produk susu. Pemahaman dan kesadaran tentang susut hasil dan limbah pangan di Indonesia masih rendah meskipun Food Sustainability Index 2017 menetapkan Indonesia sebagai penyampah makanan terbesar kedua di dunia dengan susut dan limbah makanan mencapai 300 kg/orang/tahun.

Hal itu yang membuat GAIN (Global Alliance for Improved Nutrition) Indonesia dan Jejaring PascaPanen untuk Gizi Indonesia (JP2GI) bersama terus berupaya untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat tentang kepedulian terhadap susut dan limbah pangan menuju ketahanan pangan dan gizi di tingkat nasional hingga pelosok nusantara.

"GAIN bersama JP2GI terus berupaya memberikan edukasi kepada masyarakat untuk lebih peduli terhadap makanan . Melalui Hari Kesadaran Internasional Tentang Susut dan Limbah Pangan, kami berupaya mempromosikan riset dan inovasi agar tidak ada makanan yang terbuang.

Menyedihkan kalau makanan sudah susah-susah kita produksi harus rusak dan terbuang sebelum sampai ke konsumen karena kurangnya teknologi, infrastruktur, dan inovasi. Kami percaya meningkatnya kesadaran untuk mengurangi kerusakan dan sampah makanan akan meningkatkan ketahanan pangan dan gizi, serta kesejahteraan petani nelayan dan masyarakat," terang County Director GAIN Indonesia, Ravi Menon dalam keteragan pers-nya, Kamis (24/9/2020).

Ditambahkannya, berbagi pengetahuan dan pembelajaran tentang susut hasil pascapanen serta upaya pengurangannya dipandang efektif untuk perbaikan gizi masyarakat dan menata sistem pangan agar lebih baik, khususnya di bidang perikanan.

"Kita juga berupaya berkolaborasi dengan semua stakeholder pangan di Indonesia untuk menurunkan susut hasil dan limbah pangan pascapanen dan mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). Bersama JP2GI sebagai perkumpulan di Indonesia yang peduli dengan isu pengurangan susut dan limbah pangan dan perbaikan gizi masyarakat, GAIN terus berupaya memberikan pembelajaran terkait susut hasil dan limbah pangan pascapanen (food post-harvest loss and waste) di Indonesia," tegasnya.

Sementara itu, Hasanudin Yasni, penasehat JP2GI mengatakan, GAIN bersama JP2GI terus mendorong praktik baik UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) untuk mengurangi susut hasil dan limbah pangan dengan cara melakukan berbagai langkah efesiensi, mengubah pola pemasaran ke sistem digital, melakukan inovasi produk, dan menambah fasilitas pendingin khusus untuk industri perikanan.

“Salah satu langkah yang paling penting agar susut dan limbah berkurang adalah dengan mengurangi kerusakan pangan dengan memperbaiki rantai dingin”, tutur Hasanuddin yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia (ARPI).  Hasanuddin menambahkan, UMKM saat ini memerlukan bantuan kendaraan berpendingin di dalam distribusi produknya. Pemesanan online di masa pandemi menjadi marak, tetapi daya beli sangat terbatas.

Sebelum pandemi mereka dapat menyimpan bahan baku lebih banyak dalam waktu lebih lama, namun saat ini lebih ke day by day atau maximum one-week storage di pendingin (refrigerator). Karena itu untuk memenuhi order yang sedikit ini, kendaraan berpendingin yang mini size amat diperlukan jika waktu tempuh diatas 1 jam mengharuskannya.

“Pemesanan online yg dilakukan supermarket besar belum banyak dan dibatasi dengan jarak dan waktu tempuh untuk distribusi frozen food tsb. Layaknya seperti taxi online yang mendapat pembiayaan mudah, motor pendingin (reefer mini vehicle) juga seharusnya menjadi prioritas ke depan”, ungkap Hasanuddin.

Selain Hasanuddin, Ketua JP2GI, Dr. Soen'an Hadi Poernomo mengatakan, dari hasil studi bersama GAIN dan JP2GI ‘Dampak COVID-19 terhadap UMKM yang Berperan dalam Sistem Pangan Indonesia, Juni 2020’, 35 perusahaan (97%) melaporkan telah mengambil tindakan untuk mengurangi dampak pandemi pada bisnis mereka.

Dari perusahaan-perusahaan ini, 51% melaporkan bahwa mereka telah mengkaji (mengadaptasi) rantai pasokannya, sementara tindakan lainnya adalah mempromosikan penjualan secara online (40%), mengurangi staf (23%) dan mengubah jam penjualan (20%).

“Seluruh perusahaan yang disurvei melaporkan telah mengambil tindakan untuk mendukung kesehatan dan keselamatan karyawan. Tindakan ini termasuk menyediakan peralatan perlindungan pribadi (94%), membersihkan area kerja lebih sering (64%) dan mengambil tindakan pencegahan khusus untuk staf berisiko tinggi (28%)," lanjutnya.

Ia menambahkan, pemerintah juga diharapkan memberikan bantuan baik berupa dukungan keuangan dan dukungan teknis agar bisa bertahan hidup ditengah pandemi corona Covid-19 yang berpotensi merugikan perusahaan yang gagal menjual produknya yang berpotensi menyebabkan limbah.

Ravi menambahkan, UMKM sangat membutuhkan bantuan keuangan untuk mengatasi dampak pandemi pada bisnis mereka. “Bantuan dana tersebut dapat mereka gunakan untuk pembiayaan termasuk refinancing, modal kerja, pembelian inventaris dan pengembangan staf," tutur Ravi.

Kepada pengusaha, Ravi juga berpesan untuk bisa memaksimalkan distribusi pangan agar tidak terbuang percuma, dirinya juga berharap pengusaha di industri mampu mengatur alur distribusi pangan baik bahan olahan pangan segar maupun pangan olahan.

"Pengusaha harus mampu mengatur rantai distribusi untuk bisa memaksimalkan produknya agar bisa dimanfaatkan masyarakat dengan memaksimalkan penerapan ‘5G’ yakni GHP (Good Handling Practice), GDP (Good Distribution Practice), GWP (Good Warehouse Practices), GRP (Good Retail Practices) dan GLP (Good Laboratory Practices)," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini