Sukses

Prediksi Industri Fesyen Indonesia Pascapandemi, Kualitas Bukan Lagi Nilai Tambah

Para pelaku industri fesyen Indonesia harus bersiap dengan segala perubahan setelah pandemi berakhir. Apa saja perubahan yang akan terjadi?

Liputan6.com, Jakarta - Apa yang terjadi dengan industri fesyen Indonesia setelah pandemi? Pertanyaan yang menggelitik mengingat masa ini belum tahu kapan berakhir. Namun, National Chairman Indonesia Fashion Chamber Ali Charisma memiliki prediksi tentang apa yang akan terjadi ke depan.

Sebelum itu, ia mengatakan pandemi Covid-19 membawa dua dampak pada keberlangsungan industri fesyen di Indonesia. Dari sisi negatif, pandemi memicu terjadi perang diskon yang tidak sehat di antara brand maupun penjual. Itu terjadi lantaran banyak pemain baru yang masuk ke bisnis fesyen karena di-PHK dari pekerjaan lama mereka.

Positifnya, jumlah pelaku UMKM melonjak signifikan. Maka, persaingan meningkat secara signifikan seiring dengan meningkatnya peluang kolaborasi satu sama lain. Mereka bisa saling tukar pengalaman dan ilmu untuk maju bersama.

"Akibat pandemi, banyak sekali perubahan di ekosistem fesyen," kata Ali dalam jumpa pers virtual Muffest 2021 pada Rabu, 19 Agustus 2020.

Ia menambahkan, pandemi juga membuka mata pelaku bisnis fesyen agar mengedepankan unsur sustainable atau keberlanjutan, baik dari segi material maupun manufaktur. Menjalankan bisnis secara etis juga makin menjadi keharusan agar tercipta perdagangan yang adil untuk semua pemangku kepentingan.

Sisi produksi pun akan berubah, yakni semakin cepat. Menurut Ali, konsumen akan semakin menuntut produk fesyen yang dibeli, akan bisa dipakai dengan cepat. Istilahnya 'see now buy now'. "Biasanya dalam pameran, produk yang dilihat, baru enam bulan berikutnya bisa diterima. Dengan see now buy now, seminggu atau sepuluh hari setelahnya bisa dipakai," sambungnya.

"Kualitas bukan lagi nilai plus tapi sudah jadi kewajiban. Kalau kualitas kurang baik, sudah hukum alam enggak akan bersaing di pasaran," ucapnya.

 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Konsep Hybrid

Perubahan juga diprediksi terjadi di sisi pemasaran. Ali menyebut fashion show virtual bakal tetap eksis setelah pandemi berakhir, bahkan lebih canggih lagi. Begitu pula dengan penjualan, online dan offline akan berjalan beriringan.

"Kolaborasi jadi keharusan, sangat penting sekali sehingga kita enggak bisa stand alone. Maka, bergabung dalam organisasi itu penting sekali, masuk perkumpulan desainer, tekstil, bisa memberi nilai plus di brand kita karena ada bantu dukungan baik moral maupun material," imbuhnya.

Di sisi lain, seasonless collection bakal makin marak. Ali menilai sudah tidak terlalu penting lagi koleksi menurut musim karena kebutuhan masyarakat global berbeda-beda. "Pelaku harus bisa layani konsumen, baik di musim dingin atau panas," sambungnya. 

Mendaur ulang produk atau menambah nilai tambah pada produk lama (upcycling) juga akan semakin banyak dilakukan. Bahkan, pelaku bisnis bisa memanfaatkannya dengan membuka lini bisnis repairment. 

"Apa keuntungannya bagi konsumen? Mereka bisa mencari produk berkualitas dengan sangat mudah, produk berkualitas bagu. Bagus seperti apa? Sesuai standar baik lokal maupun global," katanya.

 

 

3 dari 3 halaman

Rumah Produksi Bersama

Dengan segala prediksi perubahan dan tantangan tersebut, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM), menekankan pentingnya para pengusaha menjalankan proses kolektif. Utamanya para pelaku bisnis mikro dan ultra mikro. 

"Ada inisiatif membuat rumah produksi bersama, khususnya pelaku fesyen muslim," kata Staf Khusus Menteri Koperasi dan Bidang Ekonomi Kreatif Fiki Satari.

Dengan begitu, pemerintah bisa mengintervensi dengan menyediakan kebutuhan barang modal bagi para pelaku usaha. Selain itu, produk yang dihasilkan juga mudah dimoderasi sehingga layak mendapatkan akses pembiayaan dan penyediaan rantai pasok yang berkelanjutan.

Untuk itu, Fiki mendorong agar komunitas pelaku fesyen, khususnya iFC, membentuk sebuah koperasi. Bentuk organisasi itu dinilai tepat karena mendorong kebersamaan dan mengedepankan kepentingan semua anggota.

"Koperasi bisa menjadi model konsolidator. Dengan begitu, pemerintah lebih mudah menyediakan akses pembiayaan. Di kita ada yang namanya LPDB, bisa bantu pinjaman hingga Rp100 miliar dengan bunga yang murah. Enggak sampai tiga persen setahun," katanya.

Ali pun merespons pihaknya saat ini sedaang mempersiapkan pendirian koperasi. Ditargetkan koperasi untuk desainer fesyen itu bisa berdiri pada awal 2021.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.