Sukses

Dilema Sampah Kantong Plastik di Tengah Booming Jasa Pengantaran Makanan

Masalah ini muncul di tengah berbagai upaya mengurangi sampah kantong plastik, terutama di kota-kota besar di Tiongkok.

Liputan6.com, Jakarta - Tak bisa dihindari bahwa pandemi melahirkan sederet kebiasaan baru. Salah satunya tampak pada jam makan siang bagi para pekerja di Tiongkok. Tak lagi berbondong keluar kantor, mereka memanfaatkan jasa pengantaran makanan.

Melansir laman South China Morning Post, Selasa (11/10/2020), Yan, seorang pekerja kantoran, mengaku dalam seminggu, ia memanfaatkan layanan food delivery tak kurang dari lima kali. Wu, juga pekerja kantoran, justru memanfaatkan jasa pengantaran makanan untuk makan malam.

Sedangkan pekerja lainnya, Wang, menggunakan jasa pengantaran makanan selama akhir pekan setidaknya dua kali. "Saya bisa makan ke restoran di hari kerja," tuturnya.

Ma, seorang pengantar makanan, mengatakan bahwa ia bisa mengantarkan 40--50 pesanan dalam sehari. Sebelum pembatasan wilayah akibat pandemi COVID-19, jasa pengantaran makanan memang sudah booming di Tiongkok.

Pada 2019, berdasarkan pelacakan aplikasi, setidaknya ada 50 juta makanan takeaway dalam sehari di seantero Negeri Tirai Bambu. Sebuah studi menemukan, dalam satu antaran makanan, setidaknya ada tiga kantong maupun boks plastik yang digunakan.

Karenanya, ada 150 juta sampah kantong plastik di Tiongkok per satu hari. Soal sampah kantong plastik, beberapa pelanggan mengaku menggunakan kembali kemasan tersebut, termasuk untuk kantong sampah.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mengurangi Penggunaan Plastik Sekali Pakai

Siasatnya, di sejumlah kota besar, seperti Beijing dan Shanghai, sudah ada aturan pemisahan sampah yang diberlakukan secara ketat. Kemudian, pihak e-commerce pun didorong untuk menggunakan boks dalam pengantaran paket.

Tapi, pemotongan jumlah sampah kantong plastik menghadapi ancaman serius dengan populernya jasa pengantaran makanan. Pasal, sebagaimana di Indonesia, tak semua penjual menggunakan konsep ramah lingkungan dalam kemasan produknya.

Menurut pemilik restoran, Zheng Zeping, penggunaan produk serba plastik masih jadi pilihan karena harganya terjangkau. Kemasan lebih ramah lingkungan dijelaskan berbiaya dua hingga tiga kali lipat.

"Sekarang hanya restoran menjual salad atau makanan ringan yang menggunakan kemasan ramah lingkungan. Kami pun mau, tapi harga kemasannya seharusnya tak semahal ini," ungkap Zheng.

Rencananya, pemerintah setempat akan melarang penggunaan plastik sekali pakai di beberapa kota besar pada akhir 2020. Kebijakan ini dikatakan bakal jadi sandungan bagi restoran seperti milik Zheng yang berjuang mendapat pemasukan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.