Sukses

Penampilan Drastis Model Berdarah Uighur Usai Ditahan di Kamp Pelatihan

Pria Uighur yang sebelumnya berprofesi sebagai model ini pun mengabadikan keadaan kamp tahanan dalam sebuah video.

Liputan6.com, Jakarta - Model berdarah Uighur, Merdan Ghappar, telah akrab dengan kamera saat berpose untuk retailer online China, Taobao. Namun baru-baru ini, bukan studio atau jalanan kota, ia mengabadikan diri dalam ruangan kosong berdinding kotor dan jaring baja di jendela.

Dilansir dari laman BBC, Kamis (6/8/2020), di video yang beredar, ia tampak duduk dengan ekspresi cemas. Tangan kanan sang model memegang kamera dan menunjukkan pakaiannya yang kotor hingga pergelangan kaki bengkak.

Sedangkan, satu set borgol melingkari pergelangan tangan kiri yang dikaitkan pada rangka logam tempat tidur. Video dan pesan teks diteruskan ke BBC langsung dari dalam. Hal ini disebut sangat langka mengingat sistem penahanan dikenal sangat aman dan rahasia.

Selama beberapa tahun terakhir, diperkirakan lebih dari satu juta warga Uighur dan minoritas lain dipaksa masuk ke dalam jaringan kamp di Xinjiang. Hal ini yang menurut China telah jadi sekolah sukarela untuk pelatihan anti-ekstremisme.

Ribuan anak telah dipisahkan dari orangtua. Penelitian terbaru menunjukkan perempuan secara paksa jadi sasaran metode kontrasepsi.

Tak hanya dugaan soal penyiksaan dan penganiayaan, akun Ghappar tampaknya memberi bukti, meski desakan China bahwa sebagain kamp pendidikan kembali ditutup, warga Uighur masih ditahan dalam jumlah signifikan, tanpa tuduhan.

Unggahannya juga berisi detail baru mengenai tekanan psikologis besar pada komunitas Uighur. Di dalamnya termasuk dokumen yang menyerukan anak-anak 13 tahun untuk "bertobat dan menyerah".

Merdan Ghappar pada 2009, seperti banyak warga Uighur kala itu, meninggalkan Xinjiang untuk mencari peluang di kota-kota kaya China di bagian timur. Ia sempat belajar menari di Xinjiang Arts University.

Setelah itu, Ghappar memiliki pekerjaan pertama sebagai penari. Beberapa tahun kemudian, ia berprofesi jadi model di kota Foshan, China selatan. Teman-temannya menyebut Ghappar menghasilkan 10 ribu yuan China atau setara Rp10 juta per hari.

Pada Agustus 2018, Ghappar ditangkap karena menjual ganja, sebuah tuduhan yang disebut dibuat-buat. Bersalah atau tidak, ada sedikit kemungkinan pembebasan, di mana statistik menunjukkan lebih dari 99 persen terdakwa yang dibawa ke pengadilan pidana China bakal dihukum.

Setelah dibebaskan pada November 2019, kelegaan tak berlangsung lama. Lebih dari sebulan kemudian, polisi mengetuk pintu sang model dan menyebut ia perlu kembali ke Xinjiang untuk menyelesaikan prosedur pendaftaran rutin.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tak Terdengar Kabar

Pada 15 Januari 2020, teman-teman dan keluarga Ghappar diizinkan membawa pakaian hangat dan teleponnya ke bandara, sebelum terbang dari Foshan dan dikawal dua petugas kembali ke kota asalnya Kucha di Xinjiang.

Keluarga Ghappar yakin bahwa ia telah menghilang ke kamp pendidikan ulang. Tetapi, lebih dari sebulan kemudian, mereka menerima kabar luar biasa. Entah bagaimana, ia berhasil mendapatkan akses ke teleponnya dan digunakan untuk berkomunikasi dengan dunia luar.

Pesan teks sang model menggambarkan pengalamannya setelah tiba di Xinjiang. Ditulis melalui aplikasi media sosial China WeChat, Ghappar menjelaskan bahwa ia pertama kali ditahan di penjara polisi di Kucha.

"Saya melihat 50 sampai 60 orang ditahan di sebuah ruangan kecil dengan luas tidak lebih dari 50 meter persegi, laki-laki di sebelah kanan, perempuan di sebelah kiri. Semua orang mengenakan apa yang disebut 'jas empat potong', karung kepala hitam, borgol, belenggu kaki dan rantai besi yang menghubungkan borgol ke belenggu," tulisnya.

Ghappar diminta untuk memakai alat itu dan bergabung dengan sesama narapidana di area mencakup sekitar dua pertiga sel. Ia menemukan tidak ada ruang untuk berbaring dan tidur.

"Saya mengangkat karung itu di kepala saya dan menyebut pada petugas polisi bahwa borgol itu sangat kencang sehingga pergelangan tangan saya sakit. Ia berteriak keras pada saya, menyebut 'Jika kamu melepas karungmu lagi, saya akan memukulmu sampai mati'. Setelah itu, saya tidak berani bicara," lanjutnya.

Ketika China tengah dilanda penyebaran COVID-19 pada 22 Januari 2020, upaya pengendalian virus ini juga berlaku ke para tahanan. Kala itu, suhu tubuh di atas normal, jug pilek dengan hidung pucat dipisahkan dan dipindahkan ke ruangan lain.

Saat itu, pengawasan lebih santai dan memberi peluang untuk memberi kabar. Ponselnya tampak tak diketahui pihak berwenang di antara barang pribadi. Setelah 18 hari di penjara polisi, ia tiba-tiba tak berhubungan dengan dunia luar.

Pesan terhenti, dan tak ada yang terdengar dari Ghappar sejak itu. Pihak berwenang tak memberikan pemberitahuan resmi tentang keberadaannya, juga tidak ada alasan untuk penahanan berkelanjutan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.