Sukses

Cerita Akhir Pekan: Menantikan Hari Bahagia Setelah Tertunda karena Corona

Pandemi corona Covid-19 membuat beragam hal harus mengalami perubahan, termasuk rencana bahagia pernikahan.

Liputan6.com, Jakarta - Sejak pandemi corona Covid-19 melanda dunia, beragam hal ikut terkena imbasnya. Pemberlakuan pembatasan kegiatan dan wilayah, sebagai upaya mencegah transmisi virus corona baru, turut mengubah begitu banyak rencana hari bahagia, termasuk pernikahan.

Pasangan seantero jagat yang ingin menikah namun terhalang pandemi, harus memutar otak untuk menyiasati terselenggaranya upacara mengikat janji suci. Tak sedikit pula dari mereka yang memutuskan untuk menunda hingga membatalkan prosesi karena terkendala masa krisis corona.

Salah satu cerita tertundanya hari bahagia ini datang dari seorang dokter yang bertugas di Kalimantan Barat, Cresensianes Yolia. Ia dan sang calon suami yang awalnya berencana menikah pada Agustus mendatang, harus memundurkan pernikahan di Desember 2020.

Anes, begitu ia akrab disapa, dan pasangan, tentu tak dapat menutupi rasa kecewa mereka atas penundaan tersebut. Kendati demikian, langkah ini harus diambil demi keselamatan berbagai pihak dan kelancaran acara sesuai protokol kesehatan yang telah ditetapkan.

"Pertama, pasti kecewa dan sedih karena sudah planning hari yang ditunggu, sebuah momen penting. Tiba-tiba corona, semua mau enggak mau benar-benar berubah dan dimundurin," kata Anes saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 2 Juli 2020.

Ia melanjutkan, prosesi hari bahagia bisa saja berjalan bila tinggal di satu kota. Namun mengingat mereka tinggal di kota yang berbeda, Anes di Pontianak, sang calon suami di Jakarta, rencana kian sulit terlaksana.

"Rencana pernikahan masih dalam pembicaraan dari Desember 2019, tapi baru benar-benar mulai planning dengan wedding organizer (WO) mulai di awal Februari 2020," lanjutnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Stay Positive

Ketika kondisi kian tak memungkinkan ketika corona telah ditetapkan sebagai pandemi dan beragam pemberlakuan pembatasan, langkah penundaan pun diambil. Terlebih, ia belum menjalani prewedding.

"Kita memutuskan mundurin saja ke Desember. Itu juga bicara ke WO harus cek ke vendor apakah available di tanggal itu, mengubah itu dulu. Lalu, tim WO kasih tahu ada protokol perubahan, seperti perubahan di jam resepsi yang biasanya dua jam ini kemungkinan ditambah jam, jadi tamu dijadikan per kloter," jelas Anes.

Ia melanjutkan, dari segi tata cara penyajian makanan, biasanya prasmanan, diubah menjadi food stall, di mana tamu tidak mengambil sendiri makanan tetapi dibantu oleh pihak katering. Ada pula opsi lain yang dihadirkan.

"Ada juga makanan seperti boks, tamu bisa pilih makan di sana. Tata cara foto kemungkinan dari segi dekor stage pengantin dibuat lebih tinggi, pas foto tamu di bawah stage. Konsepnya tidak terlalu dekat dan tidak bersentuhan," tambahnya.

Tak ada pula salaman dan cium pipi, diganti dengan namaste. Sedangkan untuk mengikuti protokol kesehatan, ketika tamu datang disediakan hand sanitizer, cek suhu, serta disediakan masker bagi yang datang tidak membawa masker.

"Walapun kecewa, tapi kita harus mementingkan kesehatan dan keselamatan bersama. Di satu sisi kecewa, mengambil sisi positif, ini cobaan dan kerikil sebelum menikah. Sabar saja dan selalu ingat, semua indah pada waktunya," terangnya.

"Pasti yang mengalami ini bukan cuma aku, ada banyak pasangan lain yang bahkan harus menikah di Maret, April atau Mei tapi tahu-tahu corona. Buat pasangan yang mengalami hal yang sama harus ditunda, sabar semua indah pada waktunya," tutupnya.

3 dari 5 halaman

Kata Wedding Planner dan Organizer

Krisis akibat penyebaran corona Covid-19 turut terdampak pada bisnis penyedia jasa pernikahan. Di masa pandemi, operasional wedding planner dan organizer harus 'terdiam sejenak'.

"Pada masa-masa di awal, bisa dibilang shut down tapi secara bisnis kita tidak tutup tapi masih berjalan," kata Bunga Firdaus selaku founder Bunga Wedding and Event Planner saat dihubungi Liputan6.com, Rabu, 1 Juli 2020.

Bunga mengatakan pihaknya mencoba meriset apa saja yang akan berubah di masa transisi. Hal ini terkait perbedaan dari kebiasaan-kebiasaan acara pernikahan tidak dapat diterapkan 100 persen.

"Misalnya ada peraturan mengenai kapasitas jumlah tamu di venue atau ballroom," tambahnya.

Dikatakan Bunga, kondisi ini tentu menciptakan tren sendiri. Saat ia dan tim riset memprediksi tren seperti apa yang muncul permintaan saat ini, jawabannya adalah intimate wedding yang paling mungkin dilakukan saat ini.

"Mengingat kebutuhan menikah itu sangat manusiawi berkaitan dengan keberlangsungan hidup seseorang. Artinya dari KUA menetapkan pernikahan dengan kapasitas terbatas, itu yang dioptimalkan oleh wedding planner untuk semua klien, termasuk Bunga Wedding," tambahnya.

Prosesi-prosesi tersebut sifatnya seremonial yang diutamakan. Adalah akad nikah atau wedding blessing yang awalnya sangat dibatasi bisa menikmati momen bahagia bersama keluarga inti.

"Muncul ide-ide kreatif dari teman-teman fotografi dan lainnya untuk mengombinasikan teknologi saat ini seperti Zoom meeting, IG live sampai akhirnya muncul vendor-vendor yang tadinya tidak terlalu ada, sekarang mulai terlihat untuk live streaming," jelas Bunga.

"Tapi kalau mengira virtual wedding pakai green screen sebagai pengganti dekor, bukan ke situ arahnya. Kombinasi antara offline, momen dirasakan pengantin dan keluarga inti dan online, di mana keluarga besar, kerabat, sabahat, bisa menikmati dari jauh," ujarnya.

Bunga menyebut, awalnya memang sempat ada salah kaprah mengenai virtual wedding. Di mana orang berpikir dekorasinya diganti dengan green screen dan lain-lain.

"Tapi memang pengantin itu ingin merasakan sensasi menyentuh, rasa fisik, harum dekorasi itu penting jadi tren dekorasi yg tadinya serba skala besar, dibilang kecil tapi hal-hal kecilnya banyak karena saat sudah acara intim, mereka melihat kanan kiri lebih detail. Di table tidak bisa sembarangan, serba detail dan pengantin bisa menaruh personal touch mereka di situ," lanjutnya.

Personal touch sendiri dalam artian pengantin dapat memberi sentuhan yang masuk ke konsep acara. Misalkan, adanya pernak-pernik yang berkaitan dengan profesi kedua mempelai.

 
4 dari 5 halaman

Protokol Kesehatan

"Dari sisi makanan pun berkaitan dengan kesehatan. Saat ini menu-menu bufet cenderung tidak disarankan. Untuk selevel hotel sedang meniadakan bufet jadi seluruh makanan tidak bisa diambil tamu secara langsung, tapi diambil waiter. Prefer food stall," jelas Bunga.

Pihaknya pun mengantisipasi untuk tamu-tamu yang mungkin belum berkenan makan di area umum dengan menyediakan dalam bentuk bingkisan cantik. Atau, signature di dalamnya yang mencerminkan pengantinya.

"Salah satu yang seru sekarang ada vendor untuk dunia wedding, tamu registrasi dengan digital registration artinya mereka harus RSVP dulu sebelumnya, kita bisa tracking siapa saja dari undangan yang disebar confirm hadir," ungkapnya.

Berlanjut tahap kedua, saat tamu datang, mereka scan barcode, terkonfirmasi kehadiran mereka tanpa sentuhan artinya tidak memakai buku tamu. Lalu tamu maju ke meja registrasi kedua, mereka sodorkan tangan.

"Karena ada sensor tangan di situ, lalu keluar hand sanitizer tanpa dipencet bersamaan dengan itu masker kemudian turun juga," kata Bunga.

Sementara untuk protokol kesehatan yang dibuat dari asosiasi wedding organizer pada prinsipnya menerapkan tiga hal, yakni kapasitas, menjaga jarak, dan meminimalkan sentuhan. "Dari situ kita modifikasi layanan apa saja yang bisa disajikan, tadi bufet tidak disarankan, berkaitan dengan sentuhan tanda alat saji, jarak dan kapasitas akhirnya digital registrasi karena tiga poin itu juga," tambahnya.

5 dari 5 halaman

Dampak Pandemi

Bunga dan tim juga sempat riset di awal April, sebulan setelah corona ditetapkan sebagai pandemi, di mana hingga kini efek masih terus bertambah. Dikatakannya, 100 persen acara wedding dari WO Indonesia mengalami penyesuaian.

"Sebagian besar reschedule, sedikit porsinya cancel, artinya pengantin tidak jadi nikah. Karena pada April, KUA menutup layanan online dan offline, lumayan berdampak ke calon pengantin "gagal menikah" sebagian besar masih reschedule," ungkapnya.

Sementara soal pendapatan, Bunga menyebut, otomatis payment-payment yang seharusnya diselesaikan di April bahkan diperpanjang reschedule hingga awal 2021. Hal ini terdampak pada beberapa hal.

"During that time, WO atau pelaku industri wedding lain memutar otak memutar maintenance pegawai. Sebagaian convert bisnis jadi kebutuhan primer seperti makanan, katering jualan frozen food. Tapi yang paling berdampak freelancer," jelas Bunga.

"Kalau pegawai tetap di-maintenance perusahan, sedangkan kru lepasan kalau enggak ada panggilan mereka zero, ini yang paling memprihatinkan. Sampai kita bikin aksi sosial untuk keberlangsungan hidup mereka," tutupnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.